34 Jordan and Fiona

Romance Series 7177

"tentu saja" ucap Jordan dengan seringainya.

Kontrak itu langsung di ambil alih oleh Hendry yang selalu setia menemani di sayap kirinya. Meskipun demikian, kali ini Fiona penuh dengan rasa cemas yang tidak bisa dia jelaskan. Sudah pasti hidupnya akan berubah dari sebelumnya bahkan mungkin akan lebih terikat dengan lelaki yang selalu melayangkan senyuman padanya.

Malam ini dia sudah berada di kediaman yang akan ditinggalinya selama dua tahun. Tanpa banyak basa-basi Jordan membawanya menuju kamar utama dengan patuh.

Tidak asing lagi, karena kemarin mereka sudah bersama di kamar ini bahkan melakukan hal lebih panas. Tapi baru kali ini Fiona memandangi setiap sisi kamar bernuansa putih dengan hiasan emas terpasang di setiap gordennya yang tebal berkibar. Kamar mewah yang dipenuhi ukiran modern ala arsitektur timur tengah ternama dan berkelas.

Kamar itu di desain sangat mewah dari bahan yang berkualitas. Kediaman Alexander di buat sedemikian rupa bak istana kerajaan yang dipenuhi oleh perabotan, patung-patung, lukisan, Gucci dengan segala bentuk dan rupa sempurna.

Fiona di buat lebih gugup lagi ketika dia menyadari kalau lelaki itu sedang menyaksikannya mengagumi setiap karya-karya di dalam kamarnya.

Tahu maksud dari tatapan mata itu, Jordan perlahan menghampirinya dengan senyuman yang lembut. Deru nafasnya tersengal, mengingat tugasnya adalah melayani lelaki tampan ini dengan senang hati.

Menarik pinggul nya dengan tenang, mengelus nya sedikit menenangkan Fiona yang patuh seperti patung dalam dekapannya.

"Sehari 5 ciuman"

Bisikan itu adalah permintaan pertama Jordan untuk Fiona.

"Pelukan"

Ucapnya lagi menyentuh dagunya yang mencoba mengalihkan pandangannya jauh dari Jordan

"Lalu, sex"

Wajahnya memerah panas tapi Jordan biasa-biasa saja. Tangan kekar itu segera menarik jepitan rambut emas yang mengurung rambutnya terurai panjang

Mengecup pipi juga mengigit kecil telinga Fiona yang hanya bisa menerima. Menutup matanya menerima paksa perlakuan itu, perlakuan di atas kertas, bukan sebuah ketulusan atau kemauan.

Mengecup setiap inci wajah Fiona menghirup dalam-dalam wangi tubuh yang sangat mungil bagi Jordan.

"Tidak mau?"

Kalimat itu mampu membuat Fiona takut.

"Aku...emphhh!"

Jordan segera meraup bibir nya dengan cepat, tidak memaksa masuk Jordan hanya menempelkan bibirnya menunggu respon dari Fiona.

Tidak ada balasan, justru Jordan tersenyum melepaskan kecupannya melihat ketegangan di wajah Fiona. Melepaskan rangkulannya melihat reaksi Fiona lagi untuk yang kesekian kalinya. Raut wajahnya yang tegang dan gugup seperti patung tidak membuat Jordan marah karena penolakan.

Dia hanya mengelus kepala Fiona lalu memberikannya sebuah kunci yang seukuran dengan jemari tangannya. Berat dan berwarna emas.

"Aku menunggumu di ruang baca, tepatnya berada di ruang kerjaku" bisik Jordan pergi meninggalkan kamar tidur dengan tenang.

Para pelayan langsung menunggu Fiona di depan pintu utama membantunya membersihkan diri, aturan berlaku bagi semua orang adalah tidak ada seorangpun yang boleh masuk ke kamar utama atas izinnya. Semuanya hanya boleh menunggu di depan pintu saat Jordan tidak ada.

Fiona di layani basgaikan seorang ratu, perlakuan yang sama seperti saat dia berada di kastil. Tentu saja dia merasa terbebani oleh orang-orang yang tidak membiarkan tangannya bergerak.

Lingerie putih membatasi paha mulusnya yang sangat putih, kaki nya yang kurus terlihat bagaikan betis anak remaja, lemah dan tidak bertenaga. Dia seperti putri yang sangat berharga. Dadanya terlihat jelas karena lingerie itu hanya mampu menutupi keduanya payudara nya, tapi lingerie itu memiliki jubah yang bisa menutupi keduanya meskipun transparan.

Rambutnya dibiarkan terurai panjang bergelombang, beberapa helai dari bagian rambutnya diikat oleh pita kupu putih di tengahnya, meskipun lingerie nya berwarna putih, kulit Fiona semakin cerah dan sangat sehat. apalagi pipinya yang pink natural juga matanya yang cerah bagaikan cahaya cerah di tengah hutan.

Siapa saja yang melihatnya malam ini sudah pasti tidak bisa mengalihkan perhatian nya. Apalagi para pelayan yang memujinya bahkan memberikan kata-kata manis melihat tubuh Fiona yang sempurna tanpa cela.

Setelah semuanya siap, Fiona di bawa menuju ke ruangan kerja Jordan, dia masuk ketika para pelayan membukakan pintunya lalu meninggalkan dirinya sendiri di dalam ruangan itu.

Jordan sedang berada di meja kerjanya, terlihat dia sangat fokus melihat komputer lalu kembali menatap kertas di bawahnya, semuanya dia lakukan berulang sampai tidak menyadari kalau perempuan cantik itu hanya berdiri kaku sembari menyaksikan dirinya yang sibuk sendiri

Ruangan yang redup dan damai, hanya cahaya komputer juga lampu yang membantu penerangan di sebelah mejanya. Fiona melihat sekeliling, dia sudah memasuki ruangan ini tapi masih saja tidak tahu seberapa luas dan berharganya barang antik di dalamnya. Dia seperti masuk ke dalam sebuah museum peninggalan sejarah yang mampu membuat siapa saja kaya jika menjual semua barang-barang tersebut.

Wangi semerbak aroma musim gugur menyatu dengan wangi bunga yang mampu membuat indra penciuman Jordan terganggu. Hingga akhirnya di sadar kalau Fiona sudah berada di sana.

Melihat Fiona masih tetap berdiri di depan pintu dengan patuh, Jordan hanya menghela nafasnya lalu menghentikan kegiatan nya. Dia menghampiri Fiona yang lagi-lagi kaku seperti patung

Apakah dia sangat terikat dengan perjanjian itu? Tapi bukan hal ini yang dia inginkan.

"Ana" panggil Jordan menghampiri.

"Apa kamu takut padaku?"

Fiona menggeleng, "lalu apa maksud dari sikap mu yang seperti ini?"

"Bukankah ini yang kamu inginkan?" Ucap Fiona menatap dengan tatapan polosnya, meskipun cahaya di ruangan itu sangat redup kekurangan cahaya.

"Galak dan keras kepala, seperti dulu. Lakukan apapun yang ingin kamu lakukan. Aku tidak akan membatasi apapun"

"Lalu bagaimana dengan kontrak itu?"

"Bukankah ini bagian dari kontrak? Cukup katakan jika ada hal yang membuatmu tidak nyaman. Seperti dulu saat kita berdua bersama"

"Kita tidak bisa kembali seperti dulu lagi Jordan. Aku takut jikalau saja ada perlakuan ku yang membuat mu marah lalu sampai melukai keluarga ku"

"Bukankah sudah kukatakan, aku tidak akan pernah marah padamu" ucap Jordan menggenggam tangan Fiona dengan lebut

"Lalu semua itu tergantung bagaimana perlakuan mereka terhadap mu, aku tidak segan-segan untuk menghancurkan siapa saja yang berani menyentuh mu"

Kalimat itu setidaknya mampu meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja asalkan tidak ada yang melukainya di hadapan Jordan. Asalkan dia diam semuanya akan baik-baik saja akan semua perlakuan mama dan adiknya.

Fiona mengangguk paham maksud dari Jordan. "Lalu, apa kamu membawa kuncinya?" Tangan kekar itu mengulurkan tangannya menunggu.

Fiona menjulurkan tangannya memberi kunci yang diberikan tadi, Jordan mengambil nya sekaligus merangkul tangan itu ke dalam genggamannya.

Membawa Fiona ke sebuah ruangan rahasia. Jordan menarik sebuah patung kepala rusa dalam bilik lemari nya.

Lemari itu bergeser menunjukkan sebuah pintu besar berwarna putih. Jordan memasukkan kuncinya dan akhirnya pintu terbuka lebar.

Seperti masuk ke dunia baru, ruangan itu sangatlah luas. Bau khas buku-buku yang sangat banyak jumlahnya tersusun rapi dalam lemari raksasa yang berjejeran. Ruangan itu bernuansa putih bersih, bersama dengan bangku dan kursi baca tertata rapih dan sangat bersih.

"kamu boleh masuk ke perpustakaan ini kapan saja, katakan pada Hendry kalau ada buku yang tidak kamu temukan di tempat ini atau kamu bisa menambahkan buku-buku kesukaan mu di sini" Jordan menjelaskan sembari mereka melewati rak-rak buku raksasa yang seperti labirin.

Lagi-lagi Fiona terkesima dengan ruangan bawah tanah yang sangat luas di penuhi oleh buku. Sejarah, ilmiah, politik, sosial, kesehatan, psikologi, sosial, ekonomi, fiksi, legenda, semuanya ada tersusun dan terstruktur dengan rapih.

Tanpa sadar mereka berakhir di pertengahan ruangan yang terdapat sebuah kasur dengan bed cover berwarna putih.

Jordan menuju ke sebuah rak mengambil sebuah buku fiksi terbaru dan memberikannya pada Fiona.

"Kamu suka membaca?" Tanya Fiona memeluk buku tebal itu di dadanya, penasaran akan perpustakaan yang besar ini, Fiona membulatkan hati ingin bertanya

"Biasanya aku menghabiskan waktu di sini. kalau ada yang ingin kamu tanyakan mengenai posisi bukunya, aku bisa tunjukkan" jawabnya santai.

"Tidak heran dia ahli dalam segala hal" gumam Fiona dalam hati.

Fiona juga paham sebuah kasur yang berada di perpustakaan, rupanya lelaki ini memiliki intelektual yang sangat hebat. Lagi-lagi Fiona mengingat masa lalu saat dia pertama kali bertemu Jordan, baik itu sikapnya ataupun perlakuan yang dia berikan justru membuat nya malu.

"Kamu juga bisa istirahat di kasur itu"

Dia ingin segera mencari tempat untuk membaca bukunya, juga menghindari lelaki yang kembali membuat nya malu. Apalagi hanya mereka berdua di ruangan itu.

Fiona melihat sekeliling, dia mencari lokasi bangku dan kursi saat tadi melintasi rak-rak buku bersama Jordan.

"Baca di sana" keqpalanya mengarah ke kasur.
AA
Jordan mampu membaca apa yang ada di benak Fiona. "Tenang saja, aku tidak akan memaksa kalau malam ini kamu tidak menginginkan nya"

Dengan gugup Fiona menuju ke kasur, antara ingin membaca atau tidur kali ini dia hanya tidak ingin bertatap muka dengan lelaki yang juga sedang mencari buku bacaan.

Fiona tidak ingin ditinggalkan di ruangan besar itu tapi dia juga tidak ingin Jordan berada di dekatnya. Apalagi saat ini Jordan bersandar di sudut kasur sementara dirinya sudah terbaring sembari membaca buku dengan gugup.

Setiap bait kalimat dalam buku itu tidak ada yang masuk ke dalam otaknya. Dia sibuk melirik ke belakang melihat Jordan membaca dengan fokus.

Jantung Fiona berdetak kencang, apalagi pakaian nya yang sangat menerawang hanya bisa ditutupi dari depan, sementara punggungnya terlihat sangat jelas di samping Jordan.

"Kamu mengantuk?" Tanya Jordan merasakan gerakan kegelisahan dari Fiona.

Bagaimana mungkin dia mengantuk kalau saat ini Jordan berada di sampingnya. Tapi kepalanya mengangguk menjawab pertanyaan Jordan.

Jordan meletakkan bukunya di meja kecil lampu tidur, tidak lupa mengambil buku Fiona dan meletakkannya di tempat yang sama.

Jordan menarik selimut ke tubuhnya, lalu memasukkan tangan nya ke bawah kepala Fiona agar dia bisa menariknya masuk ke dalam pelukannya.

Cup

Fiona merasakan kalau punggungnya di kecup oleh Jordan. Seketika dia langsung berbalik menghadap ke arah Jordan.

"Empat ciuman lagi" bisik Jordan di telinga Fiona.

Fiona sangat malu, mukanya semakin memerah panas. Apalagi tangan itu sedang mengelus pipinya.

Siapa yang tahan melihat tubuh Fiona, apalagi Jordan bisa melihat dengan jelas dua benda yang hampir tidak tertutup di hadapannya.

"Maaf" lirih Jordan pertama kali mengucap kata itu.

Mata Fiona bertanya kebingungan "maaf sudah membuatmu kesulitan saat malam pertama mu" ucapnya dengan tulus.

Jujur saja, baru kali ini Jordan sangat banyak bicara menjelaskan isi kepalanya. Biasanya dia hanya tersenyum ataupun bertindak dengan caranya.

Chapter selanjutnya malam yaa

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience