Saat malam menunggu Rangga belum juga kembali saat tadi siang, aku masih berada di atas kasur sambil melihat layar kotak persegi di depanku.
Ting tong...
Ddrrttt...
"Ran, gue di depan rumah lo. Gue bawa hadiah! Buruan ke bawah!" pesan Vina melalui whatsapp.
Segera aku menuju ke ruang tamu menghampiri Vina.
Tak
"Vin, kamu bawa hadiah apa sih?" tanyaku melihat Vina memakai tas Ransel yang berada di depan, biasanya tas Ransel berada di belakang tapi kini berbeda.
"TARAAA..." suara Vina menyerahkan sebuah tas berisi kucing di dalamnya.
"OMG... ini kan... gemessshhh bangettt" pujiku melihat kucing yang berumur 5 bulan.
"Iya, ini hadiah buat kamu dari aku sama Reza" kata Vina " sorry Reza nggak bisa dateng karena dia lagi sibuk" serah Vina padaku.
"Ini... buat aku?" pikirku melihat kucing impor dari luar negeri.
"Iya dong, Aku porotin Reza biar bisa beli kucing ini" bisik Vina.
"Kamu tuh ya, awas aja kalau kucingnya kamu minta balikin. Aku gak bakalan kasih" ucapku sudah memeluk erat tas kucing itu.
"Iya, aku udah punya alasan kalau Reza minta balikin duit dia" kata Vina perlahan melangkahkan kakinya menjauh dariku.
"Loh, gak mau masuk dulu?" tawarku pada Vina perlahan meninggalkan ku
"Gak bisa Ran, aku mau kencan sama seseorang" balas Vina buru-buru.
"Semoga lancar kencan nya biar kamu gak jomblo mulu" ucapku melambaikan tangan perpisahan pada Vina.
"Tenang aja, cuma hiburan doang kok" teriak Vina dari kejauhan.
Dasar playgirl.
Aku menaruh kucing yang masih berada di dalam tas itu di atas sofa yang berada di depanku.
Perlahan aku membuka res tas itu dan menunggu dia melangkah menghampiri ku.
OMG... kucing ini sangat menggemaskan, warna bulu kucing yang becorak seperti macan putih .
Ketika aku melihat jenis kelamin kucing yang ku beri nama Pushi ternyata dia laki-laki.
Perlahan dia berjalan menyusuri sofa yang sedang ku duduki hingga berhenti di depanku. Dia bersikap manja padaku, mencoba mengajakku bermain.
Meong
Suara kecil yang masih seperti bayi kucing hingga membuat ku tidak tega membiarkan kucing itu sendiri tanpa saudaranya.
"Tenang aja Pushi, aku pasti selalu ada buat kamu" ucapku pada kucing itu, entah dia mengerti atau tidak tapi dia mengerti kalau aku sangat menyayanginya.
Segera aku memesan sepaket makanan bersama semua perlengkapan kucing melalui aplikasi, tentu saja aku menggunakan uang Rangga untuk membayar semuanya. Beberapa menit waktu berselang kurir datang membawa semua pesanan milikku. Aku sangat excited membuka setiap dos perlengkapan kucing itu.
Secepatnya aku memberikan susu juga makanan agar dia kenyang dan segera istirahat. Aku menaruh rumah kucing nya di dalam kamar kami agar aku bisa selalu memerhatikan Pushi.
Aku segera membawa Pushi menuju kamar, kini dia adalah teman dikala aku sendiri di kamar ini. Aku menaruh nya di atas ranjang yang saat ini aku sedang bersandar di atas kasur mengajak Pushi bermain dengan jemariku, entah kenapa dia suka menggigit jari telunjuk ku meski aku hanya merasa geli.
Sekarang sudah menunjukkan pukul 08:00 malam, Pushi tertidur di sampingku yang sudah ikut berbaring sambil mengelus nya dengan lembut.
"Aku pulang sayang" kata Rangga berada di ruang tamu. Biasanya aku menyambut dia dengan sebuah pelukan saat masuk ke rumah. Tapi sepertinya aku terlalu bersemangat dan fokus pada hadiah yang sangat menggemaskan ini. Melihat bayi kucing ini yang tertidur pulas tepat di depanku hingga Rangga masuk dan tidak mendapatkan aku di sana.
"Sayang!!" Kata Rangga bersemangat masuk ke dalam kamar dan langsung menghampiri ku. Dia belum menyadari kalau ada mahluk hidup yang sedang berada di atas kasur menempati bagian Rangga saat tidur.
"Syuuuttt, jangan ribut sayang. Bayi aku lagi tidur" ucapku menahan mulut Rangga. Wajah kebingungan Rangga melihat ku tidak percaya.
"Kamu... " Rangga kebingungan dan menurunkan tatapannya ke perutku.
"Bukan!, Ini nih" ucapku membuka selimut yang menutupi Pushi yang tertidur pulas.
"Punya siapa sayang?" Tanya Rangga melihat gemes kucing itu
"Dari Vina, tadi aku dapet" balasku.
"Ohhh... pantesan aku masuk gak ada yang sambut, ternyata gara-gara kucing jelek ini" kata Rangga kesal dan langsung mengangkat kucing itu kasar hingga terbangun kaget.
Plakk
"Ihhh Rangga!, Kamu kok kasar banget sama Pushi. Tuh! Dia kaget Rangga" ucapku memukul tangan Rangga dan mengambil Pushi dari Rangga.
"Pushi? Nama dia Pushi!. Yang ada kucing ini tuh bikin pushinggg tahu gak" kata Rangga tidak suka aku memanjakan kucing itu.
"Terus kenapa rumah dia ada di kamar kita?" Tanya Rangga melihat rumah Pushi di sudut kasur kami.
"Biar aku bisa pantau dia kalau malem" jawabku.
"Gak boleh, aku gak suka di ganggu kalau sama kamu" kata Rangga memindahkan semua barang Pushi keluar kamar.
"Sayang... jangan dikeluarin rumah anak aku" manjaku pada Rangga agar dia menaruh nya kembali masuk.
"Gak mempan, kucing itu cuma jadi beban kamu. Awas aja kalau kamu suruh aku urusin dia juga" kata Rangga masih sibuk memindahkan semuanya.
"Kan kamu papahnya juga"
"Anak aku itu manusia bukan hewan" balas Rangga.
"Terus papanya siapa dong?" Pikirku asalan.
"Mmm... Pushi, kita cari papa baru ya anak manis mama" ledekku pada Rangga agar dia mau menerima Pushi di rumah ini.
"Pushi, papa yang cocok siapa ya?" ucapku lagi masih stay di atas kasur sambil melirik Rangga yang sibuk bolak-balik.
Rangga berdiri di depan pintu kamar sambil menatapku kesal, "kita telfon papa Hendra ya" ucapku mengambil handphone di atas nakas.
Segera Rangga menghampiri ku geram dan langsung mematikan panggilan ku.
"Aku papanya" singkat Rangga mengurungku dalam tubuhnya.
Aku tersenyum lebar menatap ke dalam mata Rangga yang juga menatap ku mesra.
"Kamu habis dari mana sih? kok baliknya lama?" Tanyaku masih dalam posisi yang tidak berubah.
"Dari kantor" balas Rangga mengecup dahi ku lembut.
"Ngapain?"
"Kerja" jawab Rangga mengecup kedua pipiku.
"Mmm... boleh gak aku melihara Pushi di rumah ini?" Tanyaku masih memeluk Pushi dalam pelukan ku. Kini Pushi menjadi pembatas antara aku dan Rangga dalam posisi... ehemm.
"Boleh. Tapi..."
"Tapi apa?"
"Apa aku bisa melakukannya malam ini?" Tanya Rangga berharap.
"Em" jawabku singkat.
"Tapi Pushi gimana?" Pikirku
"Biar aku yang urus" kata Rangga membawa Pushi keluar kamar dan menaruhnya di tempat yang sepantasnya.
"Mandi dulu" pesanku pada Rangga.
"Gak perlu" tolak Rangga tidak sabaran.
"Kalau gitu aku main sama Pushi aja malam ini" ucapku agar Rangga segera mandi.
"Oke. Aku mandi, jangan salahkan aku jika nantinya kamu gak bisa jalan lagi besok pagi" bisik Rangga di telinga ku dan segera masuk ke kamar mandi.
Aku tidak menghiraukan perkataan Rangga dan menuju ke luar karena belum puas melihat Pushi yang sangat menggemaskan.
Ternyata Rangga memindahkan rumah Pushi di sudut depan kamar kami. Untung saja Pushi nyaman dengan rumah barunya, dia bermain dengan sebuah bola kecil yang ku belikan di dalam rumah nya di atas kasur kecil yang sudah teratur dengan nyaman.
Aku hanya tersenyum melihat bayi kucing yang sedang bermain hingga
Tak
Bunyi pintu kamar terbuka, Rangga yang hanya memakai handuk kecil berwarna putih sebatas lutut melihat ku di depan pintu. Wajah kesalnya kembali lagi karena tidak mendapati ku di atas kasur dan hanya bermain di luar.
Tanpa banyak bicara dia langsung mengangkat ku seperti karung beras dan menjatuhkan ku di atas ranjang king size milik kami.
Rangga melepaskan kain yang menutupi tubuhnya tanpa ragu di depanku. Tentu saja aku sudah melihat semuanya dengan jelas.
"Ihhh! Rangga mesum!!" Ucapku menutupi kedua mataku dengan tangan
"Biar kamu tahu kalau aku serius atas bawah" kata Rangga.
Tangan Rangga mulai bekerja melepaskan semua yang berada di tubuhku seenaknya. Memasukkan ku ke dalam selimut bersamanya yang sudah kehilangan akal sehat.
Malam ini dia sangat bersemangat hingga perasaan ini sangat mendebarkan juga kegugupan yang aku rasakan ketika mata Rangga menatapku penuh gairah.
"Bersiaplah, kali ini aku akan menjadi ayah yang sesungguhnya" bisik Rangga di malam yang sangat panas itu.
"Sayang, bangun. Mandi terus kita sholat shubuh" panggil Rangga membangunkan ku pada pukul 04:00. Rangga yang tidak tidur setelah melakukan itu sepanjang malam langsung mandi dan mengajak untuk sholat.
"Aku baru mau bobo Rangga, dikit lagi. Aku gak sanggup" keluhku di atas kasur berbungkus selimut.
"Aku bantuin kamu ke kamar mandi" kata Rangga menggendong ku yang hanya memakai kaos putih full size.
Saat berada di dalam Rangga sudah menyiapkan air hangat untuk ku. "Mau di bantuin lagi mandinya?" Tawar Rangga tidak tega melihat bekas hasil semalam memenuhi tubuhku
"Aku bisa, tunggu di luar aja" jawabku masih sangat kantuk. Tapi setelah mandi rasanya sangat segar.
Senyuman Rangga yang menatapku penuh cinta membantuku memilih pakaian dan langsung sholat shubuh bersama.
Setelah sholat jam masih menunjukkan pukul 04:50. Diluar pun masih sangat gelap dan akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke kasur dan melanjutkan tidur ku tanpa menghiraukan Rangga yang membereskan peralatan sholat kami.
Aku menyelimuti diriku dengan selimut tebal dan siap bermimpi indah, lagi-lagi si mesum masuk ke dalam selimut dan memeluk ku dengan erat dari belakang.
"Kamu wangi banget" kata Rangga mengendus wangi tubuhku. Sifat mesumnya datang lagi.
"Sayang, sekali lagi yuk" bisik Rangga mulai menjalar masuk ke atas pinggang
Aku hanya membuang nafas berat " apa semalam gak cukup? Aku udah lelah sayang" ucapku menghadap ke arah Rangga menyentuh pipinya.
"Ini yang terakhir. Biar aku yang urus, oke?" kata Rangga memasang wajah meyakinkan ku.
Aku tersenyum memberikan kode mata kalau itu yes. Hingga matahari yang sudah berada di atas bumi menyinari kamar kami yang masih tertutup tirai. Kami masih berada dalam selimut saling berpelukan karena kelelahan.
"Kalau Dede bayinya belum jadi, berarti permainan kita perpanjangan lagi durasinya" kata Rangga pada shubuh tadi yang masih mengitari kepalaku.
Tok tok
Bunyi pintu kamar kami diketuk.
"Sayang, pintu" ucapku pada Rangga.
"Pelayan kali" jawab Rangga masih malas dan malah mempererat pelukannya.
Tok tok
Sejujurnya aku masih sangat lelah dan masih ingin melanjutkan tidur ku tapi seseorang terus menerus mengetuk pintu kamar kami.
"Sayang..." Panggilku ingin beranjak dari kasur tapi ditahan oleh Rangga.
Dia mengambil handphone nya dan menghubungi seseorang "jangan ganggu. Capek" kata Rangga hingga kami tidak mendengar suara ketukan lagi.
"Lanjut lagi tidur nya" kata Rangga meletakkan kembali handphone nya di nakas.
"Makasih" ucapku mengecup pipi Rangga.
Ketika aku melihat jam dinding ternyata sudah pukul 09:00.
"Astaghfirullah. Sayang sekarang jam sembilan. Kamu gak berangkat kerja?" Ucapku pada Rangga.
"Aku masih cuti sayang" jawab Rangga.
"Ohhh" jawabku merasa ada yang janggal.
jangan lupa comment dan follow aku
Share this novel