14 Salah Sangka

Romance Series 7177

“master” panggil Hendry dengan hati-hati.

Mencoba membangunkan seorang lelaki yang masih meringkuk terlelap di samping Fiona sambil memeluknya.

“master” panggil Hendry membuat Jordan membuka mata dengan perlahan. Dia langsung melirik wanita di sebelahnya, berharap kalau mata hazel itu menatapnya kembali. Tapi, tidak ada pergerakan sama sekali. Entah berapa lama lagi dia akan menunggu kepastian ini.

Tatapan mata itu meminta jawaban yang bisa di terima atau nyawanya akan lenyap pagi ini.

Lelaki yang berada di belakang nya hanya bisa menelan ludah berat lalu menjawab tatapan itu dengan hati-hati “Anda harus kembali, ada banyak hal yang tertunda. Mereka semua menanyakan Anda”

Lelaki itu terlihat kesal, sedikit menghayal dengan raut wajah yang dingin dan tegas, sudah pasti dia akan meninggalkan Fiona karena urusan yang tidak bisa dia tinggalkan. Dia bangun lalu duduk di sudut kasur di sampingnya.

Jordan mengelus kepala Fiona dengan lembut, “kita akan berangkat satu jam lagi” jawab nya tidak lupa mengecup kening Fiona lalu siap-siap ke rutinitas membosankan seperti hari-hari sebelumnya.

Bagi Jordan memang membosankan, tapi bagi yang lainnya sangatlah menegangkan.

30 menit berlalu, Jordan sudah siap dengan penampilan sempurnanya. Sepatu kulit hitam, jam tangan berkelas di balut dengan setelan jas hitam dengan dasi yang menyesuaikan tubuhnya yang tinggi kekar namun terlihat maskulin. Ukiran rambut yang disisir rapi menunjukkan jidat yang bersih rahang yang kokoh dan tegas. Semua yang ada di tubuhnya adalah ciptaan sempurna yang wajib mendapatkan pujian dari orang-orang.

Namun dia hanya berharap pujian dari seseorang yang kini tidak bisa melihatnya dengan penampilan sempurna hari ini. Jordan kembali duduk di kasur itu, menatap nya dalam beberapa menit ke depan. “sepertinya, beberapa hari ini aku tidak berada di sisimu, tunggu aku pulang” bisik Jordan mengecup tangan dan kening Fiona lalu pergi meninggalkan kamar itu.

Jordan segera naik ke helikopternya, “Hendry” panggil Jordan yang sudah mengambil kursi di sebelahnya.

"ada apa master” tanya Hendry menoleh.

“kamu tidak perlu ikut, aku bisa menanganinya. Jaga dia untukku” pinta Jordan memerintahkan hendry untuk menetap di kastil menemani Fiona.

“kirimkan saja jadwalku pada dia” tunjuk Jordan pada pengawal yang menemaninya.

“baik master” jawab Hendry langsung turun dari helikopter dan kembali ke kastil.

Jordan menuju ke markasnya, dia mampir sebentar ingin melihat kondisi para penjahat yang menculik Fiona. terdengar teriakan bahkan jeritan dalam sel tahanan. Semuanya langsung terdiam ketika melihat Jordan melintasi mereka. Suasana sel jadi tertekan karena kehadiran malaikat maut.

Jordan berhenti di depan sel seorang lelaki yang sudah tidak berdaya, kedua tangan dan kakinya di ikat dengan sebuah rantai paku yang tajam, setiap kali bergerak maka akan merasakan sakit seperti di tusuk, mereka semua di sandarkan di sebuah dinding dengan satu jejeran. Dia adalah seorang lelaki yang menjadi pemimpin dalam penculikan Fiona.

“siapa yang menyuruhmu?” tanya Jordan dengan santai

Lagi-lagi tubuh pria itu gemetar "ampun master...ampun” ucap lelaki itu di penuhi oleh luka sayatan di mana-mana. Jordan memberikan kode. Dia langsung di sirami dengan alkohol di seluruh tubuhnya.

“aarhhghh” teriaknya meringis kesakitan.

Bughh!

Jordan memukul pria itu tepat di perutnya. “seperti yang aku katakan sebelumnya. Aku akan membuatmu merasakan sakit sampai berpikir lebih baik mati daripada merasakan hukumanku” tutur Jordan dengan santai.

Hanya satu pukulan saja sudah mampu menyemburkan banyak darah yang keluar dari mulutnya. Padahal pria itu tidak mengeluarkan reaksi memberikan pukulan dengan kuat. Sedikit terkekeh, lelaki di depannya sangat lah lemah

Dengan santai dia duduk bersandar di kursi yang sudah disediakan oleh pengawalnya. Sebuah cerutu langsung diberikan oleh sang pengawal tidak lupa membakarnya dengan santai.

Para pengawal yang menemani Jordan dan yang menjaga sel setidaknya merasa lega karena dia mengonsumsi cerutu nya. Artinya dia masih bisa mengontrol perasaan buas di dalam dirinya. Kalau tidak, semuanya akan musnah dalam sekejap.

Kepulan asap keluar dari mulut Jordan yang dengan sangat santai menghisap lalu mengeluarkan asapnya ke langit-langit. Mata biru itu kembali tajam melihat satu persatu orang-orang yang terikat di hadapannya.

"aku bukanlah orang yang sabar" singkatnya mampu membuat suasana hening seketika.

"Jadi..."

Secepat kilat tangan itu sudah mengangkat seorang pria dengan satu tangannya "jangan menguji kesabaran ku"

Satu tangannya sedang menggantung seseorang, satunya lagi sedang menghisap rokok yang tersemat di jari manis dan tengahnya, lelaki itu terangkat seperti barang ringan tiada beban. Terlihat raut wajahnya sangat santai dan biasa saja.

"Ughh! Coughh!"

Nafasnya tersengal, pasokan udara sudah tidak ada lagi, cengkraman tangannya sangat lah erat sampai membuatnya tidak bisa bergerak.

"Coughh! Master..." Lirihnya terbata-bata mencoba mengambil udara tapi tidak bisa.

"Master, dia akan mati" peringat seorang pengawal pada Jordan sedikit kelewatan, meskipun dia terlihat tenang.

Brukk

"Uhuk! Uhuk!"

"Berikan padaku"

Pengawalnya langsung memberikan yang tuannya inginkan, sebuah pistol masih terdapat noda darah di ujungnya.

"Setidaknya pukulan harus di balas dengan pukulan bukan" ujar Jordan memainkan pistol itu seperti mainan.

Dia tahu jelas yang terjadi saat Fiona di sekap bahkan di siksa oleh mereka.

"Ampunn master, saya hanya menamparnya" lirihnya memohon sampai ke lantai

Mendengar hal itu, Jordan yang tadinya bersikap santai kini menatapnya dengan tatapan mata yang penuh ketajaman. Kali ini dia serius.

"Hiks hiks ampun master! Saya bersalah" melihat respon Jordan yang berubah dingin langsung membuatnya ketakutan bahkan sampai mengeluarkan cairan bening dibawah nya.

"Apa lagi yang kamu lakukan padanya?" Tanya Jordan menarik kepala yang berada di lantai itu dengan kasar.

Lelaki itu tidak berani menatap mata Jordan yang sangat dekat beberapa senti darinya.

"Ampunn" hanya kalimat itu yang mampu keluar dari mulutnya

"Kalau tidak ingin bercerita, maka mereka juga akan..."

Krek

"Aarrghhh!"

Bunyi tulang yang patah terdengar sangat renyah, lengan itu sudah tidak bergerak, hanya dengan cengkraman tangan Jordan dan sedikit gerakan, sama seperti mematahkan tebu dari pohonnya.

"Tenang saja, aku hanya menggunakan tangan ku, bukan kaki ku" bisik Jordan menghembuskan asap di wajah lelaki itu

Jordan kembali ke kursinya sambil menyilangkan kaki panjangnya, sedikit menyeka darah dari jas hitam nya. Dia kembali menatap lelaki yang terikat dengan kuat di dinding. Tapi tidak ada satupun yang berani menangkap tatapan itu.

"Yah, meskipun kalian diam. Aku sudah menemukan jawabannya"

Seringainya dengan tatapan mata yang santai, dia berlalu pergi dengan bangga. Jordan berbalik melihat pengawalnya.

"Perlakuan mereka seperti yang dirasakan oleh wanitaku" pesan nya berlalu dengan santai

“kebiri mereka semua lalu kuliti kulit mereka dan jangan biarkan mereka mati” perintah Jordan pada semua anak buahnya.
Dia pergi ke tempat yang seharusnya dia berada.
Baru kali ini mereka mendapatkan perintah hukuman secara detail dari sang master, biasanya tidak membutuhkan waktu lama, dengan tangannya sendiri saja sudah bisa menyelesaikan nyawa seseorang tanpa harus ribet

Sementara di sisi lain, sebuah keajaiban datang dalam keheningan malam. Jemari kecil itu mulai mengikuti sensorik pergerakan tangannya. Mata Fiona terbuka, sekelilingnya di penuhi keredupan lampu di kedua sisi kasur yang sedang dia tempati. Melihat beberapa alat medis dengan suara normal di sisi kiri dan kanannya.

Aku masih hidup?

Merasakan sakit di beberapa titik tubuhnya. Jemari itu mencoba melepaskan O2 yang menempel di indra penciumannya. Alat bantu pernafasan itu terlepas darinya. Ya, Fiona sudah sadar dari koma, namun tak ada satu pun yang tahu kondisinya saat ini.

Dia bersandar di ujung kasur, mematikan alat pendeteksi jantung dan melepas benda itu dari tubuhnya, seisi kamar yang sangat luas dengan nuansa modern dan mewah. Jelas saja tubuh itu masih sangat lemah.

“tuan, kami sudah membawa mereka. Apa langkah selanjutnya?” tanya seorang pengawal pada Hendry yang sedang menjaga di depan pintu utama.

Fiona mendengar percakapan itu. “tenggelamkan mereka semua malam ini” jawab Hendry dengan sembari melihat file di dalam tab miliknya

“bagaimana dengan bos mereka?”
“biarkan dia menyaksikan anak buahnya mati satu per satu, lalu penggal kepalanya dan kirimkan pada keluarganya” jawab Hendry dengan nada dinginnya

Mendengar hal itu, tubuh Fiona gemetar. Bagaimana bisa ada manusia bengis seperti itu, apakah para penjahat itu berhasil membawanya ke tempat pengasingan seperti ini agar mereka bisa dengan seenaknya melukai dan memperkosa dia sepuasnya.

“aku harus pergi dari tempat ini” gumam Fiona sangat ketakutan

Dia melepas infus, melepas gips di kakinya. Perlahan Fiona melihat sekeliling, menuju sebuah balkon yang berhadapan langsung dengan kolam dan pantai.

Kaki yang masih belum pulih membuatnya berjalan dengan pincang, belum lagi dia masih memeluk sebelah lengannya yang juga mengalami keretakan. “ugh” dia merasa sangat kesakitan memaksakan diri, tapi rasa takutnya lebih besar hingga tekad untuk kabur adalah pilihan utama saat ini.

Ada beberapa penjaga yang berada di kolam renang, dengan hati-hati Fiona menaiki balkon hingga dia berada di ujungnya, berpegangan pada pagar balkon mencoba untuk melompat di ketinggian lantai dua tempatnya berpijak.

Fiona melihat kakinya, mencoba menetralisir nafasnya, dia tahu risiko yang akan terjadi kalau saja dia salah perhitungan dalam lompatannya ini. Tapi dia tidak ingin berada di tempat para penjahat ini.

Sruk!

“ugh” Fiona menutup mulutnya menahan rasa sakit di kaki dan bahunya. Untung saja ada rumput dan pasir yang membuatnya tidak terlalu terbentur keras di bawah.

Fiona berhasil menghindar dari para penjaga lalu kabur menuju ke hutan. Dia berlari sejauh mungkin tanpa melihat ke belakang, tangisan kebebasan terpatri jelas di wajah Fiona, dia sangat lega sudah berada jauh dari kastil itu.

Jatuh, terluka, dia tetap bangkit demi sebuah harapan. Yaitu kembali pulang.

Hingga sejam kemudian dia kebingungan, menjelajahi hutan di tengah malam sangat lah menyeramkan, hutan ini sangat lah luas, juga setiap ujung tempat kakinya melangkah adalah sebuah pantai hingga akhirnya dia terhenti melihat sebuah kapal di tengah laut, dia mencoba melambai dari kejauhan tapi dirinya tidak terlihat dalam kegelapan. Fiona tersadar melihat kapal itu sedang melakukan aktifitas yang berbeda.

“apa yang mereka lakukan?”

Dilihatnya seorang lelaki diikat oleh tali bersama dengan sebuah batu besar, para lelaki itu di buang ke dalam laut yang dikelilingi oleh hiu, semuanya berteriak memohon ampun.

Tiba-tiba seorang lelaki dari kapal menyorot ke arah pantai, dia merasa mendengar teriakan seorang perempuan memanggil.

“hiks hiks...” Fiona bersembunyi di balik pohon.

Dia kini sadar kalau saat ini dia berada di sebuah pulau tempat seseorang yang menyekapnya. Dia tidak bisa kabur, dia hanya menangis di kegelapan malam dengan cahaya bulan yang menyinari.

Kaki yang sudah membengkak, tubuh yang tidak sanggup lagi bergerak, Fiona hanya bisa meratapi dirinya. “percuma...hiks hiks...semua ini percuma” lirih Fiona hanya bisa bersandar di sebuah pohon.

“apa aku mati saja...hiks hiks. Tidak ada satu pun yang mencari ku” lirih Fiona tidak sanggup melihat kegelapan yang mencekam di sekelilingnya, di hutan belantara yang mungkin hewan buas berkeliaran di tempat ini.

“jordan...”

Fiona mengingat seorang lelaki yang selalu menolongnya, seorang lelaki baik hati yang selalu membuatnya nyaman dan merasa aman. Kini, dia sendiri dalam kesunyian malam

Guk! Guk! Guk!

Dari kejauhan terdengar suara gonggongan anjing juga beberapa cahaya lampu kelap kelip dari segala arah. “mungkin...ini sudah takdirku” lirih Fiona menggenggam sebuah pecahan kaca di jemarinya.

“ya...”

Jangan lupa meninggalkan jejak

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience