17 Siapa dia?

Romance Series 7177

Jordan masuk membawa beberapa jenis makanan, mangkuk berisi bubur yang di dalamnya terdapat sayuran juga daging yang dihaluskan menjadi satu. Pil di atas sebuah meja yang memiliki roda kini di dorong oleh seorang lelaki yang sama sekali tidak pernah mendorong apalagi melayani seseorang. Bahkan para pelayan di buat syok olehnya, dia melakukan semuanya sendiri tanpa melakukan perintah ataupun arahan pada bawahannya.

“Ana...” panggil Jordan dengan semangat.

Fiona yang masih bersandar di kasur hanya bisa tersenyum menyambut lelaki yang sudah berjam-jam tidak kembali padanya.

“Jordan” lirih Fiona memanggil

“ada apa? Hm” Jordan siap menyuapi dengan lembut.

Fiona semakin resah, entah bagaimana dia terlibat dalam masalah yang sama sekali tidak di ketahui latar belakangnya. Dia bingung memulai pertanyaan yang begitu banyak dalam benaknya. Apalagi dia berada di tempat yang entah berantah tapi semua fasilitas kelas dunia yang dia dapatkan.

“sudah berapa lama aku di sini?” tanya Fiona sangat serius. Tangan itu juga tidak berhenti untuk menyuapinya.

“enam minggu, dan kamu mengalami koma selama sebulan” jawab Jordan.

“bagaimana dengan ayahku? Dia baik-baik saja kan?”

Jordan terdiam, bagaimana kalau dia tidak bisa menjawab pertanyaannya, Fiona adalah wanita yang cerdas dan sangat teliti.

“aku harus kembali Jo, ayahku pasti mencemaskanku”

“Ana, kalau kamu ingin bertemu ayahmu kamu harus segera pulih. Kondisimu saat ini belum bisa untuk kembali Ana”

“tapi Jordan, aku...merasa tidak nyaman di sini. Aku ingin kembali ke rumahku” tutur Fiona dengan suara pelannya

“tenang saja, semua yang kamu dapatkan di sini adalah balas budi karena kamu sudah menyelamatkan nyawaku” tutur Jordan.

“katakan saja apa yang kamu perlukan di sini”

“aku membutuhkan handphone mu”

“kamu ingin menghubungi siapa?”

“pandu” jawabnya

“Di sini tidak diberikan akses jaringan internet, tapi kamu bisa menggunakan handphone ini” jawab Jordan sedikit tatapan kesalnya ketika nama itu di sebut. Dia menyerahkan handphone yang selalu dia bawa

Fiona langsung merebut benda itu dan menekan beberapa angka untuk menelefon seseorang.

“halo! Pandu” panggil Fiona ketika suara seseorang terhubung dengannya.

“Fiona!?”

“ini aku, bagaimana ayahku Pandu?”

“Ayahmu baik-baik saja. Kamu di mana Ana? Kenapa aku tidak bisa menghubungimu?” lirih Pandu dengan rasa cemas

“aku...”

“Ana...apa kamu baik-baik saja?”

Air mata kembali mengaliri pipi yang sudah basah, kerinduan yang sangat mendalam antar sepasang kekasih yang tidak bisa kembali menyatu. Keduanya masih menyimpan rasa yang sama, tapi takdir berkata tidak bagi hubungan mereka. Fiona membekap mulutnya dengan jemari yang menempel erat menahan isakan air mata.

“Ana. Kembalilah...aku sangat merindukanmu” lirih Pandu juga sedang menahan air matanya.

Titt.

“waktunya sarapan Ana” ucap Jordan memberikan mangkuk itu agar Fiona tidak ke pikiran. Dia sangat tahu kalau keduanya masih saling mencintai, bahkan hari-hari yang mereka lalui bersama selalu ada nama Pandu dalam kebersamaan mereka. Tentu tidak mudah melewati masa-masa sulit itu sendirian, dan Pandu adalah lelaki yang menemani Fiona selama ini, tetap saja Jordan kalah kalau seandainya Fiona harus memilih antara keduanya.

Beberapa minggu berlalu, saat ini Fiona sudah dalam masa pemulihan kakinya untuk belajar melangkah dan hari ini adalah hari pertama nya. Bersama dengan dokter profesional Fiona selalu di temani oleh Jordan yang menjadi pelatihnya.

“siap?” tanya Jordan pada Fiona yang berada di kursi roda. Dengan anggukan ragu, dia hanya bisa percaya dengan tatapan mata biru yang cerah seperti laut.

Perlahan kedua kaki Fiona di turunkan dari kursi roda. “peluk aku” pinta Jordan mulai mengaitkan kedua lengannya di pinggang ramping yang di jadikan tumpuan agar Fiona tidak oleng saat berdiri.

Dengan kuat dia memeluk tubuh itu dengan deru nafas yang sangat gugup, kaki kirinya masih terasa sakit namun tidak seperti sebelumnya. Gravitasi membuat nya merasakan berat sampai tidak mampu membuatnya berdiri sendiri.

“jangan di lepas” lirih Fiona sudah tidak sanggup

“aku tidak akan melepaskan mu” jawabnya masih memeluk pinggang itu dengan kuat

“bagaimana dok?” tanya Jordan pada dokter yang hanya menyaksikan tidak jauh dari mereka.

“biarkan dia berdiri seperti ini, kita lihat sampai berapa lama Fiona bisa bertahan” tutur sang dokter masih memerhatikan.

“kamu pasti bisa” ucap Jordan memberikan kekuatan pada wanita yang saat ini berada di hadapannya. Fiona mendongak ingin menangkap tatapan mata yang selalu ada untuknya. Meski dengan keringat yang menguncur deras, dia masih bisa bertahan meskipun tubuhnya sudah gemetar.

“dokter!” panggil Jordan merasa cemas merasakan getaran tubuh yang tidak sekuat tadi

“Fiona, kamu ingin menyerah?” tanya sang dokter pada Fiona.

Dengan nafas yang tidak beraturan, Fiona menolak dengan kukuh, dia harus bisa melewati tes pertamanya dengan baik. “bersandarlah di dadaku” tutur Jordan masih setia menjadi tumpuan Fiona dengan sabar.

Fiona memiliki tinggi rata-rata wanita pada umumnya, bahkan itu sudah di sebut normal tapi ketika bersama dengan Jordan dia terlihat sangat mungil, bahkan tubuhnya hanya sampai batas dada Jordan yang tegap dan berotot, dia harus selalu mengangkat kepalanya bahkan mendongak setiap kali berhadapan ataupun bertemu pandang, mungkin salah satu alasan dirinya selalu menghela nafas karena pegal kalau terus menerus mendongak menatap lelaki tinggi itu.

Perlahan Fiona menyandarkan kepalanya di dada bidang itu, sembari mengatur nafasnya agar lebih stabil. Rambut yang terurai basah karena keringat membuat jemari kekar itu menyekanya dengan lembut. Kini Fiona sudah lebih tenang hingga akhirnya dokter mengakhiri tes pertama Fiona dengan hasil yang sangat memuaskan.

“kamu hebat Ana” puji Jordan mengembalikan Fiona di kursi rodanya. Tidak lupa melakukan sedikit pemeriksaan dan pijatan lembut di pergelangan kaki Fiona, tentu saja dia sendiri yang melakukannya sampai dia rela mempelajari semua tata cara pemulihan patah tulang demi Fiona.

“bagaimana dok, apa ada perkembangan?” tanya Jordan sudah berada di luar mengantar sang dokter kembali ke tempatnya.

“setidaknya Fiona sudah bisa berdiri adalah kesuksesan besar, apalagi dari kondisi sebelumnya yang sangat parah bukanlah usaha yang mudah bagi dirinya. Dia berusaha keras untuk pulih adalah kekuatannya saat in” kata sang dokter ikut senang.

“berarti Fiona bisa berjalan lagi dok”

Dokter tersenyum dengan anggukan yang santai, jawaban itu sudah jelas dalam pandangan Jordan.

“terima kasih dokter” ucapnya dengan tulus. Dokter kembali tersenyum, sepertinya bukan hanya Fiona yang mendapatkan perkembangan tapi lelaki dingin yang tidak mempunyai moral di hadapannya juga sudah lebih baik dari sebelumnya

Setiap hari Fiona merenung di atas benda persegi empuk sembari menatap mentari yang datang kemudian berlalu pergi. Rasa penasaran mengenai tempat ini menjadi salah satu alasan Fiona harus melewati masa kesembuhannya.

“siapa dia sebenarnya?” benak Fiona semakin penasaran seorang lelaki yang kini menemaninya dan memperlakukannya dengan sangat baik. Tapi rasa penasaran ini membuatnya takut jikalau Jordan bukanlah manusia biasa ataupun sesuai dengan ekspektasinya. Bagaimana dia akan diperlakukan nantinya kalau kebenaran mengenai Jordan akan diketahuinya.

Entah rasa aman ataupun kekhawatiran yang dia rasakan selama di tempat ini.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience