23 Pergi

Romance Series 7177

"lepaskan"

"Hm?"

Jemari itu mengelus bahu mulus sembari memerhatikan kulit mulusnya yang sangat lembut

"Aku tahu kamu tidak nyaman memakainya"

"Aku akan melepaskan setelah kamu pergi" jawabnya terlihat sangat gugup, bulu kuduknya merinding merasa sentuhan tangan panas Jordan, lalu dia mencoba menepisnya dengan santai.

Jordan segera mengambil peralatan p3k dalam sebuah kotak yang berisikan obat-obatan. Mengambil plester dan meletakkan nya di kaki Fiona.

Jordan tidak seperti biasanya, dia hanya diam sembari memasang wajah datarnya tanpa ekspresi.

"Apa kamu marah?" Tanyanya dengan lirih

Seperti tidak menghiraukan hanya fokus pada kaki yang sedang diperbannya. Fiona seolah di acuhkan oleh lelaki ini. Tapi hatinya sangat ingin mendapatkan jawabannya.

"Jordan!" Serunya

Lelaki itu tampak tidak bereaksi terhadap panggilannya. Seolah dia sengaja tidak merespon, hingga akhirnya dia sendiri yang merasa kesal tidak dihiraukan

Tep, jemari Fiona menolak mendapatkan perawatan. Tangan kekar itu ditahannya untuk berhenti menyentuh kakinya

Srukk

Kali ini Fiona melakukan kesalahan lagi, dia sudah terkurung di bawah seorang lelaki yang menahan kedua tangannya.

Jordan tersenyum tipis, mata birunya menatap Fiona dengan penuh arti. "Jangan berbuat seperti ini" ucap wanita cantik yang sudah merona mengalihkan wajahnya.

Jordan terkekeh "berbuat apa Fiona?" Tanyanya

"Mmm...kamu tidak marah kan?" Dia mendapatkan pertanyaan balik

"Kalau aku marah, apakah kamu akan membujukku? Hm?" Tanya Jordan semakin mendekat kan tubuhnya ke bawah, tangannya dengan santai menyentuh dagu itu bersama rayuannya

Nafas juga wangi khas itu tersembur dekat dalam pori-pori wajah Fiona. "Berhenti" lirihnya terbata-bata

Lelaki yang asik menggodanya sudah menyadari kalau suasana semakin panas, jadi dia harus berhenti sebelum terjadi.

Sruk

"Diam seperti ini, aku sangat lelah Ana" keluh Jordan menutup matanya di sebelah Fiona yang diam kaku mencoba merespon semua ini. Tangannya memeluk erat lengan Fiona agar tidak kabur darinya

Lelaki yang sangat tinggi dan besar itu terlihat menggemaskan saat menunjukkan sisi hangat nya, tubuh yang meringkuk dan menahan beban tubuhnya agar Fiona tidak keberatan dengan bebannya.

Dia memeluk lengan Fiona tapi juga menindih kaki Fiona seolah dirinya adalah guling.

Tersirat begitu banyak masalah yang dihadapi nya seorang diri, wajahnya tampak kelelahan. Jemari itu penasaran ingin menyentuh setiap inci wajah yang hening dengan suasana

Tep

"Apa kamu marah?" Tanyanya lagi, dia tahu kalau lelaki di sebelahnya ini hanya menutup matanya

Tep

Tangan Fiona digenggamnya dengan hangat, "kamu hanya menolak ku, kamu juga tidak mengatakan untuk berhenti mengejarmu"

"Bagaimana jika aku pergi?"

"Selama kamu tidak pergi meninggalkan dunia ini, kita pasti akan bertemu lagi dan lagi" jawabnya tidak cemas

"Kamu tidak percaya?"

"Tunggulah beberapa saat lagi, hingga saatnya tiba jangan menghindari ku"

"Aku ingin kembali besok" lirih Fiona terbata-bata.

Suasana kembali hening, Jordan juga terdiam lalu kembali menutup matanya. Fiona hanya bisa menghela nafasnya, pasrah akan pilihan nya sendiri.

Hingga akhirnya keduanya ketiduran dalam keheningan malam dengan suasana yang sangat damai sentosa.

Jordan melangkahkan kakinya menuju ke tempat di mana semua pelayan sudah berlutut sambil menundukkan kepala. Rasa was-was juga gemetar ketika melihat yang mereka takuti datang memasang wajah seperti biasa. Dingin dan santai.

"Sepertinya kalian lupa membawa otak ke kastil ini" ucap Jordan duduk di atas sofa sembari menyesap rokok nya. Bir sudah berada di sebelahnya.

Menyandarkan diri dengan santai, kaki jenjangnya lurus di atas punggung sofa.

Seketika semua pelayan diam tidak bergerak, tubuh mereka kaku, kepala mereka semakin menempel di lantai.

"Kaki nya terluka" ucap Jordan melihat satu-persatu para pelayan yang semakin gugup tiada suara.

"Bagaimana kalau kaki kalian sebagai jaminan nya" ucap Jordan tiada rasa iba sedikit pun

"Siapa yang bertanggungjawab?"

Seorang pelayan datang bersimpuh di hadapan Jordan dengan tubuh yang gemetar bersamaan dengan tangisan yang tidak berhenti

"Maafkan saya master, saya..."

"Aku tidak butuh penjelasan mu"

Seorang pengawal datang membawa pistol, lalu memberikannya pada Jordan.

Dada mereka semakin sesak, tidak ada yang berubah dari Jordan. Dia tetap saja berhati buas dan tidak memiliki rasa iba.

"Aku yang melakukannya atau kamu sendiri?" Tawar Jordan menawarkan pistol itu di hadapannya dengan santai.

Tangan pelayan itu perlahan mengambilnya dengan tangan gemetar, dia tahu apa langkah selanjutnya seperti yang dia lihat pada pelayan lain jikalau melakukan kesalahan.

Mati.

Dengan tangannya sendiri, dia mengarahkan pistol itu tepat di sudut kepalanya. Meskipun gemetar, dia dengan berani menatap mata itu memohon belas kasih, tapi tatapan mata dingin itu menatapnya dengan datar tanpa bergetar sedikit pun

Saat dia akan menarik pelatuk nya

Tep

Hendry datang tepat waktu, pistol itu direbutnya dengan cepat sebelum pelatuk nya ditarik.

Jordan menyeringai "berani sekali kamu" ucapnya dingin.

"Nona Fiona akan bangun jika suara pistol ini keluar"

Mata itu bergeming, memikirkan yang baru saja di katakan. Jordan mengangguk paham dengan senyuman di sudut bibirnya.

Para pelayan langsung bergerak cepat meninggalkan tempat itu ketika Hendry memberikan perintah.

"Sepertinya aku lupa ada kelinci kecil yang sedang tertidur pulas di kamarku" seringainya

Pagi berhembus, Fiona siap dengan gaun sebatas lututnya. Gaun berwarna cerah yang mewarnai hidup nya. Rambut pirang emasnya terombang ambing terkena hembusan angin laut.

Sedikit menikmati pemandangan pantai dari lantai paling atas kastil, lebih tepatnya sebuah pacuan helikopter. Hari ini dia akan meninggalkan tempat ini, rasanya berat hati tapi dia harus mengungkap semua kebenaran ini demi ayahnya.

"Tidak ingin pergi?"

Suara seorang lelaki terdengar dari kejauhan. Bunyi sepatu kulit hitam yang mengkilap datang menghampiri nya. Mata hijau Fiona tidak berhenti mengikuti seorang lelaki yang berjalan ke arahnya.

Penampilan yang sangat mengesankan. Seragam hitam putih terlihat sangat memukau di bawah teriknya matahari.

Jas putih lengan panjang dengan kedua sayap sisi terdapat empat setrip, potongan rambut panjang yang ditata rapih. Ditambah lagi dia memegang sebuah jas hitam bersama dengan topi pet pilot.

Terlihat jelas kalau Jordan adalah seorang pilot dengan pangkat tertinggi. Pilot dengan empat setrip merupakan seorang captain atau mereka yang mengoperasikan pesawat terbang atau pilot in command.

Tidak ada satupun di dunia ini yang menolak tampang yang sangat sempurna. Apalagi menolak seragam itu.

Melihat wajah Fiona yang kemerahan, dia tersenyum seolah faham arti tatapan kagum nya.

Jordan mendekat, berbisik di telinganya. "Sepertinya rasa penyesalan terlihat jelas di wajahmu"

Fiona menoleh menatapnya. Lelaki di hadapannya ini sangatlah menawan dari semua lelaki yang pernah dia lihat.

Jordan terkekeh, mata Fiona tidak berhenti menatapnya dengan penuh kagum, wajah nya sangatlah menggemaskan tapi mereka tidak bisa membuang-buang waktu lagi. Hingga akhirnya mereka kembali ke pusat kota.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience