Saat matahari mulai menyentuh mataku dengan lembut, aku terbangun dari tidur yang melelahkan hati dan juga jiwa. Aku tidak mengingat pukul berapa aku terlelap bersama tangisan ku. Gaun yang yang berada di tubuhku semalam berubah menjadi baju tidur yang biasa ku pakai. Entah siapa yang memakaikan nya.
"Ran, ini sarapan untukmu dari Rangga" kata ketua pelayan rumah yang sudah akrab dengan ku.
"Makasih kak indah. Mana Rangga?" tanyaku pada pelayan itu.
"Rangga sudah berangkat ke kantor" jawab kak Indah lembut.
"Letakkan saja makanan itu di meja" pintaku pada kak indah
"Kamu baik-baik saja? Semalam aku mendengar tangisan mu" tanya kak indah khawatir.
"Aku juga bingung kak, aku tidak tahu harus seperti apa lagi" jawabku pada kak indah
"Aku dan semua pelayan di rumah ini sangat mengkhawatirkan kamu Ran, di sisi lain kami juga sangat mendukung hubungan mu dengan Rangga. Nyonya dan tuan juga sudah memarahi Rangga semalaman. Dia terlihat sangat kacau Ran" kata kak Indah menyaksikan semua keributan semalam.
Kak indah adalah kepercayaan mama Rachel menghandle semua macam tugas di kediaman ini, jadi kami sudah menganggap dia seperti keluarga kami.
"Terimakasih sudah memberitahu ku kak" ucapku lembut.
"Ohh iya, semalam Rangga menjaga kamu saat terlelap, dia juga yang menggantikan pakaian mu" kata kak Indah beranjak pergi meninggalkan ku.
Rangga, kamu selalu saja membuat ku luluh akan perhatian mu. Aku tidak bisa untuk terus membenci mu seperti ini.
Seharian aku merenungkan semua kejadian, pertengkaran yang terjadi selama ini. Mungkin semuanya akan baik-baik saja jika Rangga mau angkat bicara.
Saat petang, Rangga masih diam dan tidak mengajakku bicara. Wajahnya yang terlihat pucat dan terlihat sangat stres membuat ku khawatir.
"Rangga, kamu sakit?" tanya mama Rachel di meja makan.
"Em" jawab Rangga dingin.
Dia meninggalkan kami semua yang berada di meja makan saat itu juga.
"Apa kamu sudah bicara sama Rangga?" tanya mama Rachel.
"Belum mah" jawabku
"Papa juga sudah mengurus wanita itu, tapi Rangga bersih keras untuk mengurus nya. Papa hanya bisa angkat tangan. Maafkan papa Ran" kata papa merasa bersalah.
"Tidak apa pah, Ran akan bicarakan ini sama Rangga" pikirku meninggalkan mereka. Aku juga merasa perasaan ku sangat kacau dan tidak ingin membahas ini lagi.
Saat berada di kamar, aku tidak mendapati dia di ruangan itu. Saling diam seperti ini sangat menyesakkan tapi aku tidak ingin lebih dulu mengajaknya membahas ini semua.
"Kak indah, Rangga ada di mana?" tanyaku setelah menunggu beberapa jam tapi hingga pukul 12:00 malam Rangga tidak berada di kamar.
"Dia di ruang kerja, sepertinya Rangga demam tapi dia tidak perduli dan sibuk mengurus berkas perusahaan" jawab kak indah yang membawa kembali air bersama dengan obat karena ditolak Rangga.
"Biar aku saja kak" ujarku.
Perlahan aku melangkahkan kakiku menghampiri pintu yang terbuka tepat di depanku. Rangga yang masih fokus berkutat melihat komputer di depan nya dengan serius meskipun kedua alisnya berkerut kesal. Mungkin dia mencoba untuk menyibukkan dirinya agar tidak memikirkan masalah ini lagi.
Aku memerhatikan dia di depan pintu tanpa sepata kata pun, sekilas dia melihat ku tapi kembali lagi melihat komputer di depan nya. aku tidak tahu kata apa yang akan aku ucapkan.
"Ngapain kamu di sini! Aku sudah melarang mu untuk keluar dari kamar" kata Rangga dengan nada dinginnya.
"Aku... hanya ingin memastikan keadaan mu" ucapku segera menyentuh dahi Rangga. Dia diam dan membiarkan aku menyentuhnya.
"Kamu demam, istirahat sekarang juga" perintahku pada Rangga tapi dia tetap saja tidak menghiraukan aku di sampingnya.
"Percuma aku khawatir sama kamu. Lebih baik aku pergi" ucapku sangat kesal.
"Jangan sentuh aku" pintaku pada Rangga yang menahan ku pergi. Dia masih diam dan menggenggam tanganku. Perlahan dia menarik ku ke hadapannya yang masih duduk di kursi kerja.
Dia mengalungkan tangan nya di pinggangku lalu menyandarkan kepalanya di bawah rongga dadaku. Posisiku yang saat ini tepat berdiri di hadapannya.
"Maafkan aku, jangan tinggalkan aku Ran" lirih Rangga yang masih memelukku.
"Aku tidak bisa memaafkan mu Rangga. Aku sudah lelah akan semua ini"
Wajah pucat juga lesu membuat ku makin tidak ingin membencinya. Aku sangat ingin membalas pelukan Rangga yang tidak berdaya di depanku.
"Aku akan mati kalau kamu meninggalkan ku. Ku mohon... aku sangat mencintaimu. Kamu adalah hidupku Ran"
"Aku tidak akan pernah mengakhiri hubungan ini selamanya" kata Rangga.
"Ku mohon... maafkan aku, maafkan aku Ran. Aku akan berlutut di hadapanmu agar kamu mau memaafkan aku, lakukan apa saja padaku asal kamu tidak pergi meninggalkan ku" kata Rangga lemah.
"Jangan pernah berlutut di hadapanku kecuali pada mama dan papa" ucapku membelai rambut Rangga lembut.
Sejujurnya, bukan hal ini yang ku inginkan darimu Rangga, tapi sebuah penjelasan tentang hubungan mu dan dia yang sebenarnya. Aku ingin tahu apa saja yang kamu lakukan di belakang ku bersama nya.
"apa kamu sudah minum obat?" tanyaku lembut
"Aku ingin kamu yang mengurus ku" pinta Rangga masih tidak ingin melepaskan ku.
Demi kamu orang yang sangat aku cintai meski selalu melukai perasaanku, aku selalu saja memaafkan mu meski dunia ini memaksa untuk melepaskan mu.
"Kalau begitu, kita ke kamar sekarang"
Saat ini Rangga terbaring berbungkus selimut di ranjang kamar kami, dia sangat panas tapi tubuhnya menggigil kedinginan.
"Buka mulut kamu" perintahku pada Rangga. Aku membawakan bubur dan segera menyuapi Rangga yang saat ini menuruti semua perintahku.
"Minum obatnya" ucapku lagi memberikan segelas air dan pil pada Rangga.
Aku memeriksa panas Rangga dengan termometer, astagfirullah panasnya sampai 39° derajat.
"Kita ke rumah sakit" pikirku melihat kondisi Rangga yang masih belum ada perubahan.
"Aku mau di sini sama kamu" kata Rangga mengharapkan ku untuk selalu bersama dia.
"Panas kamu enggak turun juga, aku khawatir!" jawabku masih menjaga Rangga di samping ranjang kamar.
"Aku sangat kedinginan, apa kamu mau memelukku?" kata Rangga menggenggam tanganku.
"Aku akan sembuh kalau kamu memelukku" ujar Rangga meyakinkan ku.
"Aku..."
"Apa kamu masih membenciku?" tanya Rangga melihat penolakan dari gerak gerik ku.
"Baiklah, aku tidak akan memaksamu" kata Rangga melepaskan genggaman tangannya dariku.
Dia kembali masuk ke dalam selimut dan memaksa untuk menutup mata nya. Aku hanya bisa melihat punggung lelaki yang selalu menarik ulur denganku.Melihat tubuhnya yang menggigil hebat lagi-lagi membuat ku tidak tega membiarkan nya seperti itu.Aku menyentuh pipinya yang panas, dia menarik ku masuk ke dalam selimut dan langsung memelukku erat.
"Ran, aku tidak terbiasa akan sifat dingin mu padaku" keluh Rangga dengan suara lemahnya.
"Udah, gak usah ngomong lagi. Kamu harus istirahat" ucapku membalas pelukan Rangga sembari mengelus lembut wajahnya yang sudah berubah merah karena demam.
"Jangan tinggalkan aku Ran" lirih Rangga dalam tidurnya.
"Ran..." suara lemah yang ku dengar itu masuk meringkuk dalam perlukan ku.
Malam itu aku mengerti kalau dia memang tidak berniat menyakiti ku "janji gak ketemu sama Jessica lagi?" tanyaku pada Rangga saat dia terbangun dari tidurnya.
Dia mengangguk membalas ku "iya, janji" jawab Rangga.
Hingga pagi menjelang, aku masih mengompres kepala Rangga dengan kain basah agar demamnya turun dan kini panasnya sudah normal kembali. Setiap kata yang keluar dari bibir Rangga hanya maaf setiap kali aku merawatnya di atas kasur kami.
"Maafin aku" kata Rangga menatap ku lembut.
"Makan" perintah ku. Dia membuka mulutnya dengan patuh, tatapan yang tidak pernah berpaling dari Rangga padaku, yah mungkin dia masih berfikir kalau aku masih marah. Marahlah masa enggak tapi udah lega kok.
"Sayang... maafin aku" kata Rangga lagi saat aku menyuapinya suapan terakhir dari mangkuk bubur yang sudah habis.
"Sayang... maaf ukh uhuk uhuk uhuk" Rangga yang tersedak air ketika aku menyodorkan gelas ketika dia masih berbicara.
"Minumnya jangan kayak anak kecil. Tuh baju kamu basah" ucapku mengelap baju Rangga yang terkena air. Baju itu sudah tidak bisa dipakai lagi, air itu sudah membasahi kaos Rangga dan sudah sangat belepotan. Aku melepaskan baju Rangga dan langsung menggantikannya dengan yang baru.
"Makasih sayang" kata Rangga senyum manis.
"Sayang... jangan diemin aku napa. Aku gak suka kamu bisu kayak gini" keluh Rangga manja.
"Sayang..."
Cup
"Udah cukup, kamu banyak ngomong" ucapku mengecup pipi Rangga. Wajahnya berubah merah "akhh, aku serang nih!" kata Rangga gemes.
"Berarti sayangnya aku udah gak marah dong" kata Rangga menarik ku duduk di atas pangkuannya.
"Enggak, kamu istirahat gih" ucapku beranjak tapi Rangga makin mempererat pelukannya.
"Temenin aku, ya ya!" ajak Rangga tidak ingin aku tidur disampingnya.
"Kepala aku sakit, temenin aku ya" ajak Rangga memaksa. Aku mengangguk dan ikut masuk ke dalam selimut kami. Rangga mendekat dan tidak memisahkan jarak diantara kami, dadaku kini menjadi bantal Rangga yang sangat manja.
"Tidur yang bener" tuturku.
"Udah" jawab Rangga mengelus Rambut ku lembut.
Kok malah aku yang diboboin Rangga, mungkin karena semalam kami berdua tidak tidur nyenyak karena Rangga yang selalu terbangun memastikan aku di pelukan nya dan juga aku yang merawat Rangga hingga kami berdua saling memastikan satu sama lain.
guys... apa Ran terlalu bodoh mencintai seseorang seperti Rangga? jangan lupa comment. love you guys
Share this novel