Bab 39 - Bukan Pembunuh

Romance Completed 141212

"Permisi, Tuan. Tuan Andrew meminta untuk bertemu," ucap salah seorang pelayan pada Arkan yang saat ini sibuk dengan pekerjaannya.

Arkan yang tengah memeriksa berkas kecurangan tentang apa yang dilakukan adiknya, spontan mengalihkan pandangannya. Dia belum kembali bekerja, selain karena papanya menemukan apa yang Arkan temukan waktu itu. Papanya berkata, akan memeriksa apa yang terjadi pada perusahaannya.

Tadinya, Arkan berniat mencegahnya tapi semua tidak bisa dia lakukan. Papanya, memiliki wewenang dan Arkan hanya bisa membiarkannya saja. Membiarkan papanya tahu apa yang dilakukan Andrew selama ini.

"Suruh dia masuk."

Arkan langsung menghentikan pekerjaannya. Membereskan berkas-berkasnya kembali, sebelum Andrew masuk. Hingga beberapa saat setelah pelayan itu keluar, muncullah Andrew dari balik pintu.

Andrew datang dengan kursi roda yang dibantu oleh pelayan laki-laki itu. Mendekat ke arah Arkan, sampai pelayan itu panir undur diri ketika Andrew menyuruhnya pergi. Meninggalkan kakak-beradik itu di dalam ruangan.

"Ada apa kamu menemuiku? Kenapa tidak istirahat?" tanya Arkan sembari menatap heran.

Harusnya, Andrew tidak boleh jalan-jalan dulu. Kondisi kakinya juga kembali memburuk. Membuat Andrew harus kembali menggunakan kursi rodanya. Tapi, adiknya yang memang pada dasarnya bengal, sama sekali tidak mau mendengar perkataan Arkan. Walau kemarin, dokter sudah mengatakan tidak ada luka yang serius, tapi bukan berarti Andrew bisa pergi berkeliaran seperti ini. Tidak ada yang tahu sesuatu yang buruk pasti akan terjadi.

"Kenapa? Kau takut aku memiliki niat buruk?"

Arkan menghela napas, saat mendengar nada sinis keluar dari mulut adiknya. "Sama sekali tidak. Aku hanya penasaran, apa yang kauinginkan?"

"Aku ingin melihat Sashi. Aku ingin dia," ucap Andrew secara terang-terangan.

Lagi-lagi, hal yang sama. Ada saatnya Arkan merasa jengah dengan sikap kekanakan adiknya. Rasanya, dia ingin menghajar adik satu-satunya itu agar menyadari apa yang terjadi. Kesalahan-kesalahan yang dilakukannya. Andrew benar-benar tidak memiliki rasa bersalah sedikit pun.

"Andrew, apa kata-kataku waktu itu masih belum jelas? Sashi sudah menjadi milikku. Jadi, jangan berharap dia akan kembali padamu."

Sayangnya, bukannya menurut Andrew malah menatap Arkan dengan wajah merah karena marah. "Dia milikku. Kenapa kita selalu menyukai wanita yang sama! Kenapa kau selalu merebut orang yang kucintai, Berengsek!"

Arkan yang tadi sibuk memainkan bolpoin miliknya, sontak terhenti dan menatap ke arah adiknya dengan wajah datar. "Kamu salah, kita tidak pernah mencintai wanita yang sama. Kamu hanya mencintai Kiana, dan aku hanya mencintai Sashi."

"Sialan! Jangan sebutan namanya dengan lidahmu yang kotor itu!" bentak Andrew dengan nada tinggi.

Tidak suka. Andrew tidak suka saat Arkan menyebut nama Kiana. Hal itu mengingatkannya pada kenangan menyakitkan, yang sampai saat ini begitu sulit untuk dia lupakan.

"Andrew, jujurlah. Yang kamu cintai bukan Sashi, tapi Kiana."

"Tahu apa kau tentang diriku, huh? Kau berkata seperti itu, agar aku berhenti mengejar Sashi, 'kan?"

Arkan membalas perkataan bernada emosi Andrew dengan tatapan tenang. "Kau tidak pernah mencintai Sashi. Dia hanya pengganti Kiana bagimu. Karena itu, saat pernikahan akan terjadi, kau memilih untuk kabur dengan wanita, yang jelas-jelas kau tahu berbohong."

Ucapan Arkan, cukup membuat tubuh Andrew membeku. Matanya melotot tak percaya, saat Arkan mengemukakan pemikirannya dengan sangat gamblang, sampai laki-laki itu kembali melanjutkan perkataannya.

"Kamu bukan orang bodoh yang hanya bisa ditipu oleh perkataan wanita yang mengaku hamil anakmu, benar 'kan? Tidak mungkin, kamu tidak tahu kebenarannya. Kamu pergi saat tahu kalau Sashi dan Kiana bukanlah orang yang sama."

Pergulatan batin yang Andrew rasakan kembali terjadi. Ucapan Arkan berusaha untuk dia tolak. Tapi, sebagian dirinya membenarkan perkataan sang kakak. Dulu, Sashi memaksa Andrew agar dia cepat menikahinya. Namun sebenarnya, Andrew masih belum siap waktu itu. Bayang-bayang Kiana masih hadir dalam ingatannya. Semakin kuat, saat hari pernikahannya dengan Sashi semakin mendekat.

Andrew tidak bisa membedakan perasaannya sendiri. Dia tidak tahu, mana wanita yang dicintainya. Semua bercampur dan membuat kepalanya begitu frustrasi. Hatinya mulai menerima Sashi, yang pada awalnya Andrew anggap jika Sashi adalah Kiana. Tapi semua perasaan itu, tak cukup membuatnya yakin untuk melaksanakan pernikahan. Ada sesuatu yang mengganjal dalam perasaanya.

"Ya, kau benar. Awalnya aku menganggap Sashi adalah Kiana. Tapi sekarang tidak lagi. Aku menyukai Sashi apa adanya. Aku tahu kesalahanku," balas Andrew sambil mengepalkan kedua tangannya. Dibalas senyum tipis yang tersungging di bibir Arkan.

"Apa itu akan tetap sama, kalau Kiana kembali?"

Kening Andrew berkerut. Dia langsung menatap Arkan penuh kebencian. "Jangan mengada-ada, Kiana tidak mungkin kembali. Kau yang membunuhnya. PEMBUNUH!!"

"Aku tidak melakukannya."

"Kau pikir aku buta? Karena kau, Kiana harus pergi! KARENA KAU MENOLAKNYA, DIA HARUS MATI! ITU SEMUA GARA-GARA KAU, BERENGSEK!"

Tanpa disadari, kedua tangan Andrew sudah mencengkeram kerah baju Arkan begitu kuat. Menatapnya dengan napas tersengal-sengal. Kobaran api penuh kebencian, terlibat jelas dalam sorot matanya. Sampai kepalan tangannya mengenai wajah Arkan.

Sementara Arkan hanya diam, dan perlahan menjauhkan kedua tangan Andrew dari kerah bajunya. Arkan berusaha agar tidak membalas sikap kurang ajar Andrew, dengan kekerasan juga, meski dia juga ikut emosi. Arkan memilih untuk berjalan mendekati adiknya. Saling berhadapan tanpa meja menjadi sekat pemisah di antara mereka.

"Dia sendiri yang melakukannya."

Tangan Andrew semakin terkepal. Dia tahu cerita itu. Tapi, hatinya tetap kesal karena cara kakaknya menolak Kiana begitu kasar. "Itu karena perkataanmu terlalu kasar untuk diucapkan pada seorang wanita, berengsek!"

"Lalu kau mau apa? Kau mau aku berkata lembut pada wanita yang menyodorkan tubuhnya pada seorang pria?"

"A-apa? T-tidak mungkin. K-Kiana tidak m-mungkin seperti itu."

"Wanita yang kau cintai itu, ingin menghabiskan malam denganku. Dia mendatangi apartemenku malam-malam dan bersikap seperti seorang pelac--"

Bugh ... bugh ... bugh ....

Tanpa pikir panjang, Andrew kembali memukul wajah Arkan, membuat wajah laki-laki itu kembali memar. Andrew bahkan nekat melompat dari kursi roda untuk kemudian mendorong Arkan hingga jatuh ke lantai dengan dia di atasnya. Kedua tangannya berusaha mencekik leher Arkan. Tatapan matanya penuh hasrat ingin membunuh.

"TIDAK. KIANA TIDAK MUNGKIN SEPERTI ITU! SEMUA INI GARA-GARA KAU, SIALAN! KAU PEMBUNUH. PEMBUNUH!!"

Arkan sedikit kesusahan, namun dia berusaha menyingkirkan Andrew tanpa melukai adiknya sedikit pun. Sampai pintu masuk tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok Sashi yang menatap keduanya dengan ekspresi kaget. Sayangnya, kedatangan Sashi tak membuat keduanya melihat ataupun menengok ke arahnya.

"KAK ARKAN!"

Melihat suaminya dalam kondisi terjepit, Sashi dengan segera berlari mendekat. Berusaha melepaskan Andrew tanpa menghiraukan tatapan Arkan yang seolah melarangnya. Namun, Andrew begitu susah dipisahkan. Sampai Sashi berinisiatif untuk menggigit lengan adik iparnya dengan kencang.

Suara teriakan Andrew, seketika terdengar bersamaan dengan laki-laki itu yang akhirnya melepaskan cekikan di leher Arkan. Terkejut, jika Sashilah orang yang menggigit lengannya.

"KAU, APA-APAAN INI! KAU MAU MEMBUNUH SUAMIKU, HUH?"

"Dia memang pantas mendapatkannya. Dia pantas untuk mat--"

Sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, tamparan sudah lebih dahulu mendarat di wajah Andrew. Pelakunya adalah Sashi, yang kini menatapnya dengan tajam. "Laki-laki sampah sepertimu, tidak pantas memiliki Kakak seperti Arkan."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience