"bagaimana? Apakah bagus tempatnya?" Kata Zainal dengan wajah sombongnya.
"Ya! Tempat ini seperti di bumi ketika zaman kerajaan, masih banyak pepohonan yang berusia puluhan tahun" kata Bima ayah Kesya dengan wajah yang begitu berseri dan perasaan yang senang.
Zainal dan keluarganya mulai berjalan mengarah pintu desa, dua orang berjaga di depan gerbang dengan membawa tombak setiap orangnya. Desa lovely sudah semakin maju dengan dilihat dari gerbangnya, yang dulunya hanya seperti pagar yang pendek sekarang kayu yang besar berjajar mengelilingi desa lovely.
"Berhenti! Jika ingin masuk harus bayar pajak! Setiap orang satu koin perak" kata salah satu penjaga.
Zainal langsung memberikan enam perak kepada penjaga. Penjaga yang sudah menerima langsung mempersilakan masuk ke desa. Gerbang di buka, dengan di perlihatkannya pemandangan sebuah patung yang megah dengan di kelilingi taman bunga.
"Hah! Patung ini sudah pasti kamu" kata semua keluarga Zainal yang tertegun melihat patung di bagian depan desa.
"Hehehe" tawa Zainal yang wajah memerah tidak bisa memandang Kesya.
Banyak pedagang dimana-mana. Seluruh warga tampak makmur dan bahagia dengan keadaan mereka, tidak lama kemudian sebuah rombongan kereta kuda datang dari luar. Tanpa memedulikan keadaan sekitar, rombongan tersebut hampir menginjak seorang anak kecil yang sedang berjalan sendirian.
Dengan sigap, seseorang langsung dengan cepat menyelamatkan anak kecil itu dari rombongan kereta kuda yang begitu sombong. Ternyata kereta kuda tersebut adalah rombongan kereta kuda pangeran mahkota. Anak kecil tersebut selamat, dia sudah berada di pinggir jalan bersama ibunya, yang terpisah ketika berbelanja sayuran. Ibu dari anak tersebut membungkuk dan memberikan beberapa barang berharga namun di tolak, dengan rasa terima kasih ibu anak tersebut membungkuk beberapa kali sebagai rasa syukur dan terima kasih.
"Hei! Kamu turun dan minta maaflah kepada anak kecil itu! Walaupun kamu seorang pangeran tetap harus menjaga tingkah laku. Bukan semena-mena" kata seorang pria yang memakai baju seperti bangsawan setempat, yang telah menyelamatkan anak kecil yang hampir terinjak kereta kuda.
"Dasar! Lancang sekali kamu kepada pangeran mahkota'. Walaupun sudah tahu identitas-nya" kata salah seorang prajurit yang mengawal kereta kuda pangeran mahkota.
"Memangnya kenapa kalau dia pangeran mahkota!" Kata Zainal yang menyela pembicaraan dengan nada kasar dan aura yang menindas hingga semua orang di sekeliling kecuali keluarga Zainal langsung sujud. Bahkan kuda dan hewan di sekitar langsung sujud karena tekanan dari aura Zainal.
Tekanan aura mulai menurun perlahan beberapa orang yang merasa sesak karena tekanan aura mulai bernapas dengan normal, emosi Zainal mulai mereda dengan orang-orang di sekitar yang kabur karena merasa nyawanya terancam. Pangeran mahkota turun dari kereta dengan keadaan yang begitu memprihatinkan. Pangeran meminta maaf dan membungkuk, ingin masalah yang terjadi teratasi dengan cepat karena keadaannya yang sekarang tidak memungkinkan untuk aktivitas yang berlebihan.
"Aku pikir pangeran mahkota orangnya egois" kata salah seorang warga setempat yang belum pergi.
"Zainal kita sudahi saja di sini, mungkin karena pangeran mahkota sedang sakit membuat prajurit itu tidak bisa berpikir jernih" kata Kesya yang berada di belakang Zainal, berkata dengan pelan.
Sesuai keinginan istrinya, Zainal tidak memperpanjang begitu juga dengan orang yang menyelamatkan anak kecil itu. Pangeran berjalan perlahan menghampiri anak dan ibu yang menjadi korban, untuk meminta maaf dan memberikan perawatan kesehatan gratis sebagai kompensasi.
"Hei kamu! Kemarilah!" Kata Zainal kepada pangeran, dengan rasa iba dengan penyakit pangeran.
Pangeran berjalan perlahan menuju Zainal. Zainal menepuk kepala pangeran dengan perlahan dan dengan seketika pangeran langsung sembuh dengan keringat yang ternyata mengandung racun begitu banyak, hingga keringat yang keluar berwarna hitam. Pangeran pingsan tiba-tiba tetapi ada seorang prajurit yang senantiasa membopong pangeran ke kereta kuda untuk di bawa ke penginapan setempat.
"Kalian tenang saja, itu reaksi alami karena tubuhnya mengeluarkan racun yang sudah menyebar secara paksa" kata Zainal dengan santainya.
"Terima kasih tuan! Jika bertemu kembali kelak pasti akan membayarnya" kata salah seorang prajurit.
Pangeran mahkota beserta rombongannya pergi mencari penginapan, untuk membersihkan racun yang sudah keluar dan juga agar pangeran mahkota dapat beristirahat dengan nyaman. Zainal meminta maaf kepada keluarganya karena ikut campur dengan masalah yang tidak seharusnya.
"Tidak apa-apa, lagi pula kamu hanya membantu yang lemah tuan" kata Caca yang bahagia melihat kebaikan tuannya tidak hanya untuk dewa saja, tetapi juga kepada orang yang membutuhkan.
Zainal dan keluarganya berjalan pergi meninggalkan desa, yang sudah pasti liburan di tempat itu gagal karena semua orang takut dengan Zainal yang memiliki kekuatan di luar nalar. Dari kejauhan seseorang berlari menuju zainal, hal itu di ketahui oleh Clara dan menghentikan Zainal juga keluarga.
"Tuan boleh saya tahu nama anda?" Kata laki-laki yang menolong anak kecil tadi.
"Namaku Zainal, ada apa?" Kata Zainal dengan pikiran penuh pertanyaan.
"Apakah di tempat lain nama anda Kaka?" Kata lelaki tersebut dengan tidak sabar menantikan jawaban.
"Ya, saat masih hilang ingatan" kata Zainal dan merasa ada ikatan dengan laki-laki itu.
Seketika laki-laki tersebut memperkenalkan dirinya dengan gugupnya yang bernama Gilang anak dari Zulfa. Zainal yang mendengar hanya bisa bengong karena anak yang begitu polos sudah menikah dan sekarang anaknya sudah besar, Zainal dan sekeluarga di minta untuk datang ke rumah Gilang untuk menemui Zulfa dan kakeknya Yuda karena mereka sangat ingin bertemu dengan Zainal.
Zainal menyetujuinya dan mulai di arahkan kesebuah rumah yang terlihat begitu besar dan sederhana. Namun, rumah tersebut dapat membuat nyaman pemiliknya walaupun tidak terlihat mewah dan perabotan yang mahal.
"Tuan dewa, ini rumah saya silahkan masuk walaupun tidak layak untuk anda!" Kata Gilang yang merasa tidak yakin rumahnya cukup nyaman untuk Zainal.
"Tidak apa, ini sudah cukup nyaman" kata Zainal dengan wajah tersenyum.
"Ba...ba..baiklah, saya akan memanggil ayah dan juga kakek, dan silahkan duduk terlebih dahulu" kata Gilang dengan gugup dan perkataannya agak gagap.
Zainal hanya menampilkan wajah tersenyum dan Gilang pergi untuk memanggil ayah dan kakeknya yang berada di kebun untuk menenangkan pikiran setelah bekerja mengurus keuangan.
"Ayah....kakek....dewa Zainal dan keluarganya datang" teriak Gilang kepada ayah dan kakeknya dengan perasaan yang begitu gembira.
Zulfa dan Yuda berlari menuju ruang tamu, setelah mendengar bahwa Zainal telah datang berkunjung. Rasa bahagia menyelimuti perasaan Zulfa dan Yuda setelah sekian lamanya tidak bertemu dengan penyelamat mereka, tidak lama Clara dan Gilang datang dengan sajian minuman teh untuk Zainal dan keluarganya.
"Oh iya, perkenalkan yang di samping kananku adalah istriku kesya, lalu untuk bayi itu anakku Abigail dan yang sedang membopongnya adalah pembantuku Caca. Untuk sebelah kiri adalah mertuaku Bima dan Clara" kata Zainal yang bersemangat mengenalkan keluarga-nya, yang ternyata sejak dulu Zainal sangat ingin memperkenalkan keluarga yang harmonis kepada semua orang.
Share this novel