episode 50

Romance Completed 76642

"Sayang, are you okay?" tanya Rangga bersamaku di dalam mobil. Kami sudah kembali dari rumah pasangan lansia yang telah menyelamatkan ku.

"I'm okay" jawab ku.

Keringat dingin beserta wajah pucat yang terpancar di depan mata Rangga membuat nya cemas.

"Jangan di paksa, gak usah pura-pura kuat!" sebal Rangga sangat ingin mencubit ku seperti anak kecil yang keras kepala.

"Iya, akh..." Rangga menarik kakiku di atas pahanya, memeriksa apakah kaki ku baik-baik saja.

"Kaki kamu kok dingin banget! Kita ke rumah sakit sekarang!" kata Rangga kesal.

"Gak apa-apa sayang, kamu gak usah khawatir gitu. Aku BAIK-BAIK SAJA" ucapku pada Rangga yang sangat sangat mencemaskan aku.

Wajahnya yang merah menahan amarah karena sikapku yang berpura-pura kuat padahal sebenarnya tidak. Mungkin ini pertama kalinya aku memaksakan kakiku berjalan dari pagi hingga siang ini

Jujur saja aku mencoba menahan nya demi kamu, agar aku tidak lagi menjadi beban. Seharusnya aku tidak boleh terlalu bergantung padamu hingga membuat kamu sensitif pada setiap hal yang aku lakukan dan membuat mu posesif pada diriku.

Wajahnya ditekuk kesal dan tidak lagi merespon panggilan ku, Rangga hanya melihat ke luar jendela, mengepal kedua tangan nya di kemudi sopir.

"Maaf udah bikin kamu khawatir" ucapku menyentuh tangan yang masih terkepal kuat.
Kemudian tanganku berjalan menuju wajah yang kini tidak melihat ku.

"Sayang, lihat aku" pintaku pada Rangga yang masih marah.

"Sayang, kamu itu adalah lelaki yang selalu menggenggam tanganku, kali ini biarkan aku melakukan hal yang sama pada dirimu. Aku ingin sembuh, aku ingin melupakan semua yang terjadi. Aku ingin berjuang melawan rasa takut ku. Aku akan mengatakan nya jika sudah tidak mampu, karena aku tahu kamu pasti datang memelukku. Jangan marah lagi. Yaa?" ucapku menggenggam tangan Rangga, mencocokkan jari jemari kami menjadi satu kesatuan.

"Tapi, aku tidak bisa untuk tidak mengkhawatirkan mu" kata Rangga.

"Aku tahu, tapi kalau aku selalu bergantung pada kamu, yang ada aku gak bisa berjuang tanpa kamu" pikirku masih memberikan penjelasan.

"Aku suka kamu bergantung sama aku. Aku kan suamimu" kata Rangga.

"Kalau aku gak mau, kamu mau apa?"

"Aku kurung kamu di rumah!"

"Kalau aku kabur, gimana?"

"Aku ikat kam... maaf" kata Rangga menyugar rambutnya kasar.

"Iya. Cup" kata ku mengecup pipi Rangga.

Dia tersenyum dan tersipu malu mendapatkan hadiah dariku.

"Apa aku boleh mencium mu?" tanya Rangga menatap ku dalam

"Boleh" jawabku mengangguk.

"Tapi aku ingin mencium mu di sini" kata Rangga menyentuh bibirku dengan lembut.

"Apa kamu akan baik-baik saja?" tanya Rangga.

"Em" jawabku.

Kedua jemarinya mulai masuk melingkari leher ku dan mendekatkan wajahku tepat berada di wajahnya. Aroma mentol dari tubuhnya seakan masuk ke semua penciumanku. Mata kami bertemu saling bertatapan, mata Rangga mencari titik tempat yang selama ini di inginkan nya. Dengan gugup ku mencoba menutup mataku dan menggenggam tangan kiri Rangga yang ditempatkan nya di antara leher dan telingaku. Detak jantung yang tidak beraturan terdengar di dalam mobil yang hening itu. Tangan kanan Rangga mulai menjalar menuruni letak tanganku yang menggenggam erat kantong baju Rangga. Kemudian diraihnya tanganku menuju kecupan kecil di bibirnya agar aku tidak gugup.

"Jangan takut, aku tidak akan memaksamu" kata Rangga yang belum memulai keinginan nya.

Dia hanya menempelkan wajahnya ke wajahku, menunggu agar aku siap menerima nya.

Mata kami yang bertatapan sangat dekat. "Aku akan menunggu" kata Rangga perlahan

Kukuruyuk...

"Hehehe..." aku hanya bisa tersenyum pada Rangga

Bunyi perutku yang mengaung keras hingga mengganggu waktu panas kami yang baru saja dimulai.

"Pftt..."

Rangga tertawa mendengarnya, "kita makan dulu" kata Rangga menghidupkan mobil dan mencari warung kaki lima yang sangat ramai pengunjung.

"Wahhh, pasti makanan di sini enak!, makan di sini aja ya" usul ku pada Rangga.

"Kita cari tempat parkir dulu" kata Rangga.

Beberapa menit kemudian kami sudah berada tepat di warung yang sangat berisik karena pengunjung yang memesan.

"Kamu mau apa sayang?" tanya Rangga melihat menu yang tertempel di gerobak besar penjual itu.

Aku memerhatikan sekeliling apa yang orang-orang pesan, "aku mau soto sapi sama sate kuah" jawabku melihat menu paling banyak di pesan.

"Mang, soto sapi sama sate kuah, masing-masing 2 porsi" pesan Rangga pada si pemilik warung.

"Siap mas, cari tempat dulu di sana" tutur bapak itu ramah.

"Hati-hati, pegang lengan aku" kata Rangga tidak ingin aku terjatuh.

Tentu saja sulit mencari tempat duduk yang sangat banyak orang seperti ini, untung saja Rangga gesit mendapatkan 2 kursi kosong yang saling berhadapan. Setiap meja terdapat 3 pasang kursi jadi tidak hanya ada aku dan Rangga di meja itu tapi ada 2 pasangan kekasih yang menunggu pesanan mereka.

Penampilan yang menurut ku biasa saja tapi masih diperhatikan oleh mereka yang berada di meja kami duduk apalagi Rangga yang juga menjadi perhatian para wanita di warung itu.

Gaun santai sebatas betis yang berwarna putih selaras dengan warna kulit yang mendominasi. Sedangkan Rangga memakai kaos putih celana jeans hitam hingga menggambarkan lekuk roti sobek di dada nya, tadinya Rangga memakai jaket hitam yang kini sudah berada di tubuhku. Tentu saja aku sudah kepanasan di tengah hari bolong memakai jaket hitam miliknya. Dari tadi aku sangat ingin melepaskan jaket ini, tapi mata tajam Rangga mengarah padaku hingga aku membatalkan niat melepaskan nya.

Tentu saja orang-orang yang berada di samping kami memerhatikan percakapan sengit lewat mata kami yang beradu.

"Kamu nggak kepanasan ya?" tanya gadis di samping ku.

"Enggak kok" jawabku dengan keringat yang sudah meluncur deras.

Aku menatap Rangga manja agar dia mengizinkan ku melepaskan perihal jaket ini.

"Enggak!" kata Rangga yang membuat dua pasangan di samping kami heran.

Aku memasang wajah kesal pada Rangga, cuaca saat ini sangat panas hingga semua pengunjung di tempat ini memakai baju kaos yang tipis sedangkan aku terbungkus bagaikan kepompong.

Aku mengangkat kepalaku mencari sumber kipas angin dan ternyata tidak terjangkau oleh tempatku.

Brukk

Aku menjatuhkan kepalaku di atas meja dengan keadaan mengenaskan. Kaki Rangga yang saat ini mencolek kaki ku, tapi tidak ku hiraukan.

"Gak usah colek-colek, aku gak mau makan. Kamu aja yang makan di sini" ucapku kesal ingin meninggalkan tempat itu.

Tep

"Biar aku yang lepasin" tutur Rangga melepaskan jaket di tubuhku. Akhirnya dia melepaskan jaket menyesakkan ini dan mengikatnya di pinggang ku. Aku kembali ceria dan duduk kembali di kursiku.

Kedua lelaki yang berada di samping Rangga memerhatikan ku dengan gemes.

"Udah punya pacar, matanya jangan gatal!" ketus Rangga pada lelaki yang berada di samping nya.

"Maaf, suami saya lagi pms" ucapku yang membuat kedua perempuan di samping ku tertawa.

"Mereka saudara saya kak dan di samping saya teman sekolah" jawab gadis itu.

"Suami kakak ganteng banget" puji gadis itu.

"Makasih" jawabku ramah.

"Nama kakak siapa?" tanya gadis di samping ku yang sangat aktif

"Saya Ran, kalau kalian?"

"Saya Vina kak, mereka Aldo dan Aldi dan ini sahabat saya Jihan" jawab Vina ramah.

"Vina? Salam kenal" ucap ku pada mereka. Aku sedikit teringat sahabat mulut ember ku yang sifatnya seperti gadis ini.

"Kakak kuliah ya?" tanya lelaki di samping Rangga.

"Udah selesai, kalau kamu?" tanya ku

"Saya kuliah di UI jurusan Arsitektur semester lima" jawab Aldo.

"Kakak kelihatan muda, aku pikir kakak maba" kata Aldi

(Maba artinya mahasiswa baru) karena warung ini dekat dengan universitas Indonesia.

"Kakak skincare nya apa? Kakak cantik banget" tanya Vina

Aku kebingungan harus menjawab apa pertanyaan gadis itu.

"Belajar aja dulu yang rajin, gak usah mikir skincare" kata Rangga.

"Mulut kakak pedes banget sih, untung ganteng" kata Vina kesal.

"Sayang, jangan gitu" ujarku pada Rangga.

Makanannya sudah sampai bersama dengan makanan mereka yang semeja dengan ku.

"Bismillahirrahmanirrahim" aku memakan makanan itu dengan suapan pertama yang sangat menggugah selera.

Kakak beradik itu juga makan menu yang sama seperti ku. Tapi saat ini lelaki yang berada di hadapanku sedang kesusahan memakan makanan miliknya karena tangannya yang masih terluka.

"Aldo, bisa tukeran tempat" ucapku ingin duduk di samping Rangga.

"Bisa kak" jawab Aldo pindah posisi dengan ku.

"Biar aku ditengah, kamu di sudut" kata Rangga pindah ke tempat duduk Aldo sedangkan aku duduk di kursi Rangga.

Huh, ribet kalau sama Rangga yang posesif banget.

"Sini aku suapin" tutur ku menyuapi Rangga.

Rangga menuruti perintah ku, dia diam dan menunggu sendok masuk ke mulut nya.

"Sstt.." keluh Rangga.

"Kenapa?" tanyaku.

"Panas" manja Rangga menunjukkan nya pada mereka.

Aku meniup makanan yang akan masuk ke mulut Rangga tanpa menghiraukan orang-orang yang memerhatikan kami.

"Terus kamu?" tanya Rangga memerhatikan aku yang hanya menyuapi dia.

"Gak usah banyak ngomong, diem" titah ku pada Rangga yang menuruti perkataan ku.

Mulut mereka mengunyah tapi mata mereka yang sibuk memerhatikan kami, hawa panas semakin menjadi-jadi di warung itu hingga aku merogoh karet gelang untuk menguncir kuda rambut ku yang bergelombang.

Aku seperti selebriti karena terus diperhatikan oleh mata-mata jantan di warung itu. Terlihat lekuk leher ku yang membuat mereka menelan ludah. Apa aku semenarik itu?

"Sayang, makan nya kita bungkus aja, aku gak suka mata mereka lihat kamu. Kalau nolak, aku langsung eksekusi kamu di sini" bisik Rangga langsung memanggil kasir pemilik warung amperan jalan.

"Mba, ini semua di bungkus. Sekalian pesanan mereka" kata Rangga membayar tagihan kakak beradik yang satu meja dengan kami.

"Wahhh, makasih ya kak. Kita boleh nambah seporsi gak kak?" kata Vina bersemangat.

"Pesan sebanyak yang kalian suka, suami saya akan membayar semuanya" jawabku pada mereka.

"Kamu tunggu di mobil, aku bayar dulu. Vina, kamu bisa bantu istri aku ke mobil?" pinta Rangga tidak ingin aku berlama-lama di tempat itu.

"Bisa dong, mari kak Ran" kata Vina membawaku sampai masuk ke mobil.

"Makasih ya Vin" ucapku pada gadis aktif itu.

"Sama-sama kak" jawabnya ramah dan pergi meninggalkan ku.

Saat berada di rumah, Rangga segera memerintahkan pelayan memanaskan pesanan di warung yang sudah dingin. Karena posesif Rangga sangat komplikasi membuat ruang gerakku di kontrol oleh dia.

"Makan nya di kamar, biar gak bolak balik" kata Rangga menggendong ku ke kamar tanpa bertanya padaku.

"Mau makan di sini! Turunin aku" ucapku pada Rangga.

"Habis makan langsung tidur siang, gak usah banyak tingkah, kamu itu butuh istirahat" kata Rangga menaiki tangga dengan santai.

"Aku berat ya?" tanyaku melihat reaksi Rangga yang biasa saja.

"Berat badan kamu udah turun, makan yang banyak" kata Rangga melihat ke depan.

"Jadi dulu aku berat!"

"Sayang... nurut aja ya. kok kamu keras kepala banget sih!" keluh Rangga membuang nafas berat

"Kebalik sayang, seharian kamu yang keras kepala bangeeettt" pikirku.

"Diem" tegas Rangga.

Aku langsung diam tanpa membalas ucapan Rangga hingga tiba di kamar kami.

"Mau ke mana?" tanya Rangga setelah meletakkan ku di kasur. Kemudian aku turun dan berjalan menghampiri sebuah ruangan.

"Mau mandi, gerah!" keluh ku sudah berada di pintu kamar mandi.

"Aku bantuin ya sayang" kata Rangga melangkah menghampiri ku tapi dengan gesit aku segera mengunci pintu hingga Rangga tidak sempat masuk.

"Enggak usah modus! Aku bisa sendiri" teriak ku yang berada dalam kamar mandi.

Dengan segera aku mandi dan memakai kaos Rangga yang berukuran full size bagiku. Saat seseorang masuk membawa makanan yang dipanaskan.

"Kak Sari! Apa kabar?" sapa ku tidak percaya melihat ketua pelayan yang baru bertemu denganku selama 2 tahun mengambil cuti kerja di rumah ini.

"Alhamdulillah baik, maaf kakak enggak bisa datang di hari pernikahan kamu" kata kak Sari lembut.

"Enggak apa-apa kak, aku tahu kakak sibuk urusin mama kakak yang sakit. Sekarang keadaan nya gimana?" tanyaku penasaran.

"Alhamdulillah, mama udah sembuh" jawabnya.

"Jadi kak Sari kerja di sini lagi dong" pikirku sangat ceria.

Dia tersenyum lebar melihat ku yang sangat bahagia "yeyyy! Akhirnya aku gak kesepian lagi di rumah" aku memeluk kak Sari karena dari dulu kami sudah mengenal dan sangat dekat.

"Nih, sekarang makan dulu. Habis itu istirahat" perintah kak Sari padaku. Aku melihat sekeliling mencari seseorang yang dari tadi menungguku ke luar.

"Cari Rangga?" tebak kak Sari melihat gerak gerik ku.

"Tadi Rangga dapat telfon, kayaknya dari perusahaan. Dia buru-buru pergi terus dia pesan kalau kamu harus habisin ini semua terus istirahat" kata kak Sari lembut.

Perasaan Rangga masih cuti jagain aku, apa mungkin ada masalah di perusahaan?

"Iya, aku habisin ini semua terus istirahat" jawabku manja. Kak Sari sudah ku anggap sebagai saudariku, jadi dia sangat mengenal ku, kesukaanku juga semua hal yang membuat ku sedih atau marah.

Setelah mengobrol begitu lama dengan kak Sari hingga aku tidak tahu pukul berapa aku tertidur saat bersama nya.

"Kamu masih sama seperti Ran yang ku kenal dulu, ceria, ramah, polos dan makin manja" kata kak Vina menaikkan selimut ku sebatas dada.

"Kamu itu orang yang paling spesial di keluarga ini. Sehat selalu" kata kak Sari mengelus kepala ku lembut dan meninggalkan ku sendiri yang sudah terlelap.

Jika kamu ingin dihargai dan di sayangi oleh orang-orang disekitar mu, maka lakukanlah hal yang sama pada mereka dengan hati yang tulus.

jangan lupa rate, follow, dan komentar kalian. love you guys

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience