Nasehat Seorang Kakak

Romance Series 4504

Rembulan menatap manja meski malam tak selamanya berbintang.

Semilir angin malam menemani kesendirian Mainaka sambil menyesap perlahan secangkir kopi hitam tanpa gula yang mewakili suasana hatinya kini.

Tok,Tok,Tok!

Mikhayla masuk ke kamar kakak satu-satunya.

Pintu kamar yang tak terkunci memudahkan Mikhayla masuk setelah 3 kali ketukan dan panggilannya tak mendapat jawaban.

Tatapan termenung memandang sekitar membuat sang pemilik balkon kamar itu tak menyadari ada yang datang.

"Kak, belum tidur?" Mikha menyandarkan diri bersebelahan dengan tempat Mainaka berdiri.

"Hei, calon penganten! Kok belum tidur? Pasti lagi kangen sama pangeran Es Balokmu ya?" Mainaka mengusap lembut kepala adik perempuannya.

"Ka, terima kasih sudah memberikan kesempatan pada Mikha dan Darren, Maafkan kalau aku lebih dulu _" ucapan Mikhayla terhenti.

"Kakak bahagia, dan kakak tidak apa-apa. Jangan pernah berpikir kamu mendahului atau sungkan dengan kakak. Menikah bukan soal siapa dulu atau siapa yang lebih tua, menikah itu diwaktu yang tepat, dan kini waktumu Dek."

Mainaka dengan keikhlasan dari lubuk hati paling dalam memang tak ada masalah jika Mikhayla menikah lebih dahulu.

"Terima kasih Ka." Mikhayla memeluk Naka.

Entah hanya sekedar dugaannya Mikhayla merasakan bahwa ada sesuatu yang sedang menjadi beban pikiran kakaknya.

Namun Mikhayla tahu Naka bukan tipikal yang menceritakan segala hal kepada keluarganya.

Terlebih jika hal tersebut dirasakan mengandung bawang dan kesusahan.

"Are you ok kak?" Mikhayla menatap manik cokelat dihadapannya yang sering melamun.

"Always." senyum simpul tergaris dari bibir Mainaka.

"Apa kabar kak Naya?" sedikit penasaran bagaimana hubungan Naka dengan Naya.

"Baik. Selalu baik."

Mikhayla melihat senyum tipis Naka sambil menyesap kopi yang sudah dingin.

"Kak, jangan ragu untuk bercerita apapun padaku, aku sudah dewasa. Bukan adik kecil yang hanya bisa merengek!" Mikhayla ingin sekali Naka bisa berbagi apa yang tengah menjadi beban pikirannya.

"Ya, pasti. Aku akan bercerita apapun padamu Dek. Kamu kan adikku. Meskipun bawel!"

Mikhayla melihat sorot mata teduh menerawang dari manik mata Naka.

"Jangan terlalu lama diluar Ka, nanti masuk angin. Beristirahatlah. Aku balik ke kamar ya." Mikhayla menyentuh lengan kekar Naka.

"Ya, Selamat mimpi indah ya. Jangan khawatir Kakak tidak apa-apa. Jangan sungkan katakan apapun yang kau perlukan. Btw, mau kado pernikahan apa dari kakak? Bilang saja ya Dek!" Naka mengacak asal rambut adik kesayangannya.

"Pasti aku akan memikirkan kado apa yang akan aku pinta dari kakak!" Mikhayla mencairkan suasana.

"Sudah sana. Telp Darren, jangan bertengkar terus! Kalian kini sudah bukan tom & jerry, sekarang sudah jadi Dilan & Milea!" goda Naka.

Di Kediaman Daniel Harold

Darren melangkah hendak masuk ke kamarnya, namun ia melihat pintu kamar Divya sedikit terbuka entah mengapa sudah lama ia tidak pernah masuk dalam kamar sang adik.

"Belum tidur Div? Boleh Kakak masuk?" Darren melihat koper Divya sepertinya esok Divya kembali ke Korea karena memang Divya mengurus perusahaan keluarga mereka disana.

"Masuklah Kak."

Divya sedang merapikan barang-barang bawaannya karena esok ia akan kembali ke Korea.

"Kau akan balik ke Korea?"

"Ya. Tapi aku akan sering kembali, aku juga mau ikut membantu Mom mempersiapkan pernikahan kakak dan Mikha." senyum yang sejak kecil tak pernah berubah.

"Jika memang kamu suka di sini, sebaiknya uruslah perusahaan disini, perusahaan disana kita serahkan pada orang kepercayaan Dad."

"Aku tak apa. Lagipula aku mulai menyukai suasana di Korea."

"Atau kau menyukai Mr. Kim?"canda Darren.

"Ide bagus Kak. Kakak setuju?" Divya tertawa.

"Kakak senang jika kamu senang Divya. Kamu betul menyukai Mr. Kim?" Darren kini serius.

"Menurut kakak Mr. Kim bagaimana?"

"Kakak melihat Mr. Kim menyukaimu."

"Yah, bahkan ia pandai berdansa!" Divya dengan tawa.

"I Know. Kalian sangat serasi ketika melakukannya."

"Ah, Kakak pasti tahu soal itu! Kau memang anak Dad Kak!" Divya memicingkan matanya karena orang-orang kepercayaan Darren selalu menjaganya sejak kejadian penculikan beberapa waktu itu.

"Divya, bagaimana menurutmu soal Arjuna?"

Divya menatap lekat mata Darren, menyadari hal itu Darren segera mengalihkannya pnadangannya.

"Mengapa Kakak bertanya begitu?"

"Kakak melihat Arjuna menyukaimu." Darren mencoba membaca isi hati Divya.

Divya hanya tersenyum simpul.

Darren melihat wajah Divya mencari apa yang kini adik tersayangnya rasakan terhadap Arjuna.

"Div, jangan siksa dirimu sendiri."

"Aku hanya tidak ingin kecewa Kak!" raut Divya berubah sendu.

"Jangan keras dengan diri sendiri, berilah kesempatan agar kamu tahu dan yakin. Jangan tepis apa yang hatimu katakan."

Tanpa berbicara Divya memeluk Darren,

Darren mengusap lembut rambut Divya.

Darren bisa merasakan sesak di hati sang adik.

Devano menyugar kasar rambutnya, membiarkan pancuran air dinginkan kepala dan hatinya yang bergemuruh, bergejolak, dan meronta.

Kilasan kejadian tak sengaja yang ia lihat seolah menyisakan tanya besar dari relung hatinya.

Entah apa yang sebenarnya terjadi antara Kanaya, Mainaka, dan Kanara.

Devano tak ada hak karena Kanara bahkan tak pernah membalas perasaannya sekalipun.

Apa yang terjadi saat itu tak dapat dicerna dalam otak Devano dengan pikiran yang jernih.

Mencoba mencari penjelasan hanya kecewa dan semakin penasaran yang Devano rasakan.

Tak adil rasanya terlebih mereka akan segera menjadi keluarga.

Devano menahan sekuat tenaga tak mau mengecewakan dengan hanya memikirkan perasaannya semata.

Meski bibir, kepala dan hati tidak sejalan Devano menentramkan gejolak rasanya yang kian lama menyesakan dada.

Devano menahan egoisme dalam dirinya memilih diam terlebih tak ingin membuat rencana kakak sulungnya berantakan.

Bagaimanapun Darren adalah kakak sulung yang ia banggakan.

Kala Darren mengatakan ia mantap memilih Mikhayla, Devano berjanji tak akan merusak dengan mengacak persoalan antara Kanara, Mainaka dan Kanaya.

Cinta tidak selamanya memiliki, bukan cinta namanya jika cinta yang kita miliki merusak cinta yang lain.

Sebagai sang cassanova yang sering bermain hati, baru kali ini Devano merasakan jatuh hati sekaligus patah hati.

Ingin rasanya menghapus ingatan akan kejadian yang ia lihat di malam itu.

Perlahan Devano harus bisa melupakan dan menerima.

"Kapan berangkat?"

Suara Darren saat ia sedang berbenah memasukan beberapa keperluannya untuk di bawa ke Itali mengikuti pertandingan.

"Besok Kak. Ka, maaf aku tidak ikut membantu dalam proses persiapan pernikahanmu. Tapi aku janji kapanpun kakak butuh aku, aku siap. Dan aku pasti akan hadir dalam acara pernikahan kakak."

"Ya kau harus hadir Dev! Suasana akan hening tanpa tingkah konyol adik luar biasaku!"

"Kakak mencinta Mikha?" Devano serius kali ini.

"Yup, I'm Falling in love with her."

Senyum Darren mampu menjelaskan dan meyakinkah bahwa keputusan yang Devano ambil sudah tepat.

"Why?" Darren bertanya menatap pada Devano.

"It's Doesn't matter Bro! I'm glad you finally found a woman who will love. I think you don't like women." gelak tawa Devano menular pada Darren.

"Yups, While you are a woman lover, Lil Bro!"

"I'm glad you fell in love with the right woman."

"Because of Mikhayla. And all this can happen because of you, Divya and Mom."

Gelak tawa keduanya membuat iri rembulan yang mengintip manja.

"I'm happy for you bro!"

"Thank's a lot!"

Devano memeluk Darren.

"I'm proud of you Kak Darr."

Devano dengan rasa bangga kepada sang kakak sulung yang menurutnya sangat gentlement ketika melamar wanita pujaan hatinya.

"Harta yang paling berharga adalah keluarga."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience