Bab 62 - Masuk Perangkap

Romance Completed 141212

Rasa hangat dari sebuah pelukan, membuat Sashi ingin menyusupkan dirinya lebih dalam. Tersenyum dengan mata terpejam, mencari kehangatan. Tidak peduli jika matahari telah terbit. Berada dalam pelukan suami tentu saja hal yang paling menyenangkan.

Alih-alih terbangun, Sashi malah semakin merapatkan matanya. Mencari dekapan hangat saat hawa dingin terasa menusuk tubuhnya. Sedikit aneh, padahal dia memakai selimut, tapi rasa dingin itu seolah menyentuh kulitnya. Sangat terasa. Hingga dia tidak punya pilihan selain mencari kehangatan di sana. Sayangnya, Sashi merasakan sedikit perbedaan.

Tubuh suaminya terasa sedikit berbeda, seperti sangat asing. Membuat Sashi yang ingin kembali terlelap, menjadi urung. Menyadari, jika hari sudah terlalu siang saat Arkan masih bergelung bersamanya di dalam selimut. Sampai akhirnya, Sashi berusaha terbangun. Membuka matanya perlahan, hingga akhirnya dia mendapati tubuh kekar di hadapannya tanpa busana.

Sashi langsung menyentuh dan menggoyangkan lengan Arkan, berusaha membuat suaminya terbangun, tapi saat kepalanya terangkat, gerakan tangannya seketika terhenti. Bola matanya hanya bisa membulat sempurna. Syok.

Nyaris tidak ada satu pun kata yang bisa keluar dari mulutnya. Dia hanya bisa menatap laki-laki di depannya dengan mulut menganga. Hingga efek dari goyangan tangannya tadi, berhasil membangunkan laki-laki itu. Kelopak matanya terbuka dan Sashi belum siap menghadapi kenyataan, kalau orang yang berada di depannya adalah Andrew, bukan Arkan.

"Kau sudah bangun?"

Ucapan bernada serak itu harusnya tidak terucap dalam bibir Andrew, karena sejujurnya, yang Sashi lakukan hanya bisa terdiam. Dia sama sekali tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Sashi pikir ini mimpi. Hanya mimpi.

"I-ini mimpi, 'kan? Ini t-tidak benar."

Sashi berusaha menyangkal kenyataan di depannya. Dia menjauhkan diri dan menarik selimut dalam posisi terduduk. Jiwanya cukup terguncang dengan semua ini. Sama sekali tidak lucu. Sayangnya, semua ini benar-benar terjadi. Sashi menyadari pakaiannya yang telah bertebaran di mana-mana. Di balik selimut, dia tidak mengenakan sehelai benang pun. Telanjang dan tidur seranjang bersama adik iparnya.

Berengsek. Apa yang dia lakukan sebenarnya?

Tidak ada hal yang bisa Sashi lakukan selain mengusap wajah dan menangis. Ini benar-benar sangat menjijikkan. Dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Sashi tidak mungkin mengkhianati Arkan. Ini bukan salahnya! Ini pasti jebakan!

Kepalanya kembali berputar, mengingat apa yang bisa dia ingat kemarin. Cukup sulit, karena kepalanya masih sedikit pusing akibat bangun yang terlalu tiba-tiba. Sampai kemudian, sekelebat bayangan bak kaset rusak, berputar di kepalanya. Memperlihatkan kembali pada saat dia bertemu Kiana.

Semua percakapan yang tidak penting juga Sashi ingat. Hingga saat Kiana menyodorkannya segelas Cappucino. Pandangannya mulai sedikit kabur setelah dia meminumnya dan kemudian jatuh pingsan. Hal yang beberapa hari terakhir, sebenarnya sudah cukup sering Sashi alami, tapi tidak sampai dia jatuh pingsan. Ini jelas adalah ulah Kiana, tapi apa Andrew juga turut serta menjebaknya?

"Katakan, apa yang kalian rencanakan! Ini pasti ulahmu dan wanita ular itu, 'kan! Kalian menjebakku!" Dengan nada sedikit bergetar dan air mata yang sesekali menetes, Sashi menatap Andrew dengan tatapan tajamnya.

"Kau pingsan, Kiana memberitahuku dan aku membawamu, tapi kau kembali terbangun lalu menggodaku. Sampai kita berakhir seperti ini."

"ITU TIDAK MUNGKIN!! MUSTAHIL. Minuman itu, pasti wanita itu memasukkan sesuatu."

Namun Andrew tidak menjawab dan malah diam menatap lurus Sashi. "Apa semua ini belum cukup, kalau semalam kita--"

Sashi marah. Membuat ucapan Andrew harus terhenti saat tangan Sashi tanpa aba-aba, melayang di pipinya. Kemarahan dan rasa kecewa karena kembali dikhianati, membuatnya tak bisa lagi menahan derasnya air mata.

"AKU TIDAK MAU DENGAR! INI SEMUA ULAH KALIAN! KAU MELAKUKAN INI LAGI, ANDREW! KAU BENAR-BENAR BERENGSEK! SIALAN! KENAPA KAU MENGHANCURKANKU LAGI!"

Tidak ada yang bisa Sashi lakukan selain memukuli Andrew dan meluapkan rasa kecewanya. Menangis dengan keras sampai rasanya, pita suaranya akan putus. Sashi yakin, ini semua pasti ulah Andrew dan Kiana. Mereka menjebaknya.

Kenapa dia bisa sebodoh itu? Kenapa dia harus percaya pada musuh, yang jelas-jelas bisa saja menusuknya dari belakang? Sashi berusaha percaya adik iparnya karena Arkan begitu menyayanginya. Tapi ternyata, laki-laki itu malah bersekongkol dengan wanita yang berniat merebut suaminya.

"Padahal aku sudah percaya padamu. Aku sudah memaafkanmu karena kupikir, kau sudah benar-benar berubah ...."

Sashi menarik tangannya yang tadi memukuli Andrew dan terdiam dengan air mata yang menetes. Suaranya terdengar sangat lirih dan penuh kekecewaan, jauh berbeda dari sebelumnya. Kenapa saat bersama Andrew, Sashi terlibat seperti wanita yang menyedihkan? Laki-laki itu membuatnya tak berdaya. Berbeda dengan Arkan yang memperlakukannya dengan cara luar biasa.

Bersama Andrew, Sashi merasa selalu direndahkan sebagai wanita. Sedang bersama Arkan, dia merasa seperti diperlakukan bagai seorang putri.

"Semua ini kulakukan karena aku masih menyukaimu, Sashi," ucap Andrew sambil menyentuh helaian rambut hitam Sashi dan menciumnya lembut. Satu dari bagian tubuh Sashi yang sejak dulu Andrew sukai.

"A-apa? K-kau bilang, kau m-menyuki--"

"Aku menyukai kalian. Tidak, aku mencintaimu dan Kiana. Jika aku bisa memiliki kalian, kenapa aku harus memilih salah satu? Awalnya, aku memang menganggapmu sebagai pengganti Kiana, tapi ternyata, aku benar-benar jatuh hati denganmu, Sashi. Aku tidak bisa melepasmu walaupun ada Kiana dan Kakakku."

Satu tamparan kembali mendarat di wajah Andrew. Sashi sama sekali tidak bisa berkata apa pun lagi. Ternyata, Andrew lebih berengsek dari yang dia duga. "Tidak ada cinta yang seperti ini! Ini namanya merusak! Kau merusakku! Kau benar-benar sempurna menyakitiku! Bagaimana jika Kak Arkan tahu?"

Arkan pasti sedang mencarinya saat ini. Betapa sulit dibayangkan, laki-laki itu khawatir saat dia tidak ada. Saat istrinya ternyata semalaman tidur bersama laki-laki yang tak lain adik iparnya sendiri.

"Kali ini dia tidak akan memaafkanmu. Kemungkinan terburuknya, kalian akan berpisah."

Degghh.

'Aku ingin kau dan Kak Arkan berpisah.'

Sebuah kalimat tiba-tiba muncul di kepala Sashi. Dia teringat dengan kalimat terakhir Kiana sebelum kesadarannya direnggut paksa. Jika Sashi tidak salah menebak, itulah potongan kalimat sebelum dia pingsan. Ya, sepertinya sekarang Sashi paham, itulah tujuan mereka.

"Aku akan membalas perbuatan kalian. Kau dan wanita itu harus mendapatkan hukuman!"

Dengan perasaan cemas, Sashi buru-buru memakai pakaiannya kembali. Dia mendorong tangan Andrew yang berusaha menahannya pergi. Khawatir jika Arkan mencarinya. Tapi, apa yang harus dia katakan nanti? Alasan macam apa yang harus Sashi berikan? Dia jelas tidak mungkin mengatakan tidur bersama Andrew.

Tak mau ambil pusing, Sashi memilih cepat-cepat keluar dari sana sebelum Arkan bertambah khawatir. Namun, satu hal yang baru dia tahu, kalau ternyata tempat dia tidur semalam adalah rumah Andrew yang diberikan oleh Arkan dan bersebrangan dengan rumahnya.

Beruntungnya, di sana tidak terlihat siapa pun. Hingga Sashi tidak perlu cemas ketahuan tidur di rumah Andrew. Meski dalam hatinya, dia merasa seperti pendosa yang takut kesalahannya diketahui orang. Sashi jelas tidak mau membayangkan, kemungkinan terburuk saat Arkan mengetahui semua ini.

Sashi kembali menyeka air matanya dan menatap rumahnya. Berjalan ragu menuju pintu dengan tangan mengambang. Tak terdengar satu suara pun, rumah benar-benar dalam keadaan sepi. Satpam pun tidak ada. Mungkin, mereka sedang sibuk mencarinya yang hilang semalaman.

Rasa bersalah kembali mengusiknya. Sashi menyesali keputusannya yang pergi tanpa pamit pada Arkan. Bodoh. Siapa yang berpikir kalau dia bisa mengatasi semuanya sendiri?

"SASHI!!"

Sebuah teriakan tiba-tiba mengalihkan perhatian Sashi. Menyadarkannya dari lamunan dan membuat tangannya kembali ditarik ke bawah. Menoleh. Sashi langsung mendapati Arkan yang keluar dari dalam mobil sambil membawa beberapa orang yang entah siapa. Penampilannya tampak begitu kusut, lingkaran hitam terlihat di bawah matanya. Hingga saat Arkan mendekat dan tanpa basa-basi memeluknya begitu erat, Sashi bisa merasakan betapa khawatirnya laki-laki itu.

"Kamu ke mana saja, Sayang? Kalau kamu marah, harusnya bilang. Jangan pergi tanpa pamit, aku benar-benar sangat khawatir."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience