Bab 24 - Pilihan

Romance Completed 141212

"Sashi, kamu datang untuk mengunjungiku?" Wajah Andrew langsung berbinar saat melihat Sashi yang berjalan masuk ke ruangannya. Namun sayang, wanita yang dia cintai itu tidak datang sendiri, ada kakaknya yang berdiri di sampingnya.

Perasaan cemburu pun, tentu langsung menguasainya. Andrew menatap nyalang pasangan tersebut, dia mengira jika kedatangan Arkan hanya untuk menunjukkan kemesraannya saja. Terlihat, dari tangannya yang kini melingkar di pinggang Sashi.

"Kak Arkan yang mengajakku. Aku pikir, tidak salahnya mengunjungi ADIK IPAR," ketus Sashi yang langsung menatap ke arah Arkan.

Hal itu, tentu membuat Arkan sedikit keheranan. Kenapa Sashi harus berbohong? Tapi, ucapan yang terlontar dari mulut istrinya, tampak memukul perasaan sang adik. Andrew menatap mereka dengan pandangan sedih sekaligus terluka.

"Kamu sudah melupakanku, ya," lirih Andrew, nyaris seperti bisikan. Senyum kecut, juga terlihat di garis wajahnya. Dia benar-benar tidak menyangka, jika Sashi akan langsung melupakannya begitu saja.

Namun Arkan yang tidak mau suasana berubah canggung, segera berjalan mendekat dan mengalihkan inti pembicaraan. Dia teringat, dengan ucapan dokter saat mengatakan jika adiknya sempat mengamuk.

"Dokter mengatakan, kalau kamu membuat masalah? Apa yang kamu inginkan Andrew?" tanya Arkan pada Andrew yang kini tertidur di ranjang dalam posisi terikat. Adiknya mengamuk karena ingin bertemu dengannya. Bahkan Andrew memaksa untuk keluar dari rumah sakit. Tentu saja, hal itu tidak diizinkan, mengingat kondisinya masih sangat tidak memungkinkan.

Arkan tidak tahu apa yang ada dalam pikiran adiknya, hingga berbuat seperti itu. Padahal dia sudah memberikan semua pengobatan yang terbaik, agar Andrew kembali sembuh seperti sediakala.

Sementara Sashi, hanya menatap prihatin. Hatinya tetap merasa kasihan, hanya saja rasa khawatirnya sudah sedikit berkurang. Akhir-akhir ini, Sashi sudah tidak terlalu memikirkan Andrew. Niatnya untuk ke sini pun, hanya untuk bertemu dengan adik ipar, tidak lebih.

Sashi rasa, ini adalah saatnya untuk dia melupakan Andrew pelan-pelan. Dia ingin lebih memerhatikan Arkan. Meski perasaannya untuk Andrew, belum sepenuhnya hilang.

"Aku ingin keluar dari sini."

"Apa?"

"Aku ingin tinggal bersama kalian," ulang Andrew dengan cepat. Dia menatap Arkan dan Sashi dengan pandangan yakin. Tampak jelas keduanya terkejut. Terlebih Sashi yang kini melotot ke arahnya.

"Kenapa? Bukankah di sini kamu bisa sembuh?" Arkan berusaha tenang dan tidak emosi saat menghadapi adiknya.

"Aku bosan. Bawa aku keluar, kalau kau masih menganggapku adik!"

"Kalau begitu, aku akan memberitahu Mama dan Papa," ucap Arkan seraya merogoh saku celananya. Berniat mengambil ponsel, namun sayangnya hal tersebut dicegah oleh Andrew.

"Sudah kubilang, jangan hubungi mereka! Biarkan aku tinggal di rumah kalian!" teriak Andrew sedikit keras, wajahnya merah padam dan hendak menyambar tangan Arkan.

Sashi yang melihat sikap Andrew, kini malah tersulut. Dia tampak tidak suka saat melihat mantan kekasihnya berniat menyakiti Arkan. Hingga tanpa basa-basi, tangannya langsung menjauhkan Arkan. Kebencian di wajah Sashi pada Andrew, kini tercetak jelas. Padahal dia tidak bermaksud untuk menunjukkannya.

"Tidak. Itu tidak bisa! Kau tidak boleh tinggal di rumah kami," tolak Sashi dengan cepat. Dia menggenggam tangan Arkan erat. Meminta, agar laki-laki itu tidak menuruti kemauan Andrew.

"Apa? Tapi, Sashi aku--"

"Kami sudah menikah. Kalau kaumau, tinggallah di rumah orang tuamu."

Seketika, Arkan langsung tersenyum mendengar perkataan Sashi. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Ternyata, wanita itu masih memikirkannya.

"Jadi, kamu dengar sendiri kan, Andrew? Aku tidak bisa mengizinkanmu tinggal jika Sashi menolak," ucap Arkan, balik menggenggam tangan Sashi. Matanya menyorot datar pada sang adik.

"Tidak bisa seperti ini--"

"Kalau kamu tidak mau tinggal di sini atau di rumah Papa, aku bisa memberikanmu rumah dan pelayan. Itupun, jika kamu bersedia. Tapi, aku harap kamu tetap di sini untuk menjalani terapi," ujar Arkan. Bukan. Bukan dia tidak peduli dengan adiknya, hanya saja Arkan memikirkan semua kemungkinan yang terjadi. Tidak mungkin, dia membuat Sashi tidak nyaman karena kehadiran adiknya. Terlebih fakta, kalau keduanya pernah menjalan kasih.

Jika di bawa ke rumah orang tuanya, Arkan rasa itu juga ide yang buruk, pasti mama dan papanya akan sangat sedih melihat keadaan Andrew saat ini. Maka pilihannya hanya dua, tetap di rumah sakit atau tinggal sendiri bersama pengasuh.

"Aku tidak akan memberikan opsi ketiga. Tinggal di sini atau tinggal sendiri tapi kamu harus rutin terapi."

Andrew tidak langsung menjawab, dia terdiam sebentar sambil menatap lekat ke arah Sashi. Sampai wanita itu harus dibuat risih karenanya. "Aku mau tinggal sendiri."

***

"Aku tidak tahu, kalau kamu sangat memikirkanku, Sayang," celetuk Arkan sambil melirik ke arah Sashi dan fokus kembali pada jalanan di depannya. Dia masih belum melupakan saat Sashi bersikap acuh pada adiknya. Senang? Jelas, karena sepertinya Sashi sudah mulai tidak memedulikan Andrew lagi.

"Maksud Kakak?"

"Kamu tidak ingin Andrew tinggal di rumah kita, itu karena kamu takut aku cemburu, kan?" Dengan senyum dan nada bangganya, Arkan memasang wajah sombong. Ketampanannya memang tidak bisa ditolak oleh siapa pun, terlebih senyum memikatnya. Dia percaya, kalau Sashi juga pasti terjerat olehnya.

Sayangnya, semua hal yang dipikirkan Arkan, harus patah ketika Sashi menatapnya aneh. Dia langsung meletakan punggung tangannya di dahi Arkan, seolah sedang memeriksa laki-laki itu.

"Kak Arkan tidak sakit."

"Aku sehat, Sashi. Kenapa kamu mengira kalau aku sakit?" jawab Arkan, tanpa mengalihkan fokusnya dari arah jalanan.

"Cara bicara Kakak terdengar sangat menggelikan. Aku menolak, bukan karena Kak Arkan, aku hanya mau balas dendam saja."

Arkan hanya tersenyum malu mendengar balasan dari Sashi. "Balas dendam?"

Sashi tidak menjawab, dia hanya tersenyum menatap Arkan, sampai deretan gigi putihnya sedikit terlihat. Sashi sangat puas, ketika melihat raut kecewa di wajah Andrew. Dia senang saat laki-laki itu merasakan kekecewaan yang dulu sempat dia rasakan. Meski semua itu tidak sebanding.

Maafkan, jika dia telah memanfaatkan Arkan. Tapi niatnya untuk serius menjalani pernikahan bersama Arkan, dia tidak berbohong. Sashi ingin berusaha mencintai laki-laki itu mulai sekarang. Kehadiran Arkan yang tiba-tiba menjadi suaminya, sungguh mengusik pikiran Sashi beberapa hari belakangan. Terlebih, semenjak dia mengizinkan laki-laki itu untuk menyentuhnya.

"Di mana dan kapan dia akan tinggal, Kak?"

"Hmm? Maksudmu Andrew?"

"Ya."

"Aku tidak yakin. Tapi aku dengar, kemarin tetangga yang ada di seberang jalan, akan menjual rumahnya. Mungkin aku bisa membelinya sekaligus, sekarang aku harus mencari orang yang bisa membantu Andrew," papar Arkan dengan pose berpikir.

"Seberang rumah?"

"Ya, tidak masalah, kan? Kalau kamu masih tidak nyaman, aku tidak akan membiarkan Andrew masuk ke rumah."

"Tidak. Lakukan saja, aku tidak peduli."

"Kamu yakin?"

Sashi tak langsung menjawab, dia menatap ke arah Arkan dengan lekat. Tampak laki-laki itu fokus menyetir sambil sesekali melirik ke arahnya. "Ya, aku tidak peduli lagi dengannya. Aku rasa, sekarang aku ingin tahu tentang Kak Arkan."

Ckkiiitt ....

Suara rem mobil, tiba-tiba terdengar begitu Arkan menginjaknya dengan sangat kuat. Membuat Sashi sampai terkejut dan hampir terkantuk dashboard, jika seatbelt tidak dia kenakan.

"Barusan, kaubilang apa?"

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience