Bab 58 - Apa pun Untukmu

Romance Completed 141253

"Maaf, sepertinya kedatanganku mengganggu kalian," ucap orang yang tidak lain adalah Kiana. Duduk di hadapan Sashi dan Arkan. Wanita itu menggenggam satu kotak makan, yang niatnya untuk diberikan pada Arkan. Sayangnya, Kiana terlambat karena Arkan sudah lebih dulu makan bersama Sashi. Itu karena dia mendatangi Andrew dulu.

"Ya, sangat mengganggu. Mau apa kau ke sini?" Sashi memberikan tatapan sinis. Sementara Kiana membalasnya dengan senyum manis, menatap Arkan tanpa sungkan.

"Aku datang mengunjungi Andrew untuk makan siang. Dan kebetulan, tadi aku membuat dua bekal, jadi--"

"Kau makan sendiri, Kak Arkan sudah makan. Urus saja pacarmu itu, jangan mengganggu kami!" potong Sashi dengan marah. Alasan. Dia tahu semua itu hanyalah alasan. Begitu pintarnya wanita itu mencari alibi. "Lagi pula, tujuanmu untuk bertemu Andrew, 'kan? Kenapa malah datang ke sini?"

Arkan yang melihat tatapan sinis Sashi pada Kiana, hanya bisa menahan senyum sembari meringis diam-diam. Dia tidak menyangka Sashi akan bersikap seperti itu pada Kiana. Dan Arkan hanya bisa mengelus punggung istrinya untuk meredakan rasa marahnya.

Kiana tampak malu. Dia tidak menyangka jika Sashi ada di ruangan Arkan. Niatnya mengantar makanan untuk Andrew sekaligus makan bersama Arkan, harus pupus begitu saja. Saat melihat ke arah Arkan, laki-laki itu hanya menatapnya sambil menggeleng. Jelas, karena Arkan sudah sangat kenyang.

"Kalau begitu, aku akan pergi. Maaf mengganggu. Aku harap, setelah sembuh aku bisa mengundang kalian makan bersama. Kak Arkan, aku sangat senang melihat Kakak baik-baik saja."

Dengan perasaan tak menentu, Kiana membawa kembali bekal makanan di tangannya. Beranjak keluar ruangan, mendorong kursi rodanya sambil mencengkeram erat kotak makan itu dengan menyumpahi Sashi. Padahal dia ingin sekali berbincang hal lain bersama Arkan.

Akan tetapi, setelah dia berada di balik pintu, Sashi tiba-tiba muncul dan menarik lengannya, hingga Kiana terpaksa dan mau tak mau menghadap Sashi. "Tunggu."

"Apa? Apa kau punya urusan denganku?" tanya Kiana sambil mengangkat dagunya.

Sashi menahan kursi roda Kiana dan menatap tajam wanita itu dari atas. "Tidak, aku hanya ingin mengatakan, kalau sebenarnya aku kasihan padamu. Semua tindakan Kak Arkan di masa lalu sangat keterlaluan, tapi sikapmu membuatku sangat muak. Jadi, tolong jangan bersikap seperti wanita murahan. Kau bisa cari laki-laki lain."

"Kau tidak apa-apa tentangku dan Kak Arkan," sela Kiana cepat.

"Aku tahu semuanya. Kak Arkan sudah menceritakannya. Kau seorang diri sekarang. Kau juga korban pelecehan."

"Kau tidak akan mengerti, dia yang membuatku seperti ini. Dia harus bertanggung jawab sampai akhir!" Kiana tampak menatap Sashi penuh kemarahan. Tangannya mengepal kuat. Kebencian yang membara karena menganggap jika wanita itu telah merebut orang yang dicintainya. Sashi tak lebih dari orang baru yang masuk tanpa tahu apa-apa mengenai hubungannya dan Arkan.

"Kak Arkan sudah bertanggung jawab dan merawatmu sampai bangun kembali. Itu harusnya sudah cukup, apalagi yang kauinginkan?"

"Aku ingin dia menikahiku. Aku lebih baik darimu," ucap Kiana sambil menatap penampilan Sashi. Senyum mengejek, tampak tersungging di bibirnya.

Tentu saja, arah pandang dan perkataan wanita itu membuat rahang Sashi langsung mengeras. Tangannya mengepal kuat, dia ingin membalas perkataan Kiana namun urung saat tahu, jika pertengkaran itu tidak akan ada akhirnya. "Tadinya aku ingin bersikap lunak padamu, tapi sepertinya itu percuma. Sekarang aku tidak peduli, sampai kapanpun aku tidak akan memberikan Kak Arkan padamu!"

Setelah mengatakan itu, Sashi lantas berbalik dan kembali masuk ke ruangan Arkan sambil menghentakkan kakinya. Tak lupa, dia menggebrak pintu hingga menimbulkan suara yang cukup keras. Membuat Kiana yang melihatnya hanya menyunggingkan senyum sinis.

Kiana kemudian mendorong kursi rodanya ke arah lift, dia tersenyum kecut. Jika bukan Arkan yang menikahinya, maka siapa lagi yang akan menikahi wanita tidak sempurna seperti dirinya? Kejadian waktu itu membuat Kiana sangat trauma. Pelecehan yang diterimanya. Terlebih saat tahu kalau ibu, orang tua satu-satunya sudah meninggal. Bukankah Arkan sudah berjanji akan menjaganya? Maka Kiana hanya ingin laki-laki itu menjaga dengan menikahinya.

"Astaga Kia, aku mencarimu dari tadi. Kenapa kau ada di sini?" Suara Andrew tiba-tiba terdengar. Napasnya memburu. Laki-laki itu muncul dari dalam pintu lift tepat saat Kiana akan masuk. Raut panik terlihat di wajahnya, hingga saat Kiana masuk ke dalam lift yang saat itu hanya ada Andrew.

"Dari mana kau bisa tahu aku di sini?"

"Aku tahu, kamu pasti menemuinya. Kamu meninggalkanku hanya karena untuk bertemu dengannya," jawab Andrew dengan nada sedih.

"Kenapa? Kau cemburu? Kau mencintaiku?"

Andrew memalingkan wajahnya ke arah lain dengan pipi memerah. Pertanyaan itu, adalah hal yang harusnya tidak perlu dijawab. Tentu, dia masih sangat mencintai Kiana. Sejak mereka masih SMA hingga sekarang. Dia mencintai Kiana, meski dia juga mencintai Sashi. "Tentu saja. Aku mencintaimu, Kia."

"Kau mencintaiku, apa itu artinya kau mau melakukan apa pun untukku?" Dengan ekspresi polosnya, Kiana menatap Andrew. Membuat laki-laki itu untuk sesaat terlihat kebingungan. Meski akhirnya, Andrew menyanggupi perkataan Kiana.

"Ya ... aku akan melakukan apa pun untukmu. Apa pun," ucap Andrew dengan sungguh-sungguh hingga membuat Kiana tersenyum sangat lebar.

***

"Kalau kamu lelah, sebaiknya pulang saja," ucap Arkan yang melihat Sashi tampak mengantuk. Wanita itu duduk sambil sesekali mengubah posisinya.

"Tidak. Aku tidak mau wanita itu kembali dan menganggu Kak Arkan lagi," tegasnya sambil menegakkan tubuhnya dan menatap Arkan yang sibuk di meja kerja, sementara dia mengamatinya dari sofa.

Setelah Kiana pergi, Sashi memutuskan untuk menunggu Arkan pulang dari kantor. Tentu saja karena tidak ingin Kiana kembali datang dan mengganggu suaminya.

"Kamu sudah mengusirnya dengan kasar, dia tidak mungkin akan kembali. Dan, apa yang kalian bicarakan tadi?"

"Bukan apa-apa. Urusan wanita, Kak Arkan tidak perlu tahu," ketus Sashi, membuat Arkan langsung keheranan. Dia ingin bertanya, karena rasa penasaran itu tak kunjung hilang. Tapi, mengurusi Sashi sepertinya tidak akan ada akhir. Arkan terlalu sadar, jika pekerjaannya masih banyak.

"Aku sangat penasaran, apa yang akan terjadi kalau aku tidak ada di sini? Apa Kak Arkan akan menerimanya seperti waktu itu?" sindir Sashi, kembali mengalihkan perhatian Arkan.

"Kamu masih mempermasalahkan kejadian waktu itu? Aku benar-benar tidak tahu Sashi, aku kira itu memang dari Devina. Apa ini nasib orang tampan? Semua wanita mendekatiku." Ditatapnya Sashi dengan ekspresi penuh frustrasi. Namun jelas, terselip nada penuh percaya diri dalam kalimatnya.

Sementara Sashi hanya memutar bola matanya dan menghela napas. Berusaha meredam perasaan cemburunya yang berlebihan gara-gara Kiana dan perkataan Arkan. Hingga dia kemudian berjalan ke arah laki-laki itu dan tanpa sungkan duduk di pangkuan suaminya. Menyingkirkan semua berkas yang ada di sana. Kedua tangan Sashi mengalung di leher Arkan dan membuka kancing baju bagian atasnya. "Katakan itu lagi, maka aku akan marah."

"A-apa? Apa yang k-kamu lakukan? I-ini masih di k-kantor, jika ada orang yang m-melihat bagaimana?"

"Apa yang harusnya aku lakukan untuk suami seperti, Kak Arkan?"

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience