Selembar foto usang, kini berada dalam genggaman Sashi. Dia menilik lebih dekat foto yang diambilnya, di ruang kerja Arkan kemarin. Foto yang membuat rasa penasarannya membuncah. Foto Arkan, Andrew dan seorang wanita.
Sashi tidak tahu siapa wanita itu. Dia rasa, Arkan tidak punya saudara wanita. Hanya satu dan itu adalah Andrew. Tapi, siapa wanita yang berada di antara mereka? Dan sepertinya, Arkan cukup dekat dengannya. Semua itu tergambar jelas saat wanita di dalam foto tersebut tampak merangkul lengan Arkan dan menyandarkan kepalanya di bahu laki-laki itu.
Arkan tampak tak menunjukkan ekspresi apa pun. Berlainan dengan Andrew dan wanita itu, yang memasang wajah penuh senyum. Arkan yang Sashi lihat di foto dan Arkan yang dia lihat sekarang, sedikit berbeda. Tentu saja, hal itu membuat dia kian penasaran. Sashi sama sekali tidak tahu menahu mengenai Arkan. Apalagi masa lalu laki-laki itu.
Akan tetapi, melihat Arkan pernah dekat dengan seorang wanita, tak dipungkiri hatinya mendadak gelisah. Dia menjadi tidak nyaman dan cemas tidak karuan. Terlebih, kini Arkan masih belum pulang. Rasanya, dia ingin cepat-cepat melihat laki-laki itu dan menanyakan perihal foto tersebut.
Namun, di tengah kegelisahannya, tiba-tiba foto yang ada di tangannya direbut paksa oleh seseorang. Sontak saja, Sashi terperanjat kaget dan matanya terbelalak, saat dia mendapati Andrew yang mengambilnya.
Entah bagaimana bisa laki-laki itu tiba-tiba muncul di belakangnya. Sashi sama sekali tidak mendengar suara sedikit pun. Para pelayan, juga tidak ada yang memberitahunya. Namun, setelah teringat jika pagi ini dua pelayannya sedang pergi ke pasar dan lainnya sedang mengurus taman, Sashi hanya bisa merutuk kesal. Sehari dia lolos, tapi kali ini Sashi harus kembali tertangkap dan berhadapan dengan Andrew.
"Kembalikan."
"Kenapa kemarin kau menghindariku?"
Sashi langsung menghembuskan napas kasar, saat Andrew justru membalas pertanyaannya dengan pertanyaan lain. Sampai dia hanya mendelik dan melirik sekilas ke arah laki-laki itu. Sejenak, Sashi dibuat terkejut saat melihat Andrew berdiri mengenakan sebuah kruk.
Sejak kapan? Kenapa dia sampai tidak sadar? Apa terapinya sudah mengalami tahap kesembuhan?
"Kau ...?"
"Kenapa? Kau heran kenapa aku bisa berdiri? Tidak memakai kursi roda lagi?"
Refleks, Sashi langsung mengangguk. Tapi Andrew tidak mau menjawab dan malah tertawa miris. Entah apa yang tengah laki-laki itu tertawakan. Namun itu membuat Sashi merasa tersinggung, sampai dia berusaha untuk merebut kembali foto usang tadi.
Sayangnya, meski Andrew tidak bisa bergerak seleluasa seperti Sashi, dia tetap sigap untuk menjauhkan tangannya agar wanita itu tidak mengambilnya. "Kamu benar-benar menyakitiku, Sashi. Semudah itu melupakanku dan lebih memilih Kakakku sendiri. Apa kau sangat merindukannya, sampai terus memandangi wajah Kakakku?"
Tatapan terluka, terlihat dalam sorot mata Andrew. Saat masuk dan mendapati Sashi duduk di sofa sendirian, dia berjalan menghampirinya. Andrew memanfaatkan kesempatan saat para pelayan wanita itu tidak ada. Namun saat dia sudah berada di belakang wanita itu, dia dibuat terdiam saat melihat Sashi terlihat memegang selembar kertas. Andrew tidak begitu jelas melihatnya, tapi dia menduga itu adalah foto Arkan.
Andrew sedikit melangkah mundur, berusaha agar Sashi tidak merebut foto yang ada di tangannya kembali. Sampai Andrew yang penasaran tentang foto yang diduga milik kakaknya pun, menatap foto itu dengan lebih jelas. Namun justru, apa yang didapatinya membuat tubuh Arkan membeku. Ekspresi sedihnya, berubah menjadi dingin. Hingga dia kemudian menatap ke arah Sashi.
"Dari mana kau menemukan foto ini?"
Perubahan dalam diri Andrew yang terlalu tiba-tiba, membuat Sashi tidak mengerti. Alhasil, bukannya menjawab dia hanya diam dan menatap bingung laki-laki itu. Mata Andrew yang berkaca-kaca dan tampak merah seolah akan menangis, membuat dia bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi?
"Sashi, di mana kau menemukan foto ini!"
Kali ini, nada suara Andrew terdengar tinggi. Dia benar-benar menuntut jawaban pada Sashi. Sampai wanita itu sedikit terperanjat kaget. Matanya berubah tajam saat Andrew membentaknya. Sashi tersinggung dengan nada tinggi yang terlontar dari mulut Andrew.
"Kau baru saja membentakku? Kau pikir, kau siapa? Apa masalahmu aku menemukan foto itu di mana? Kau benar-benar tidak punya sopan santun! PERGI! AKU MUAK MELIHATMU!"
Dengan penuh emosi, Sashi lantas beranjak dari sofa dan berjalan ke arah Andrew. Dia langsung membawa laki-laki itu ke arah pintu. Meski Andrew adalah adik iparnya, tapi sikap laki-laki itu terlampau kurang ajar. Membentak dan menuntut jawaban darinya. Dia pikir, dia siapa?
"S-Sashi, maaf, m-maafkan a-aku ...."
Sorot penuh penyesalan di mata Andrew--yang sepertinya baru menyadari kesalahannya--tak mampu meredam kemarahan Sashi. Dia sudah terlanjur tidak suka. Andrew tidak boleh berteriak apalagi membentaknya sembarangan.
"Kembalikan foto itu."
Sashi berusaha merebut foto itu, namun kembali Andrew menjauhkannya. Tidak mengizinkan Sashi untuk memilikinya, kecuali dia diperbolehkan masuk. Namun Sashi tak menggubris, dia mendorong tubuh Andrew keluar rumah. Berusaha menutup pintu, tapi dari luar Andrew menahannya.
"Sashi dengar, maafkan aku. Aku tidak bermaksud membentakmu. Aku hanya penasaran dari mana kamu mendapatkannya. Itu adalah foto yang harusnya tidak boleh ada," ucap Andrew dengan cepat, membuat dorongan Sashi pada pintu seketika tertahan.
"Apa? Tidak boleh?"
"Wanita itu, kau penasaran dengan wanita itu, kan?"
Sashi tidak menjawab untuk kali ini. Dia juga sudah melepaskan tangannya dari pintu, hingga Andrew bisa kembali menyelinap masuk ke dalam. Ada kelegaan di wajah laki-laki itu, saat dia berhasil membujuk Sashi. Meski dia juga menyesali sikapnya yang hampir lepas kontrol.
"Kau tahu siapa dia?" tanya Sashi tanpa basa-basi. Mungkin tak masalah, kalau dia tahu hal ini dari Andrew.
"Dia adalah cinta pertamaku. Satu-satunya wanita yang kucintai, dulu. Tapi Si berengsek itu merebutnya. Sama seperti yang dilakukannya padamu. Dia merebutmu dariku. Dia selalu merebut apa yang kumiliki, semuanya."
Tangan Andrew terkepal. Rahangnya mengeras. Dia merasakan sakit saat harus mengatakan ini. Dia membenci Arkan, karena kakaknya selalu mengambil apa yang dia miliki. Kasih sayang orang tua, teman-teman, mainan dan segala hal yang dia inginkan. Arkan selalu merebutnya. Kini, wanita yang dicintai juga.
"Maksudmu ... Kak Arkan? Lalu, di mana wanita itu saat ini?"
Sashi tidak tahu apa cerita yang Andrew katakan benar atau bohong. Tapi, rasa penasaran akan wanita itu membuat rasa ingin tahunya begitu besar. Terlebih saat mendengar perkataan Andrew, jika Arkan merebut wanita itu. Benarkah demikian? Arkan memang pernah mengatakan kalau dia tidak memiliki kekasih, tapi laki-laki itu tidak pernah mengatakan tentang orang yang dia cintai.
Bagaimana, jika Arkan memang memiliki orang yang dia cintai? Apa yang harus dilakukannya?
Mendadak, rasa sesak muncul dalam rongga dadanya. Sungguh menyesakkan jika pemikiran itu benar adanya. Sashi tidak akan pernah bisa membayangkan, kalau seandainya Arkan memang memiliki seseorang yang dia cintai. Namun tidak bisa bersama karena suatu alasan.
Sebagai seorang istri, dia jelas tidak nyaman. Apa perasaan seperti ini, juga Arkan rasakan waktu itu?
"Dia sudah tidak ada. Si berengsek itu, sudah membuatnya pergi. Gara-gara dia, aku kehilangan orang yang kucintai, dua kali. Karena itu, aku juga tidak ingin kehilanganmu. Tolong beri aku satu kesempatan, aku akan memperbaiki semuanya. Dan percayalah, laki-laki itu tidak sebaik yang kau pikir. Kembalilah padaku, sebelum semuanya terlambat, Sashi. Aku berjanji tidak akan mengkhianatimu."
Share this novel