40 Kemarahan Natalia

Romance Series 9660

Fiona berada di balkon sembari membawa sebuah lilin dan buku di tangan nya. Di bawah cahaya rembulan wanita itu sangat fokus pada buku yang sedang di bacanya, ditambah lagi cahaya lilin itu membantu penerang pengelihatannya.

Selain mengobati orang-orang, salah satu hobinya adalah membaca buku, baik itu sebuah buku pengetahuan, bisnis, kedokteran, puisi, ataupun sebuah novel dengan segala genre. Malam ini dia membaca sebuah buku cerita dengan genre action yang sangat membuatnya penasaran.

Kakinya yang ringan berjalan mengitari balkon kamarnya, bolak balik dengan sangat fokus dengan bukunya.

Tidak terasa dia sudah berjam-jam berdiri karena keasikan dengan buku yang dibacanya, hingga kini malam sudah semakin larut.

Dia berada sendiri di rumah, jadi dia merasa sangat bebas malam ini. Tanpa di sadari seseorang masuk diam-diam ke dalam kamarnya.

Menuju balkon tepat di mana Fiona berada. Tatapan itu membuat wanita yang sedang membaca menyadarinya.

Natalia menatapnya dalam diam, tatapan mata bersama dengan bulir air mata yang mengalir dengan deras.

"Natalia" wanita sontak meletakkan buku juga lilinnya, lalu menghampiri Natalia dengan rasa cemas.

"Ada apa? Kamu sakit?" Tanya Fiona dengan lembut. Dia belum mengetahui duka yang baru saja dia dapatkan.

"Bayiku...dia mati" lirihnya dengan dingin dan masih menatap Fiona dengan datar.

Dia merasakan kesedihan yang mendalam, memeluk tubuh yang masih memakai pakaian rumah sakit dengan lembut.

"Kamu harus kuat, dia pasti baik-baik saja di sana" lirih Fiona masih memeluk sang adik mencoba menguatkan.

Natalia baru menyadari kalau dirinya dipeluk wanita yang sangat menjijikkan baginya. Apalagi melihat rambut pirang emas yang sangat bersinar di bawah sinar rembulan semakin menambah emosi di dalam dirinya.

"Jangan menyentuh ku jalang!"

Brugh!

"Ahh!"

Fiona di dorong kuat sampai punggung nya terbentur dengan tembok balkon

"Ini semua karena kamu! Kamu yang membunuh anakku!" Teriak Natalia dengan telunjuk tajam yang mengarah pada Fiona

Wanita yang tingginya sama dengan Fiona menyudutkan dirinya perasaan marah. Keduanya sama-sama menangis.

"Apa pemberian keluarga ku tidak cukup buatmu Fiona!? Apa lagi yang kamu renggut dariku!"

Fiona menggeleng, dia tidak pernah merampas itu semua. Fiona juga larut dalam tangisannya. Mendengar hal itu, dia juga merasa iba dan memiliki tanggung jawab. Entah bagaimana menjelaskannya, perasaannya merasa takut dan bersalah.

"Bukankah kamu berjanji akan melakukan apa saja demi keluarga ini! Aku meminta itu Fiona!"

Seolah kata-kata itu adalah tanggung jawab besar baginya. Apapun itu jika menyangkut keluarga, Fiona tidak bisa menolak, kesalahan apapun yang terjadi dia harus ikut menanggung nya meskipun dia tahu kalau itu bukanlah ulahnya

Set

"Ahh!"

"Aku membenci rambut ini!" Lirih Natalia menarik rambut pirangnya dengan kasar, bahkan menjambak nya dengan kuat. Fiona tidak bisa apa-apa, dia sudah dicegat oleh Natalia di ujung balkon

"Natalia. Lepaskan!"

"Tidak. Aku ingin kamu berada di sana bersama anakku!" Senyuman licik kembali memikirkan hal yang menarik.

Tep

Dengan kuat Natalia mendorong tubuh tidak berdaya itu, mencoba menjatuhkannya dari lantai dua di kamarnya. Tapi jemari itu masih memegang kuat balkon, nasibnya bergantung pada kedua tangannya.

"Tidak Natalia! Kumohon..." Teriak Fiona sangat ketakutan. Memohon pertolongan sang adik yang hanya tersenyum melihat wajah yang sangat berharap.

"Kamu tidak akan mati Fiona, setidaknya kamu akan koma lalu mati perlahan-lahan" tawa itu terdengar renyah keluar dari bibir nya.

"Tolong aku Natalia!"

Tangan itu sudah tidak sanggup lagi bertahan, tubuhnya sudah gemetar, tangannya dipenuhi keringat dingin.

Natalia tersenyum ketika melihat lilin yang berada di wadahnya, dalam benaknya dia memikirkan hal lain. Dia mengambil lilin itu, melihat Fiona memohon ingin diselamatkan tapi dia ingin melihat wajah yang penuh siksaan.

"Ahh! Hiks hiks!"

Lilin itu sudah menetes di atas punggung tangannya. Tubuhnya semakin gemetar, menahan rasa panas yang mengalir di pelupuk jarinya. Belum lagi dia bertahan di ujung balkon menunggu kerelaan sang adik untuk menariknya kembali

"Untung saja aku hanya melihat lilin ini, bagaimana kalau aku melihat pisau bedah?"

Kali ini Fiona diam, menahan sakit dan setiap keluhan dari Natalia. Ingin membalas, tapi dia teringat janji untuk selalu menjaga dan menjadi pelindung bagi keluarganya.

"Selamat tinggal...kakak ku tercinta" ucap Natalia menginjak kedua tangannya

"No Natalia!"

Sruk.

Dengan senyuman mata itu ingin melihat dengan jelas wanita yang sudah terjatuh di bawah.

Tapi justru dia mendapatkan tatapan tajam dari seorang lelaki menggendong Fiona dalam pelukan nya.

"Kamu!" Natalia kembali menatapnya dengan sedikit nyali. Dia pergi dengan amarah yang tidak meredam

Fiona yang masih menutup matanya tidak menyadari kalau dia jatuh dalam pelukan seseorang.

"Buka matamu" lirih seseorang dengan suara berat tiada nada sedikitpun.

Sepertinya Jordan menyaksikan kegilaan Natalia pada wanita yang sangat dia jaga perasaan nya.

Anehnya air mata itu langsung berhenti, deru nafasnya sangat terasa. Bahkan tubuh lemah itu gemetar bersama keringat dingin yang membasahi rambut juga tubuhnya.

"Mulai saat ini, tinggal bersamaku"

Fiona diam, dia tidak bergeming sedikitpun. Di dalam mobil sepanjang perjalanan matanya hanya melihat bulan melalui jendela yang terbuka lebar, angin berhembus dengan kencang menerbangkan rambut emas itu dengan indah. Tapi tatapan itu penuh dengan pilu.

Dia tidak berani melihat seorang lelaki dengan rahang tegas yang semakin menegang menahan amarahnya. Fiona melipat kedua tangannya agar tidak terlihat oleh Jordan.

Tangannya memerah tapi tidak melepuh. Kejadian itu sampai membuat mereka saling diam dengan pemikirannya masing-masing.

Tiba di kediaman, Fiona masih diam saat mata tajam itu menatapnya, melihat penampakan Fiona yang sangat berantakan. Dia menunduk tidak ingin melihat lelaki yang berada di kemudi mobil sembari menatapnya.

"Aku akan membunuhnya"

Fiona menoleh, mengangkat kepalanya. Mata itu menolak dengan tegas dengan memohon.

"Apa dengan cara ini agar kamu mau melihatku?"

Dia menggeleng, dengan tatapan cemas memikirkan hal yang akan di lakukan Jordan pada adiknya.

Jordan menghela nafas menahan emosi, lebih mudah baginya untuk menghilangkan nyawa seseorang, tapi kali ini dia selalu bersabar demi sebuah ketenangan seseorang di hadapannya.

Cup

Jordan menarik kepalanya yang mungil dengan sebelah tangannya. menarik tengkuknya dengan sentuhan lembut

"Mari kita lihat sampai kapan kamu akan diam"

Seringai Jordan mencium bibirnya dengan lembut, menarik alat pengecap itu masuk ke dalam mulutnya, tangan yang masih gemetar berada di dada bidangnya menahan untuk masuk lebih dalam. Tapi kedua tangan Jordan sudah mengambil alih tubuh itu di atas pangkuannya.

"Hah..." Desahan kecil keluar di bibirnya.

"Lidah" peringatnya.

"Jangan menariknya kembali atau aku akan memerintahkan seseorang untuk melukainya saat ini juga" ancaman itu terlihat sangat nyata melalui tatapan mata intens yang masih merangkulnya dengan kuat.

"Paham?"

Wanita itu mengangguk dengan patuh, jemarinya menyentuh rahang tegas yang mulai melunak merasakan sentuhannya. Deru nafas yang saling bertabrakan semakin sesak suasana dalam mobil yang masih terparkir di halaman kediaman.

Tangan yang berada di pipinya di raih dengan lembut, melihat punggung tangan yang memerah Jordan hanya diam lalu melihat reaksi wanitanya.

"Sakit?"

Fiona tersenyum, "aku baik-baik saja" jawabnya dengan santai. Hal seperti ini memang sudah biasa dia alami.

Jordan menutup matanya dalam hembusan nafas karena tidak sanggup melihat wajah polos yang sangat murni hatinya.

"Hah! Sepertinya aku..."

Set

Fiona tidak ingin mendengarkan apapun mengenai keluarga nya, dia menarik wajah itu mendekat ke arah nya, mengecupnya lalu berlama-lama menempel kan bibir nya.

Jordan menangkap ceruk leher jenjangnya, ingin mengakses penuh seluruh rongga bibirnya dengan rakus. Tangan itu berpindah ke belakang kepala Fiona, menariknya lebih dalam lagi, dan lagi.

Satu tangannya lagi sudah masuk ke dalam piyama tidurnya. Meraba semuanya, menarik pinggang nya lebih rapat ke dadanya.

Bermain dengan lidah nya, gigitan bahkan lumatan berlanjut sampai keduanya kewalahan menghadapi nafsu yang semakin naik ke kepala.

"Lanjutkan di kamar"

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience