Sashi terbangun dalam dekapan hangat Arkan. Tangannya menggeliat, berusaha membebaskan diri. Hingga beberapa saat kemudian, matanya terbuka. Menatap Arkan dengan ekspresi kaget. Wajah mereka teramat sangat dekat. Sampai Sashi hampir saja berteriak.
"Pagi."
Arkan membuka matanya, dia menatap Sashi sambil tersenyum lebar. Suaranya terdengar serak, menyapa telinga Sashi. Membuat Sashi tidak bisa berhenti menatapnya saat menyadari kadar ketampanan suaminya bertambah. Matanya berkedip polos. Sampai Arkan menyentuh hidungnya dengan usil. "Kenapa? Kamu kaget?"
Sontak saja, Sashi terperanjat. Dia spontan bangkit dari ranjang, dan menatap Arkan gugup. Menyelipkan helaian rambutnya ke daun telinga. "Kak Arkan, kenapa aku bisa tidur di sini?"
Seingat Sashi, semalam dia tertidur di sofa. Tentu saja dia terkejut, karena begitu terbangun, Sashi menemukan dirinya tengah berada di ranjang bersama Arkan. Apa mereka melakukan sesuatu semalam?
Arkan yang melihat kebingungan di mata Sashi segera bangkit. Dia terduduk di ranjang dan menatap wanita itu dengan senyum manis. "Aku yang memindahkanmu. Semalam, kamu tertidur pulas."
"Benarkah?" Sashi menatap Arkan setengah tak percaya. Dia curiga pada laki-laki itu. Benarkah Arkan hanya hanya memindahkannya saja? Tidak melakukan sesuatu yang lain?
"Kamu tidak percaya? Aku tidak melakukan apa-apa. Aku berani bersumpah," ucap Arkan tatkala melihat tatapan penuh selidik istrinya. Tak heran jika Sashi berpikir seperti itu, karena Arkan adalah laki-laki. Jelas, dia juga tertarik dengan wanita.
Beberapa hari menikah saja, Arkan dibuat menahan diri agar tidak menyentuh Sashi. Dia menginginkan wanita itu, tapi status dan penyebab mereka menikah, membuat Arkan berpikir ulang, apalagi setelah semalam telinganya tanpa sengaja mendengar perkataan Sashi yang memanggil nama Andrew.
Ada suatu perasaan tidak nyaman, hadir dalam hatinya. Meski Andrew adalah adiknya dan dia merupakan mantan Sashi, tapi Arkan adalah suaminya.
"Aku tidak akan menyentuhmu, sampai kamu siap," kata Arkan, dia kemudian berjalan menghampiri Sashi dan mendaratkan satu kecupan kecil di keningnya. Melangkah masuk ke dalam kamar mandi untuk bersiap-siap pergi ke bekerja.
Sementara di sisi lain, tangan Sashi mengusap keningnya dengan tatapan syok. Dia cukup dibuat terkejut dengan tindakan yang Arkan lakukan. Sampai bibirnya sulit berkata-kata. Pipinya tiba-tiba merona. Arkan baru saja mengecupnya.
"Tadi itu ... apa?"
***
"Bagaimana ini bisa terjadi? Apa kalian tidak becus bekerja!" teriak seorang laki-laki dengan wajah marah. Dia melempar berkas-berkas di atas meja, ke lantai. terduduk sambil mengurut keningnya.
"Maafkan kami, Pak Arkan. Kami akan memperbaikinya dengan segera," jawab seorang laki-laki tua berperut buncit. Dia merupakan salah satu manager pembangunan proyek yang diketahui bermasalah.
"Itu harus. Jika tidak, kalian akan menanggung akibatnya."
Nada yang terdengar berupa sebuah ancaman. Cukup untuk menakuti para bawahannya. Mereka hanya berani mengangguk sebagai jawaban. Berjalan kembali keluar dengan wajah pucat pasi. Berada di ruangan Arkan, benar-benar menakutkan.
Sementara usai kepergian mereka, Arkan terduduk kembali di kursinya. Dia menghela napas panjang dan memejamkan matanya sembari mendesis kasar. Gara-gara pernikahan yang tidak direncanakan seperti ini, Arkan harus kembali bekerja di sini. Dia tidak mungkin lagi bekerja di Perancis.
Pekerjaannya terpaksa di-handle sementara oleh salah satu teman kepercayaannya. Namun tentu, kedatangannya kembali ke dalam negeri cukup menyita perhatian publik. Pasalnya, beberapa orang tahu siapa Arkan. Hanya Sashi saja yang mungkin tidak tahu, jika Arkan adalah salah satu pebisnis muda yang berhasil mengembangkan perusahaannya hingga ke taraf internasional.
Arkan memiliki perusahaan pembuat parfum.
Perusahaannya sudah memiliki nama. Namun bukan berarti, Arkan tidak tahu soal menyoal bisnis kontruksi milik adiknya, yang kini harus dia urus. Arkan mengetahuinya. Dia lulusan terbaik yang barhasil mengharumkan nama keluarganya. Kecerdasannya di atas rata-rata. Tak hanya dalam satu bidang.
Namun, jika tiba-tiba seperti ini, jelas tidak mudah. Sejak kemarin, dia sibuk mengurus surat-surat dan kelengkapan data kepindahannya kembali. Oleh karenanya, beberapa hari kemarin Arkan sama sekali tidak sempat tidur. Ada banyak tugas dan pekerjaan yang menunggunya. Meski beruntung, dia dibantu oleh keluarganya juga.
Kini, saat Arkan baru saja kembali bekerja, dia harus dihadapkan pada permasalahan yang cukup besar! Apakah kepalanya tidak akan meledak? Arkan sama sekali tidak mengerti, kenapa perusahan yang ditinggal adiknya bisa sekacau ini? Apa yang sebenarnya Andrew perbuat? Adiknya benar-benar pembuat masalah.
Menghilang tanpa kabar, meninggalkan calon istrinya, dan tidak bertanggung jawab pada perusahaan yang merupakan bisnis turun temurun keluarganya. Jika tidak cepat ditangani, maka bisa saja bisnis ini hancur.
Arkan tahu, jika dari kecil Andrew sangat manja. Adiknya tidak pernah bisa menyelesaikan pekerjaannya. Dia cenderung mengandalkan kekuatan orang tuanya. Tapi, Arkan tidak menyangka, jika sifat itu akan terbawa sampai saat ini dan dia juga yang harus selalu membereskannya.
Di tengah kacaunya pikiran Arkan, sebuah panggilan tiba-tiba membuatnya terperanjat. Arkan kaget namun tak ayal, dia mengambil ponsel miliknya yang tergeletak tak jauh dari sana. Menatap layar ponselnya yang menampilkan nama Sashi di sana.
Seketika, perasaan Arkan mendadak lega. Senyum manis, terpancar di wajahnya. Sashi berhasil membuat perasaannya kembali baik. Hingga lekas saja, Arkan menerima panggilan tersebut. "Sashi, ada apa?"
"Kak Arkan, itu ... apa Kakak bisa pulang sekarang?"
Arkan langsung mengernyit heran saat mendengar perkataan Sashi. "Kenapa? Ada apa?"
"Hmm, ada Om dan Tant--maksudku, Mama dan Papa Kak Arkan. Mama menyuruh Kak Arkan pulang."
Terdengar suara bernada gugup dari Sashi. Membuat Arkan menaikkan alisnya dan sedikit terkekeh geli. Rupanya mama dan papanya datang. "Baiklah, aku akan pulang. Bilang sama Mama dan Papa, tunggu sebentar."
Arkan tanpa basa-basi langsung mematikan ponselnya. Dia buru-buru membereskan berkas-berkas miliknya. Melihat sekilas jam tangan yang menunjukkan waktu istirahat. Arkan bisa pulang sebentar. Dia juga ingin melihat Sashi.
Berada dan terus duduk di kantor, benar-benar membuat kepalanya sakit. Hingga Arkan lebih memilih untuk meninggalkan ruangannya. "Aku pergi sebentar, jangan biarkan siapa pun masuk. Jika ada perjanjian atau rapat, tolong reschedule," ucap Arkan pada sekretarisnya. Seorang wanita muda yang usianya tak beda jauh dengan Arkan.
Tanpa menunggu jawaban dari sekretarisnya, Arkan kembali berjalan menuju ke luar. Tak sedikit dari karyawannya yang menatap Arkan penasaran. Mereka, terutama pada wanita, terang-terangan melihat ke arah Arkan. Tertarik saat menyadari bos baru mereka sangat tampan. Namun tak pernah Arkan tanggapi sama sekali.
Wajah yang biasanya tersenyum pada Sashi, kini hanya menampilkan ekspresi datar. Matanya tajam dan seolah siap menakuti orang yang menatapnya. Dia benar-benar seperti orang yang berbeda. Tapi, memang seperti inilah Arkan sebenarnya.
"Antar aku pulang," perintahnya pada sang supir. Dia buru-buru masuk ke dalam mobil dan membuka blazer hitam miliknya saat udara terasa panas. Arkan menatap jendela mobil sambil menghela napas panjang. Sampai suara panggilan, kembali mengalihkan perhatiannya.
Arkan langsung menoleh, dia menatap ponselnya. Dia mengira, jika itu dari Sashi yang tak sabar menantinya pulang. Namun ternyata, itu panggilan dari seseorang yang tidak pernah Arkan sangka.
pagi readers, selamat membaca. semoga suka ya
Share this novel