Bab 8 - Honeymoon

Romance Completed 141212

"Kak Arkan, apa Kak Arkan yakin kita akan pergi? Aku tidak mau. Aku harus mulai bekerja lagi," ucap Sashi saat Arkan mengemas barang-barangnya ke dalam bagasi mobil.

Mantan calon kakak ipar, yang sekarang menjadi suaminya, benar-benar meneguhkan perkataannya untuk pergi bulan madu, sesuai dengan rencana kedua mertuanya.

Tentu keputusan Arkan, membuat Sashi kalang kabut. Dia tidak ingin ke mana-mana. Jika mereka pergi sekalipun, mereka akan melakukan apa di sana? Jangan harap Sashi rela membiarkan dirinya disentuh oleh Arkan. Dia tentu saja tidak mau. Walau statusnya sekarang adalah istri dari Arkan.

"Aku sudah meminta izin pada atasanmu untuk memperpanjang masa cutinya. Jadi, kamu tidak perlu khawatir," jawab Arkan sambil menatap Sashi sebentar.

"Apa? Dari mana Kakak kenal atasanku?" Sashi membelalakkan bola matanya. Dia menatap tak percaya ke arah Arkan.

Rasanya, Sashi belum pernah cerita soal pekerjaannya pada Arkan. Mereka bahkan baru berbincang panjang, sejak semalam.

"Aku bahkan tahu semuanya tentangmu, Sashi. Dan kamu, juga harus tahu tentangku," ucap Arkan sambil tersenyum seperti biasa. Kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya, memasukkan barang-barang.

Sedang Sashi, lebih memilih mendecih dan mengomel. Acuh tak acuh dengan perkataan Arkan. Hingga kakinya berjalan masuk tanpa basa-basi ke dalam mobil. Menutup keras pintu belakang. Diikuti oleh Arkan yang kini masuk kursi di balik kemudi.

"Sashi, pindah ke depan. Aku bukan supir," perintah Arkan ketika melihat Sashi menghindarinya.

"Tidak. Jalan saja, aku sudah menuruti perkataan Kakak, jadi Kakak juga harus mengikuti kemauanku," balasnya tak kalah acuh. Sashi menjawab tanpa menatap sekalipun ke arah Arkan. Fokusnya hanya tertuju ke arah ponsel miliknya.

Tampak Arkan menghela napas panjang. Namun mau tak mau, dia menurut. Melajukan kendaraannya, meninggalkan pelataran rumah.

Diam-diam, Sashi melirik ke arah depan. Tepatnya pada Arkan yang fokus mengemudi. Berpikir akan sesuatu hal. Dia tidak benar-benar bermain ponsel. Sashi jelas memperhatikan Arkan sedari tadi. Sampai terdengar ponsel Arkan yang berdering. Sayangnya, Arkan langsung menolak panggilan tersebut, hingga Sashi sedikit penasaran.

"Siapa? Pacar?" tanya Sashi sembari mendekatkan wajahnya di samping Arkan. Dia berusaha mencuri pandang ke arah layar selebar 6,5 inci tersebut.

Arkan menoleh sekilas, "Bukan. Itu tidak penting."

Sashi lantas memutar bola matanya Hemas dan kembali duduk di kursi. "Kalau Kakak punya kekasih, Kakak bilang saja. Aku akan mengatur kapan kita akan bercerai."

CCIIIIIITTTT ....

Perkataan Sashi tanpa basa-basi membuat Arkan menghentikan mobilnya secara tiba-tiba. Hingga membuatnya hampir saja membentur kursi depan yang Arkan duduki, jika Sashi tidak memegang sabuk pengamannya. Dia baru saja akan memasangnya, andai Arkan tidak mengejutkannya tadi.

"KAKAK! KAK ARKAN MAU MEMBUNUHKU! KAKAK SUDAH GILA YA!"

"Jangan pernah berkata cerai lagi, Sashi. Aku tidak melakukannya. Aku hanya akan menikah satu kali seumur hidup," jawab Arkan tanpa memedulikan teriakan Sashi yang bisa saja membuat gendang telinganya pecah. Meski beruntung, di jalanan itu cukup sepi.

"APA?" Sashi menatap Arkan terbelalak.

"Aku tidak main-main dengan ucapanku kemarin."

***

Sashi duduk di pinggir ranjang dengan wajah kesal. Usai mereka sampai di resort yang sebelumnya dipesan oleh sang mertua, Sashi sama sekali tidak mau menatap Arkan. Kekesalannya pada laki-laki itu masih menumpuk. Dia bahkan sama sekali tidak peduli ketika Arkan berniat membereskan pakaian mereka.

"Sashi, bisa kamu bantu a--"

"Nanti saja. Kak Arkan tidak boleh menyentuh barangku. Rapikan sendiri punya Kakak," potong Sashi cepat, sambil mendelik kesal ke arah Arkan. Dia berjalan ke arah jendela kamar. Membukanya hingga menampakkan pemandangan rumput hijau yang mengarah langsung ke tepi pantai.

Resort itu memang berada lebih tinggi dari permukaan pantai. Di pinggirnya dihalangi oleh pagar besi, yang cukup tinggi namun tak menghalangi pepohonan yang berada di belakangnya. Hingga sedikit menampakkan pohon nyiur yang melambai tersapu angin. Udara terasa lebih segar dengan cuaca yang sangat cerah.

Ada sebuah gazebo dari kayu, yang cukup luas dengan meja dan kursi di dalamnya, untuk makan atau bersantai. Di sana juga terdapat alas untuk tidur jika menikmati pemandangan taman bunga berwarna-warni. Ini sungguh luar biasa.

Sashi sekali lagi melirik ke arah Arkan yang sibuk membereskan barang-barang, hanya barang-barangnya sesuai perintah Sashi. Lalu dia berjalan menuju sofa, dan merebahkan diri untuk tidur di sana. Matanya menatap ke arah langit di atas laut yang kini berwarna kebiruan.

"Ah, sangat nyaman," gumam Sashi. Tanpa sadar matanya ikut terpejam.

Hampir saja, Sashi terlelap dalam tidurnya jika saja suara Arkan tidak mengganggu telinganya. Sampai membuat Sashi harus menggerutu dan kembali membuka matanya.

Namun, begitu menatap Arkan, Sashi langsung dibuat terkejut ketika melihat penampilan santai yang Arkan tunjukkan di depannya. Laki-laki itu berdiri dengan kaos polos berwarna hitam, berlengan pendek. Wajah, leher dan lengannya basah oleh keringat.

Arkan sangat sexy saat ini. Sampai Sashi tidak bisa memalingkan mukanya. Wajahnya bersemu sambil bersusah payah menelan ludah. Bahkan aroma parfum yang keluar dari tubuh Arkan, begitu kuat dan membuat Sashi mabuk.

"Sashi?" Arkan melambaikan tangannya ke hadapan wajah Sashi, berusaha menyadarkan sang istri yang kaku seperti patung. "Sashi, kamu baik-baik saja?"

Kali ini Arkan menepuk pelan pundak Sashi, agar wanita itu kembali tersadar. Sampai akhirnya, terlihat Sashi sedikit tersentak. Dia meringis malu ketika menyadari, jika dari tadi, matanya terus memerhatikan Arkan.

Kenapa Arkan bisa setampan ini? Laki-laki itu bahkan jauh lebih menarik dibanding Andrew.

Itulah sederet pertanyaan yang memenuhi isi kepala Sashi, tentang Arkan saat ini. Dalam sekejap, dia melupakan semua kekesalannya.

"A-ada apa?" tanya Sashi dengan gugup.

Arkan duduk di sampingnya dan menatap ke arah Sashi dengan serius. Hingga membuat wajah Sashi kian bersemu merah. "Aku lapar, bisa kamu memasak sesuatu untukku?"

"Huh?"

"Aku kelaparan, Sashi." Arkan memperjelas ucapannya. Sampai suara perutnya terdengar berbunyi, tanda dia benar-benar kelaparan.

Memang sejak akan berangkat sampai tiba di sini, Arkan lah yang paling sibuk. Dia yang mengepak, mengangkat dan membereskannya. Meski tadi Arkan sempat dibantu oleh beberapa pelayan. Hanya saja, tadi Arkan harus mengemudi cukup jauh dari rumah, tentu saja karena hal tersebut tenaganya terkuras habis.

"Apa? Kenapa Kakak tidak pesan makanan tadi?" tanya Sashi sedikit menggerutu. Wajahnya jelas menunjukkan rasa kesal yang begitu ketara.

"Bagaimana aku bisa memesan, kalau kamu saja terus-menerus memintaku untuk buru-buru. Aku juga harus mengemas barang-barang, sementara kamu tidak mau membantu sama sekali," jawab Arkan, memasang wajah prihatin dan mata yang terlihat seolah kelelahan.

Sashi yang mendengarnya, menjadi merasa bersalah. Membuatnya tanpa basa-basi, berjalan keluar. Namun sebelum itu, Arkan sempat menahannya sebentar.

"Mau ke mana?"

"Kakak lapar kan? Aku mau pesan sesuatu, kita tidak bawa bahan makanan ke sini," jawab Sashi.

"Semua yang diperlukan sudah ada di sana. Pelayan yang mengantarnya tadi," ucap Arkan.

"Huh? Kak Arkan bercanda? Kalau begitu, kenapa tidak sekalian saja tadi! Kenapa harus merepotkanku segala." Sashi memasang wajah kesal. Dia melipat kedua tangannya di dada dengan alis menajam.

"Aku hanya ingin mencicipi masakan istriku. Tolong, biarkan aku merasakan masakanmu," balas Arkan sambil tersenyum lebar.

Follow IG : Koran_meikarta FB : Koran Meikarta. terima kasih sudah membaca☺️☺️

Share this novel

Norshiellah Sarail
2021-01-17 16:13:27 

gantung


NovelPlus Premium

The best ads free experience