episode 47

Romance Completed 76642

Lagi-lagi aku terbaring di atas ranjang dengan infus yang sudah terpasang kembali.

Aku masih di bawah efek obat penenang hingga menggerakkan tubuh pun begitu lemah.

Aku hanya bisa mendengar percakapan mereka di kamar ini.

"Dokter Syifa, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Rangga cemas.

"Hasil pemeriksaan di rumah sakit menunjukkan bahwa tidak terjadi kekerasan seksual pada pasien. Ran mengalami trauma akibat kejahatan yang dialaminya" jawab dokter Syifa

"Apa dia akan seperti ini terus dokter?" tanya Rangga

"Normal bagi korban kejahatan merasa sedih, marah, tidak bahagia, dan putus asa. Depresi dan menyalahkan diri sendiri merupakan kesehatan mental serius dan tidak menandakan kelemahan, serta bukan pula sesuatu yang diharapkan akan sembuh dengan sendirinya semudah membalikkan telapak tangan. Pasca insiden, umum bagi korban mengalami insomnia, kilas balik, respon mudah kaget dan terkejut, isolasi, dan mimpi buruk, serta gejala atau mati rasa dan peningkatan rasa takut dan kecemasan. Untuk itu kalian harus siap menerima keadaan nya" tutur dokter Syifa menjelaskan secara rinci

"Apa dia bisa kembali seperti dulu lagi dokter?"tanya Rangga.

"proses pemulihan trauma membutuhkan waktu yang tak sebentar bagi korban. Tujuannya adalah korban benar-benar bisa menerima dan berdamai dengan kejadian tersebut. Kita semua harus memastikan keamanannya, termasuk keamanan emosional Ran" balas Dokter Syifa

"Saya akan melakukan apa saja demi membuat istriku kembali" kata Rangga menggenggam erat tangan ku.

"Suster akan selalu berjaga di depan kamar ini jika kamu membutuhkan nya Rangga. Saat ini kamu adalah seseorang yang sangat Ran butuhkan" pinta Dokter Syifa meninggalkan aku dan Rangga di kamar itu.

"Jangan biarkan siapapun masuk tanpa kepentingan di kamar ini kecuali orang yang di inginkan oleh Ran, semua ini demi menjaga emosional Ran agar tetap stabil" kata Dokter Syifa pada suster yang menjaga di pintu kamar kami.

"Baik Dokter" jawab suster itu patuh.

Dddrrrrtttt

Dddrrrttt

Ddrrtt

Handphone Rangga berdering.

"Ada apa kak?" tanya Rangga menerima panggilan dari kak Hendra.

Mata kami bertemu saat Rangga melihatku siuman, secepat mungkin Rangga mengecilkan suara panggilannya. Kini hanya Rangga yang bisa mendengarkan suara kak Hendra

"Polisi menemukan sebuah rekaman video yang terpasang di kamar tempat Ran disekap" kata kak Hendra

"Lalu?" kata Rangga tidak ingin aku mendengar percakapan mereka

Aku hanya diam memandangi Rangga yang sedang berbincang lewat hp

"Aku sudah mengirimkan videonya di handphone mu, sebenarnya aku tidak ingin memberitahukan masalah ini pada kamu tapi kamu adalah suami dari adik yang sangat aku sayangi. Kuatkan hatimu ketika melihat video itu" kata kak Hendra.

"Terima kasih telah memercayai ku kak" kata Rangga langsung mematikan handphone miliknya.

"Apa kamu membutuhkan sesuatu?" tanya Rangga lembut menggenggam tanganku.

Aku terbaring tak berdaya hanya bisa menatapnya dengan mata sayu. Perasaan takut selalu menyelimuti pikiran ku, aku hanya membalas genggaman tangan Rangga dengan erat.

Kenapa semua ini harus menimpaku, sedangkan aku tak pernah berbuat jahat ataupun melukai seseorang

Semua ini sangat menakutkan hingga aku tak berani untuk melihat dunia luar. Kejadian ini membuatku berhenti untuk melihat dunia bebas di depanku.

"Jangan pikirkan hal yang membuat mu tersiksa, pikirkan aku saja yang saat ini ingin melihat senyuman manis mu itu" kata membelai ku lembut.

Aku membalas nya dengan tatapan kosong, hatiku begitu berat dan sesak rasanya.

Aku hanya menutup mataku berharap hari berlalu cepat agar aku bisa melupakan semua ini.

Hingga beberapa hari berlalu, aku hanya menikmati waktuku di dalam kamar, memandangi jendela menyambut matahari hingga terbenam di bagian barat

Duduk di kursi roda selama berjam-jam tanpa sepatah kata keluar dari bibirku.

Rangga sedetikpun tidak pernah meninggalkan aku sendiri, tapi aku hanya menatapnya dengan tatapan kosong.

Mungkin amarah maupun kekesalan di dalam dirinya itu sudah menumpuk setiap kali melihat ku terpuruk dalam keadaan.

"Kita ke taman yuk" ajak Rangga lembut menyeka rambut ku.

Sentuhan nya itu beralih menuju ke wajahku, dia yang kini sedang berada tepat di hadapanku tersenyum hangat demi diriku.

Anehnya, aku tidak lagi bergairah dalam hidup. Aku ingin segera mengakhiri hidup ku yang kotor ini.

Diam dan tatapan kosong selalu menjadi jawaban setiap kali kalimat menimpaku.

"Aku tidak pernah melihat senyuman mu Ran, bantulah aku" gumam Rangga menatapku penuh harap.

"Aku bakalan kasih kamu hadiah kalau ikut aku ke bawah"

Lagi-lagi aku hanya diam membisu tak bersuara, tapi hatiku ingin mengatakan banyak hal tapi selalu saja bibir ini tak mampu mengutarakan nya.

Tes, tes, tes

Air mata kembali membasahi pipiku,

"Aku... ingin mati Rangga"

Seketika wajah Rangga berubah merah, tatapan yang tidak pernah aku dapatkan selama ini kini tepat masuk ke dalam hatiku.

"CUKUP! RAN!"

"Beberapa hari ini aku tak pernah mendengar suaramu dan ini adalah kalimat pertama yang kamu ucapkan" gumam Rangga.

Teriakan itu bergema di ruangan ini

"AKU TERSIKSA MELIHATMU SEPERTI INI! SELALU BERSABAR MENGHADAPI KAMU! JANGAN MENGATAKAN HAL YANG MEMBUAT KU GILA!!"

Tatapan mematikan darinya hanya membuat aku berfikir, kalau aku ini hanya beban bagi Rangga.

"Aku hanya menjadi beban bagi kamu. Lebih baik aku MAT...

"CUKUP!!! A... aku tidak sanggup kehilangan kamu Ran. Aku tidak sanggup mendengarnya" lelaki yang saat ini tunduk di depan ku juga ikut meneteskan air mata kemarahan.

"Sekali lagi kamu mengatakan hal itu, aku akan pergi...

"Rangga... Aku...

Brakk

Sebuah dentuman keras dari arah cermin karena Rangga.

Tes... tes... tes

Dia pergi dengan berlumuran darah di tangannya.

"Rangga!!!

"Rangga!!! Jangan tanggalkan aku. Aku takut"

"Rangga!

Brukk

Aku terjatuh dari kursi roda karena Rangga meninggalkan ku saat itu juga.

"Rangga hiks hiks hiks...

"Aku takut hiks hiks hiks...

"Rangga...

Aku berusaha untuk mengejarnya sekuat tenaga... ketakutan ku semakin menjadi jadi...

"Hiks... hiks... hiks...

Aku hanya bisa terkapar di lantai dengan tangisan yang tiada hentinya...

Aku menyadari satu hal, aku tidak bisa hidup tanpa Rangga.

"Rangga... maafkan aku... hiks hiks...

"Rangga... jangan tinggalin aku...

Hiks...

Hiks...

Hiks...

"Jangan nangis lagi, nanti mata kamu bengkak" tutur seseorang yang menghampiri ku dengan sentuhan lembut.

"RANGGA!"

Aku memeluknya erat, pelukan yang sangat dalam di dampingi oleh tangisan yang masih terisak.

"Hiks, hiks, hiks, maafin aku"

"Janji nggak akan pernah bilang itu lagi" tanya Rangga menyeka air mataku.

"Em em. Aku janji" jawabku menatapnya penuh cinta.

"Janji gak akan pernah tinggalin aku!" pinta Rangga.

"JANJI!" jawab ku memegang erat tangan Rangga yang masih bertumpu di pipiku.

"Tangan kamu...

"Bantu aku obatin" titah Rangga mengangkat ku ke atas Ranjang.

Rangga mengambil kotak P3K di nakas samping kasur kami.

"Pasti... sakit." Ucapku membersihkan luka Rangga dengan alkohol.

"Tidak sesakit dengan apa yang kamu ucapkan tadi Ran" jawab Rangga.

Mataku pedih mendengar ucapan Rangga.

"Jangan melukai dirimu demi aku, hatiku sakit" pintaku membalut luka Rangga.

"Ran... kamu kadang menjadi obat juga luka bagiku" Rangga menatap ku sangat dalam.

"Apa aku masih Ran yang dulu?"

"dulu ataupun sekarang, kamu adalah satu-satunya untukku. Ran yang selalu membuat ku bahagia" puji Rangga menggenggam tangan ku.

"Terimakasih sudah menjagaku selama ini"

"Terimakasih karena telah menjadi bagian terindah bagi hidup ku" jawab Rangga.

https://www.lintang.or.id/2021/09/penting.html guys.... mohon support nya. saya lagi ikut lomba puisi dan butuh banyak orang buat linknya. kalau kalian gak keberatan bisa buka linknya tapi kalau gak mau yah gak apa-apa. cukup scroll aja kok, puisinya gak usah di baca kalau mampir di link nya. bye...

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience