Bab 46 - Bujuk Rayu

Romance Completed 141212

Siapa yang bisa tenang, saat tahu kalau wanita yang pernah mencintai suamimu akan datang?

Itulah kalimat yang cocok untuk mengungkapkan bagaimana perasaan Sashi saat ini. Dia sangat amat tidak senang mendengarnya. Berita itu bagai mimpi buruk yang tidak pernah dia inginkan. Meski dia belum pernah bertemu dan hanya tahu lewat sebuah foto, tapi Sashi merasa takut setelah mendengar cerita masa lalu Arkan.

Tidak ada yang tahu, apakah Kiana masih terobsesi dengan suaminya atau tidak. Wanita itu menjadi kekhawatiran terbesar baginya. Telepon tadi sore membawa kabar buruk, bahwa Kiana akan kembali.

Tidak. Sashi tidak rela. Tapi keputusan Arkan dan paksaan dari Andrew, tidak bisa dicegah. Tentu Sashi sangat kecewa pada Arkan. Membuat dia saat ini lebih memilih bergelung di dalam selimut.

"Sashi? Kamu marah?"

Suara Arkan terdengar di telinga Sashi. Langkah kakinya kian mendekat ke arah ranjang, sampai dia bisa merasakan gerakan di sebelahnya sebelum kemudian sebuah tangan memeluknya. Itu Arkan.

Sashi ingin berbalik dan memeluk laki-laki itu, tapi perasaan kesal mengalahkan semua keinginannya. Dia tidak suka dengan keputusan Arkan, apalagi ide saat laki-laki itu akan membiarkan Kiana tinggal sementara di rumahnya.

Yang benar saja!

Sashi tidak sebodoh itu. Dia menolak keputusan Arkan mentah-mentah, meski hanya sementara. Jika dia menyetujui, itu artinya dia benar-benar bodoh, membiarkan orang asing masuk ke dalam rumah tangganya sama saja dengan bunuh diri.

"Sayang, aku merindukanmu. Jangan seperti ini, ya?" Arkan membujuk Sashi dengan memeluk dan mendaratkan kecupan manis di lehernya, berusaha menggoda wanita itu agar kembali luluh.

Sayangnya, semua tindakan yang dia lakukan tidak ada gunanya. Sashi hanya diam dan mengabaikan Arkan, tanda kalau wanita itu benar-benar marah. Padahal Arkan tahu, jika Sashi hanya berpura-pura tidur. Membuat Arkan langsung berinisiatif menyentuh tubuh Sashi dengan lembut.

"Sashi, bangun. Aku menginginkanmu."

Tersentak.

Usapan lembut Arkan pada perutnya, membuat tubuh Sashi memanas. Apalagi saat Arkan dengan sengaja meniup lehernya. Sashi tidak nyaman, keduanya tangannya mengepal. Dia kesal dengan Arkan dan ingin memberi laki-laki itu pelajaran.

"Katakan sesuatu, aku tidak akan berhenti sebelum kamu bersuara. Kamu juga menginginkannya, 'kan?"

Apa yang dilakukan Arkan semakin berani. Bibir laki-laki itu menyentuh leher Sashi. Rambutnya telah disingkap dengan tangan yang sudah menjalar entah ke mana. Menyapu setiap sudut yang tak terjamah oleh mata. Hingga suara lirih terdengar keluar dari bibir manis Sashi. Membalas setiap sentuhan yang Arkan lakukan pada tubuhnya.

Arkan yang tahu Sashi mulai tergoda, terus melancarkan sentuhannya. Mengecup dan merayu area sensitif istrinya. Sampai salah tangan Arkan berniat menarik piyama tidurnya. Tapi sebelum itu terjadi, Sashi yang sudah tidak tahan dengan segera mencengkeramnya.

"Berhenti!"

Sashi langsung membalik tubuhnya dan mendorong Arkan menjauh. Terduduk sambil menatap marah ke arah Arkan. Napasnya sedikit memburu karena godaan yang Arkan lakukan. Tapi, dia sedang tidak mau melakukan ini. Rasa marah membuatnya enggan disentuh oleh Arkan.

"Kenapa? Aku merindukanmu, Sashi."

Arkan ikut duduk dan berusaha menyentuh Sashi, tapi secepat kilat Sashi menjauhkan diri. "Tidak malam ini, aku sedang tidak mau melakukannya."

"Ini karena masalah tadi?"

Tidak menjawab, Sashi hanya memalingkan muka. Menunjukkan keengganannya menatap Arkan dan cukup menjelaskan jika dugaan Arkan adalah benar. Helaan napas lelah, keluar dari mulut Arkan. Dia tahu kalau Sashi pasti sangat dan tidak mungkin menyukai idenya.

"Sashi, dengarlah ... Kiana tidak mempunyai tempat tinggal. Dia sendirian, dan aku tidak bisa membiarkannya begitu saja. Hanya beberapa hari, ok?"

Diam.

Sashi masih memasang ekspresi kesalnya. Membuat Arkan harus berkali-kali menambah kesabaran. "Kamu tidak percaya padaku?"

Pertanyaan kali ini, berhasil membuat Sashi menoleh dan menatap Arkan.

"Aku percaya dengan Kak Arkan, tapi tidak dengan wanita itu. Kenapa juga tidak biarkan saja dia tinggal di sana? Kenapa harus pulang?" Sashi menuntut jawaban dari Arkan. Nada suaranya terdengar sedikit membentak, menjelaskan jika saat ini dia tengah kesal dengan Arkan.

"Aku tidak bisa menahannya terlalu lama. Dia juga ingin kembali."

Lebih tepatnya, Kiana nekat melarikan diri dari rumah sakit, karena ingin pulang dan menyusulnya. Itulah kabar yang Arkan dapatkan dari sepupunya. Hingga Devina terpaksa mengatur kepulangan Kiana lebih cepat dari perkiraan. Padahal, wanita itu harusnya masih perawatan dari dokter. Tapi Kiana yang begitu keras kepala, memaksa ingin pulang.

Hal ini juga menjadi kejutan untuk Arkan, dia tidak menyangka jika Kiana bisa benar-benar nekat dan kepulangannya tidak bisa Arkan cegah karena Andrew justru menyetujuinya. Arkan juga tidak punya alasan tertentu untuk menolaknya, selain karena Kiana memang seharusnya kembali. Tapi, karena keputusan itu pula, Sashi harus marah padanya.

Saat ini, Arkan bagai dihadapkan pada buah simalakama.

"Lalu, apa-apaan keputusan Kakak mau membiarkannya tinggal di sini? Kak Arkan gila? Kakak mau membiarkan dia menggoda Kak Arkan lagi?"

"Bukan seperti itu--"

"TERUS SEPERTI APA!! Aku tidak mengerti semua ini. Kalau Kak Arkan tetap mau membiarkan dia tinggal di sini, lebih baik aku saja yang pergi!!"

Tanpa menunggu jawaban dari Arkan, Sashi langsung beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah lemari. Membuka dan memilah-milah pakaiannya. Semua perkataannya tidak main-main. Sashi akan pergi jika Arkan tetap pada pendiriannya. Dia tidak akan sudi tinggal satu atap dengan wanita yang mencintai suaminya.

Sashi bukan wanita lemah yang akan membiarkan pengganggu sekecil apa pun masuk ke dalam hidupnya. Tidak lagi, setelah kebodohan yang dia lakukan dan dirinya yang ditipu mentah-mentah oleh Andrew. Kali ini, Sashi akan belajar dari kesalahannya.

Sedangkan Arkan yang melihat tindakan Sashi, langsung dilanda panik. Pikiran bahwasanya Sashi akan pergi malam ini membuatnya kalut. Wanita itu bahkan terlihat membereskan pakaiannya. Hingga tanpa pikir panjang, Arkan langsung berjalan terburu-buru menghampirinya.

"Maafkan aku, Sashi. Jangan pergi."

Sebuah pelukan hangat, terasa menyelimuti seluruh tubuh Sashi. Menghentikan kegiatannya yang tengah membongkar pakaian. Dekapan yang dilakukan Arkan yang enggan kehilangannya. Begitu erat sampai Sashi dibalik tanpa melepaskan pelukannya.

"Maaf, aku tidak akan melakukannya. Kalau kamu tidak bersedia, aku tidak akan melakukannya. Jadi, tetaplah di sini bersamaku. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi."

Kamu sudah sangat berarti bagiku, sambung Arkan dalam hati.

Kehilangan Sashi adalah mimpi terburuk yang mungkin akan Arkan rasakan, jika dia tetap melaksanakan niatnya. Nyatanya, hanya Sashi yang paling berharga untuk hidupnya. Mungkin, Arkan akan memikirkan Kiana nanti. Satu hal terpenting yang harus dia lakukan saat ini, hanyalah menahan Sashi agar tidak pergi dari sisinya.

Sadar atau tidak, kehadiran wanita itu telah mengisi hari-harinya. Membuat Arkan merasa kosong saat harus berjauhan dengannya. Perasaan rindu selalu terasa mencekik hingga membuatnya terkadang sulit bernapas. Jadi, bagaimana mungkin dia bisa membiarkan Sashi pergi, jika separuh nyawanya hilang?

"Lepas."

Arkan tersentak saat Sashi memberontak dalam pelukannya. Bukan balas memeluknya. Membuat sedikit rasa takut hadir dalam hatinya. "Sashi, aku janji. Kiana tidak akan tinggal di sini, kamu tidak perlu pergi."

"Kak Arkan lepas!"

"Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu. Jika aku lepaskan, kamu akan pergi."

Seperti bayi yang tengah merajuk, Arkan menyandarkan kepalanya di bahu Sashi. Matanya dan bibirnya bergetar. Membuat wanita itu berdecak kesal dan spontan mencubit pipi Arkan cukup keras. Hingga pelukan tersebut harus terlepas.

"Pergi ke mana? Apa Kak Arkan menginginkanku pergi malam ini juga? Begitu?"

"Apa? Tadi, bukannya kamu berniat pergi? Pakaian itu--"

Sashi langsung memutar bola matanya jengah dan kembali mengambil pakaian dalam dari sana. Karena Arkan yang menggodanya, Sashi harus merasa tidak nyaman dengan pakaiannya. "Ini semua, gara-gara Kak Arkan."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience