09 Mohonlah Fiona!

Romance Series 7049

Fiona dengan kondisi tubuh yang sangat lemah memaksakan diri menuju rumah sakit. Saat dia sedang dalam kegelapan malam yang bersarang di kamarnya mendapatkan panggilan dari sahabatnya bahwa sang ayah baru saja masuk UGD karena serangan jantung. Bahkan di kondisi seperti ini pun tak satu pun dari keluarganya yang memberi tahu.

“Anisa!”

“Fiona, are you okay?” tanya Anisa melihat kondisi Fiona yang tidak sehat. Wajah pucat dan terlihat lemas sangat jelas kalau saat ini dia tidak baik-baik saja

“di mana ayahku?” tanya Fiona tidak peduli dengan dirinya melainkan dengan kondisi ayahnya.

“ayahmu sudah di pindahkan di ruang perawatan”

Fiona segera menuju ke ruangan ayahnya di rawat, “apa yang kamu di sini?” tanya Tamara melihat Fiona ingin masuk ke dalam ruangan. Dia tidak menjawab, melainkan memerhatikan ayahnya sedang mendapatkan perawatan dari dokter.

“bagaimana kondisi ayah saya dok?” tanya Fiona pada dokter yang baru saja keluar dari ruangan. Dokter itu melihat penampilan Fiona yang berantakan. “kamu baik-baik saja Fiona?” tanya sang dokter yang mengenal Fiona. lagi-lagi seorang dokter menanyakan keadaan Fiona yang sangat berantakan.

“saya baik-baik saja dok” jawabnya

“ayahmu terkena serangan jantung, beruntung dokter pandu segera membawanya ke rumah sakit. Sebaiknya jangan membuatnya berpikir keras, saya rasa kamu sudah tahu tindakan selanjutnya” ucap sang dokter berlalu pergi

“kamu sudah tidak berhak atas keluarga ini Fiona! pergi sejauh mungkin dan jangan pernah menampakkan diri di hadapan kami” ucap Tamara dengan penuh tatapan marah dan benci dengan kehadiran Fiona

“ini semua gara-gara kamu Fiona! Sekarang ayah tidak baik-baik saja! ku kira kamu polos, ternyata kamu seorang pelacur murahan yang tidak tahu diri!” hina Natalia dengan sangat puas memojokkan wanita di depannya.

“aku harus bertemu ayah” ucap Fiona berlalu tidak peduli pada keduanya.

Tep

"mau ke mana kamu?” tanya Tamara menahan lengan Fiona.

“mah, ku mohon.. untuk yang terakhir kalinya. Maafkan aku mah” lirih nya penuh harap karena sangat menghawatirkan sang ayah

“No! No! No! Fiona. kamu sudah tidak di anggap lagi sebagai anaknya” tolak Natalia dengan kasar.

“beritamu tinggal bersama dengan seorang pria sudah tersebar di rumah sakit ini. Sekarang kamu tidak lagi mempunyai harga diri!”

Fiona berlutut di depan keduanya. Menyatukan kedua telapak jemarinya memohon dengan sangat. “mah, tolong mah... Natalia..aku mohon” lirih Fiona dengan air mata.

Harus dengan cara apa lagi dia lakukan demi sebuah keinginan. Senyum kepuasan dari keduanya melihat wanita yang tidak ada harga dirinya sedang berlutut sambil memohon ampunan keduanya “bagus Fiona, berlutut lebih lama lagi seperti biasanya. Bukankah ini yang selalu kamu lakukan” ujar Tamara sangat senang melihat Fiona begitu hancur. Keduanya hanya tertawa di suasana yang sangat mengkhawatirkan bagi Fiona

“pergi!” ucap Natalia mendorong Fiona dengan kakinya. Kemanusiaan? Bagi keduanya Fiona bukanlah manusia, melainkan sebuah anjing peliharaan yang sangat penurut.

Bukan meringis kesakitan mendapatkan perlakuan itu, justru dia bangun dan kembali berlutut demi bisa bertemu dengan sang ayah. “hahaha. Fiona, kamu seperti..anjing yang memohon makanan dari tuannya” bisik Natalia tertawa lepas.

Sakit, ingin mengutarakan semuanya, tapi bibirnya kelu. Bahkan mata hijau yang bening itu sudah di aliri air mata yang tidak bisa berhenti menahan diri. Anggap saja semua ini akan berakhir seperti biasanya, bibirnya hanya bisa tertutup bersama gigitan bibir untuk menahan semuanya.

“kamu marah Fiona?” tanya Tamara sambil tersenyum menatap Fiona, dia menggeleng cepat dan segera menyeka air matanya dalam diam.

Takut, itu alasan utamanya menerima semua perlakuan ini. Takut untuk berpisah, takut tidak di anggap, takut di tinggalkan, takut ketika apa yang mereka inginkan tidak bisa dia berikan, takut ketika semua yang dia miliki di renggut habis meskipun itu sudah terjadi.

Pandu datang setelah mengurus beberapa berkas administrasi di lobi utama rumah sakit. Tamara dan Natalia langsung mengubah sikap mereka. Pandu terkejut melihat Fiona dengan kondisi yang sangat mengasihani.

“Ana” panggil Pandu menghampiri mereka

“mas Pandu” gelagapan Natalia langsung merangkul lengan sang kekasih. “bagaimana persiapan pertunangan kita besok?” tanya Natalia sangat bahagia.

Bukannya berduka melihat sang ayah yang terbaring lemah di brankar ruang inap, Natalia hanya memikirkan pertunangan yang sebaiknya di tunda demi menunggu kesehatan sang ayah.

“aku menundanya Natalia, kondisi ayahmu saat ini tidak memungkinkan untuk melaksanakan pertunangan kita” jawab Pandu terpaku menatap wanita terkulai di lantai dalam diam sembari menyeka air mata tanpa suara

“tapi ayah sudah memberi keputusan besok hari” tolak Natalia dengan kesal. Ya, saat ini lelaki itu hanya fokus pada hal lain di depannya

“jangan pedulikan perempuan ini Pandu, dia sedang menyesali semua perbuatannya kepada kami” ucap Tamara menangkap tatapan iba di mata Pandu pada Fiona.

Pandu melepas rangkulan Natalia dan menghampiri nya dengan langkah yang pelan.

“Fiona” lirih Pandu dengan nada yang dingin. Setelah sekian lama bersama, kali ini Fiona mendengarkan nama yang tak biasa dipanggil oleh mantan kekasihnya. Kepala yang tertunduk lemah itu menengadahkan mata menatap Pandu yang tengah berjongkok di depannya.

Fiona diam sembari menatapnya, “ibuku ingin bertemu denganmu” tutur Pandu masih dalam posisi yang sama. Perlahan dia memapah dirinya untuk berdiri, tangan kekar itu secara refleks ingin membantu, tapi rasa sakit hati dan dingin Fiona masih terngiang dalam ingatannya.

Perlahan Fiona berjalan menuju ruang kepala rumah sakit, dalam keadaan yang semakin parah. Sakit kepala juga demam yang tak kunjung turun kadang membuat mata Fiona buram sepanjang perjalanan. Dari kejauhan Pandu mengikuti dan memantau wanita yang tidak pernah menginginkan bantuannya lagi.

“Fiona Anastasya” ucap seorang wanita separuh baya sedang duduk di kursi kebesarannya. Fiona menundukkan kepalanya melakukan penghormatan kepada kepala pemilik rumah sakit ini, lebih tepatnya adalah ibunda dari Pandu Wiratama

“kamu tahu kan maksud kedatanganmu di sini?” tanya ibu kepala dengan dingin. Kali ini wajah yang selalu memberikan Fiona senyuman musnah sudah. Kini tatapan marah dan kecewa sangat jelas di wajahnya

“saya siap menerima segala konsekuensinya bu kepala” jawab Fiona dalam posisi siap sempurna
“kamu di keluarkan dari rumah sakit ini” ucapnya langsung memotong perkataan Fiona.

Bagaimana mungkin? Dalam sekejap saja semua yang ada pada dirinya pergi meninggalkannya. “apa pemecatan ini sepadan dengan masalah yang saya perbuat?” bahkan harapan sudah tidak lagi datang dalam perjuangannya.

“kamu menghianati Pandu demi seorang lelaki yang tidak jelas asal usulnya” ucap ibu Pandu dengan tegas. Ya, tidak ada penolakan atau pembelaan diri bagi Fiona. sekalipun hal itu dia lakukan, tetap saja tidak akan ada yang berubah.

“baik. Saya akan berhenti bu kepala” jawab Fiona berlalu pergi.

Semuanya sudah berakhir, ke mana dia harus pergi? Kini mimpi dan tujuan hidupnya musnah di telan bumi. Tatapan kosong melintasi koridor rumah sakit. Wajah cantik itu kini tak berseri lagi, keringat yang meluncur deras, hawa panas semakin menjadi-jadi hingga tubuhnya semakin lemah

“hei!” panggil Natalia menunggu Fiona di parkiran rumah sakit.

Pandangan yang mulai buram semakin jelas di mata Fiona.

“berikan kunci mobilnya” perintah Natalia menyuguhkan tangannya pada Fiona.

“ini hadiah dari ayah untukku” lirih Fiona sudah tidak punya tenaga.

“alah! Banyak bacot sih lo!”

Tubuh Fiona sudah tidak mampu lagi mempertahankan hal terakhir yang dia punya.

“bawa dia, terserah kalian mau apain, yang penting jangan sampai mati” ucap Natalia sudah membawa dua pria untuk membawa Fiona pergi hingga akhirnya dia tidak sadarkan diri.

Jangan lupa rate nya ya, jangan lupa meninggalkan jejak my readers

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience