"Sayang, bangun" Panggil Rangga lembut.
"Jam berapa sekarang? " Tanyaku yang masih di dalam selimut bersama Rangga
"Jam 4 shubuh" Jawab Rangga menatapku.
Aku masih mengusap mataku yang masih sangat kantuk dan lelah. Rangga tersenyum melihatku saat aku menatapnya, aku merasa ada yang tidak familiar di wajahnya "kamu kok mata panda?. Kamu gak tidur ya semalam? " Tanyaku.
"Aku.....tidur kok"jawab Rangga menyangkal dan mengalihkan pandangannya.
"Bohong itu dosa loh sayang" Gombalku yang mencoba mencari tahu yang sebenarnya. Rangga pun memberitahu alasannya.
"Semalam, kamu mengigau menyebut nama papa kamu sambil menangis, aku takut kamu kamu Kenapa-napa jadi aku jagain kamu biar kamu tenang" Jawab Rangga.
Aku menangis di hadapan Rangga, mencoba untuk mengikhlaskan kepergian Ayahku, tapi ketika aku melihat semua barang Ayah, tempat dan Rumah ini membuatku mengingatnya setiap saat. Semua pengelihatan dan ingatanku selalu mengarah pada Ayah. Sungguh berat melepaskannya.
"Rangga, setiap aku mengingat Ayah air mataku selalu mengalir tanpa aku sadari" Keluhku di hadapan Rangga.
"Aku tahu ini berat. Tidak apa apa jika kamu sedih dan menangis tapi jangan meratapi semua ini. Lebih baik kita sholat tahajjud dan mendoakan Ayah agar tenang di sana" Bujuk Rangga memelukku.
"Aku gak bisa nafas" Keluhku pada Rangga yang memelukku sangat erat belum lagi ingus yang berada di hidungku karena selalu menangis.
Aku bergegas menuju ke wastafel kamar mandi ku bersama Rangga. Dia menunggu ku kemudian menyiapkan mukena juga sajadah yang sudah tertata rapi mengahadap kiblat. Aku memperbaiki posisi songkok Rangga yang masih miring karena rambut yang masih berhamburan.
"Tunggu bentar sayang, rambut kamu masih berantakan nih, tolong pegangin dulu songkok kamu aku rapihin dulu rambut kamu" Perintahku pada Rangga yang berada di depanku.
Dengan fokus aku memperbaiki rambut Rangga yang basah berantakan dia masih mencoba mempermainkan aku.
"Rangga, turun ke bawah dikit kaki aku sudah keram jinjit mulu, kamu sih tinggi banget" Keluhku yang sudah berusaha keras meraih rambutnya. Rangga segera menundukkan kepalanya hingga wajah kami sangat dekat.
"Gini? " Tanya Rangga menundukkan kepalanya ke wajahku sambil tersenyum manis.
"Iya" Jawabku tersipu malu karena ketampanan nya.
Setelah rambut Rangga rapih kami segera sholat tahajjud dan berdoa kepada Allah SWT,mengaharapkan agar papa di tempatkan ditempat terbaik di sana. Setelah itu kami berdzikir sambil menunggu Adzan shubuh berkumandang. Saat itu kami berada di kamar terdengar suara kak Hendra mengumandangkan adzan di ruang tamu, ibuku segera menghampiri dan mengajak kami untuk sholat shubuh berjamaah.
"Loh, sudah bangun ya. Sholat berjamaah di bawah yuk" Ajak mama yang melihat kami sedang berdzikir bersama-sama.
"Iya mah" Jawab kami berdua menuju ruang tamu. Ternyata di ruang tamu orang orang sudah berkumpul termasuk mertuaku dan beberapa pembantu di rumahku.
Ketenangan menyatu menjadi sebuah kedamaian hati yang sedang sedih. Semua tertunduk di hadapan Allah SWT karena memohon ridho dan kasih sayang demi orang yang dikasihi.
Kami pun memulai pagi dengan suasana hati yang masih berduka tapi kini merasa tenang karena semuanya saling menguatkan.
Kak Hendra memerintahkan aku dan Rangga untuk memesan ketring dan kue saat malam nanti. Karena malam ini adalah takziah Ayahku yang terakhir kali.
Aku dan Rangga menuju ke lokasi tempat tujuan utama kami. "Sayang, kayaknya beberapa hari lagi aku akan balik ke Jakarta" Ucap Rangga yang sedang menyetir mobil.
"Lohhh, ngapain? " Tanyaku menatapnya.
"Kata Papa aku akan bekerja di perusahaan nya" Jawab Rangga.
"Jangan kerja dulu" Ucap ku manja sambil menatapnya.
"Loh, kenapa sayang? "Tanya Rangga lembut.
"Aku gak mau jauh dari kamu" Jawabku mulai sedih dan mataku mulai berkaca kaca.
Rangga merasa berat hati melihat ku, akhirnya dia menepikan mobil di pinggir jalan. "Sayang, kalau begitu aku bolak-balik saja dari Bandung ke perusahaan Papa di jakarta"kata Rangga.
"Tapi kamu pasti lelah kalau tiap hari bolak-balik" Kataku mencemaskan suamiku.
"Enggak kok sayang. Meskipun perjalanannya jauh demi kamu aku pasti bisa" Jawab Rangga memastikan.
"Tapi aku gak mau, aku takut kamu kenapa napa dijalan karena kelelahan. Bahaya Rangga" Pikir ku.
"Aku juga gak mau bawa kamu ke Jakarta, mama sama adik mu masih membutuhkan kamu di sini sayang"pikir Rangga.
"Jadi gimana dong? " Tanyaku menatap Rangga yang mulai bercucuran air mata.
"Lohh, kok nangis sih" Kata Rangga cemas.
"Pokoknya aku gak mau kamu jauh jauh dari aku" Kataku memeluk lengan Rangga seperti seorang gadis mempertahankan mainan miliknya yang ingin direbut orang.
Rangga menyembunyikan senyuman nya dariku karena melihat tingkahku seperti anak anak
"Anak manja satu ini, aku gak bisa nolakkk"jawab Rangga memelukku karena gemes.
"Biar aku yang bujuk papa supaya kamu lebih lama di sini. Aku gak mau barang milik aku jauh-jauh" Kata ku asal asalan.
"Mulutnya manis banget sih, siapa yang ajarin"tanya Rangga
"Kamu yang ajarin"Jawabku polos. Rangga tersenyum dan mulai tak berdaya karena sifat manjaku padanya. Dia mulai mengambil keuntungan dari ku.
" Aku selalu terhipnotis melihat kamu Ran"ucap Rangga mendekatkan wajahnya di depanku.
Beberapa detik kemudian handphone ku berdering, setelah melihatnya ternyata kak Rizki yang menelfon.
"Jangan diangkat "kata Rangga mencoba menahan tanganku yang sedang memegang handphone.
"Mungkin ada sesuatu yang penting" Pikir ku.
"Jadi sekarang gak penting? " Tanya Rangga yang sebenarnya ingin menciumku.
"Enggak lah" Jawabku ketus, mencoba membuat Rangga cemburu. Dengan sigap Rangga merampas handphone ku dan membuangnya ke kursi belakang mobil.
"Kamu cari gara-gara sama aku ya" Tanya Rangga yang melanjutkan kegiatan yang belum tuntas.
"Aku lagi flu Rangga. Nanti ketularan" Ucapku.
"Aku gak peduli" Jawab Rangga.
Beberapa detik kemudian handphone Rangga berdering membuatnya mengerutkan keningnya
"Siapa lagi sih ini" Keluh Rangga langsung mengangkat telfonnya.
" Halo, ini aku mau bicara sama Ran? "
"Siapa sih? " Tanya Rangga
"Hendra" Jawab kakakku.
"Ohhh, kak Hendra. Maaf kak kirain tadi tukang tipu" Jawab Rangga tak karuan karena kaget ternyata kak Hendra saudaraku. Rangga segera memberikan handphone nya padaku.
Aku tertawa melihat reaksi Rangga yang tidak berkutik dihadapan kak Hendra.
"Huhh, selalu saja seperti ini" Keluh Rangga menghela nafas
Cup
"Udah cukup gak? " Tanyaku mengecup pipi Rangga.
"Belum" Jawab Rangga tegas.
"Sudah cukup, aku gak mau kamu ketularan flu sama aku"jawabku memberi harapan yang membuat Rangga lesu.
akhirnya kami sampai di tempat tujuan
"Ada yang bisa dibantu mba? " Tanya seorang karyawan padaku.
"Saya mau pesan nasi kotak sama kue nya juga" Jawabku.
"Silakan duduk dulu mba, biar saya panggil bos saya" Pesan si karyawan padaku.
"Halo" Sapa seorang wanita tua pemilik usaha ini.
"Halo " Balasku sambil mengulurkan tangan.
"Tadi karyawan saya sudah menjelaskan pada saya keperluan mba. Jadi mba mau pesan semuanya berapa? " Tanya pemilik ketering itu.
" Untuk 1000 kotak saja sekaligus sama kuenya "jawabku
" 3000 saja sekalian "kata Rangga yang menghampiri ku.
"Lohh, itu kebanyakan Rangga. 1000 kotak nasi itu sudah cukup Rangga"bisik ku pada Rangga yang berada di samping ku.
"Gak apa apa kok. Ini sekalian saya bayar tunai saja" Kata Rangga memberikan kartu kreditnya.
"Kalau begitu kapan kami mengantarkan makanan nya? " Tanya si pemilik toko
"Saat magrib pukul 06:30 boleh mba" Tanyaku
"Boleh" Jawabnya.
Aku menatapnya penuh kebingungan hingga saat di dalam mobil. "Aku ajak kamu bukan berarti kamu yang bayarin semuanya Rangga" Ucapku yang sudah berada dalam mobil.
"Memangnya kenapa kalau aku yang bayarin?" Tanya Rangga.
"Kamu pikir aku gak bisa bayar? Lagian ngapain kamu pesan banyak makanan nya, ini itu bukan acara pernikahan cuma Tak'zia. Kakak aku cuma undang kurang lebih 500 anak yatim dan pesantren. Terus sisanya mau di kemanain, mubazir Rangga" Ucapku berdebat dengan Rangga.
"Aku cuma mau bantu Ran. Kalau kelebihan kita bagikan saja ke orang lain" Jawab Rangga lembut.
"Kalau mau bantu tanya dulu Rangga jangan langsung pesan sebanyak itu. Kamu punya waktu untuk bagikan ke orang lain? " Tanyaku yang mulai memanas.
"Ya, setidaknya persiapan kita itu melebihi dari orang orang yang datang malam ini. Mungkin akan banyak orang yang datang. Jangan sampai kita kekurangan persiapan." Jawab Rangga yang sudah memikirkan semuanya dengan matang.
"Terserah, makasih udah bayarin" Ucapku ketus.
"Aku fikir dengan bayarin semuanya kamu bisa senang" Kata Rangga.
"Senang kamu bilang, aku itu mikirin kerugian nya Rangga" Jawabku yang sangat perhitungan pada pengeluaran yang boros.
"Yaudah, aku salah pesan nya banyak. Kalau gitu kita batalkan saja pesanan nya dan kembali ke pesanan kamu yang di awal" Kata Rangga yang ingin kembali menuju toko itu.
"Gak usah, kita balik aja ke rumah. Aku males" Bentak Ku.
"Ran, bisa ngomong baik baik gak. Aku gak suka cuma gara-gara masalah kecil gini kamu marah marah dan pasang wajah kesal ke aku" Kata Rangga dengan tegas.
"Masalah kecil kamu bilang. Rangga aku tahu kamu itu orang kaya bukan berarti kamu pesan seenaknya" Bentak Ku.
"Cukup! Aku gak mau lagi berantem sama kamu" Kata Rangga yang menahan amarahnya.
Akhirnya selama perjalanan kami hanya diam seperti patung tanpa mengatakan apa apa. Aku hanya memandang ke luar jendela mobil selama perjalanan, juga kadang-kadang mengecek handphone ku. Sedangkan Rangga hanya fokus mengemudi sambil melirik ku diam diam.
sebagai penulis saya meminta maaf kepada semua pembaca setia yang masih bisa menunggu hingga saya bisa update lagi.Terimakasih banyak :)
Share this novel