"Aku mencintai, Kak Arkan. Tolong, biarkan aku tidur bersama Kakak, malam ini."
Seorang gadis SMA menatap Arkan dengan mata berkaca-kaca. Penampilannya sudah tidak karuan. Rambut dan pakaiannya kotor sekaligus basah. Entah apa yang sebelumnya terjadi, Arkan sama sekali tidak tahu. Dia hanya mendapati kehadiran teman adiknya, di balik pintu apartemen.
"Untuk apa? Kau punya rumah," jawab Arkan dengan tatapan mata yang sedikit tajam.
"Tidak, bukan itu. Tapi aku ingin Kak Arkan jadi milikku malam ini," ucap Kiana dibarengi dengan salah satu tangannya yang meraba dada bidang Arkan perlahan. Membuat Arkan kaget dan dengan segera mendorong Kiana menjauh. Dia sekarang mengerti apa maksud perkataan Kiana.
"Kau gila? Di mana otakmu, Kiana?" Dengan suara sedikit membentak, matanya menghujam Kiana penuh kemarahan. Namun hal itu, tentu membuat Kiana tersentak kaget. Menyebabkan matanya sedikit berkaca-kaca, tapi itu tidak lantas membuat rasa iba Arkan hadir untuk Kiana. Dia sudah terlalu muak meladeni dan bersikap baik pada gadis itu. Kiana semakin tidak tahu diri. Apa gadis itu mau mempermalukan dirinya seperti ini?
"Aku sehat, aku tidak gila! Aku hanya mencintai Kak Arkan."
Arkan menggeleng. Dia tidak percaya mendengar penuturan gadis yang sebentar lagi akan lulus itu. Kiana gila. Sampai kapanpun, Arkan tidak akan mau dengannya. Apalagi melakukan hubungan intim dengan seseorang yang tidak dia suka. Dan lagi, Arkan tidak ingin adiknya semakin marah.
"Tolong pergi dari sini."
Sayang, Kiana membalas perkataan Arkan dengan gelengan kepala dan tanpa diduga malah berjalan mendekat, memeluk tubuh kekar Arkan. Sementara Arkan yang kaget, tidak bisa berbuat banyak, dia hanya terpaku sampai Kiana memanfaatkan itu dan mendorong tubuh Arkan ke atas ranjang.
Dengan perasaan menggebu, Kiana melucuti pakaiannya hingga tak berbusana. Mencium bibir Arkan. Arkan jelas tidak bisa menghindar dari perlakuan tiba-tiba yang Kiana lalukan. Namun beberapa saat kemudian, Arkan bisa membalik dengan mudah posisi mereka. Membuat Kiana sekarang ada di bawahnya. Tanpa sehelai benang pun.
Satu hal yang tidak Arkan sadari, jika Kiana telah berhasil mengoyak pakaian depannya. Menyebabkan kancing bajunya terlepas hingga menampilkan dada bidangnya yang sedikit terbuka.
"Aku sangat mencintai Kak Arkan. Kakak hanya milikku."
Satu tangan Kiana bergerak untuk menyentuh dan meraba tubuh terbuka Arkan, sebelum laki-laki itu dengan cepat menahannya dan mencengkeram kuat pergelangan tangan Kiana. Mata Arkan berkilat marah. Rahangnya mengeras karena tindakan Kiana benar-benar melewati batas kesabarannya. "Pelacur."
"A-apa?" Senyum di bibir Kiana menghilang. Yang ada hanyalah rasa tak percaya terlihat di wajahnya.
"Gadis murahan sepertimu, sama sekali tidak menarik untukku. Derajat kita sangat berbeda. Kau pikir, selama ini aku baik karena aku suka padamu? Apa kau sedang bermimpi jadi seorang putri?"
Arkan menyunggingkan senyum remeh. Membuat tubuh Kiana yang ada di bawahnya terpaku. Merasa, Arkan yang dia kenal sangat berbeda. Arkan yang pendiam dan tidak banyak tingkah, menjadi begitu dingin dan kejam dengan perkataannya yang menusuk.
"Kenapa? K-kenapa Kak A-Arkan bicara seperti i-itu?"
"Berkacalah, aku hanya memanfaatkanmu saat ini. Semua kulakukan demi adikku. Jadi, jangan bertingkah seperti ibumu, PELACUR."
Bahu Kiana langsung bergetar. Dia menatap Arkan dengan kaget, tak menyangka jika laki-laki itu tahu tentang ibunya. Membuat rasa sesak itu, terasa sangat menyiksa batinnya hingga saat suara ponsel Arkan berdering dan mengalihkan perhatian laki-laki itu.
Arkan berpindah dan mengangkat telepon yang ternyata berasal dari adiknya, Andrew. Melirik sekilas ke arah Kiana yang beranjak dari ranjang dan memakai kembali pakaiannya, dengan tangan sedikit gemetar. Arkan sudah menduga kalau Kiana akan pergi, tapi apa yang terjadi justru di luar dugaan, gadis itu malah merebut ponsel Arkan dan membantingnya ke atas ranjang dalam posisi sambungan telepon belum terputus.
"APA YANG KAU LAKUKAN!"
"Aku tidak peduli. Aku tidak peduli kalau Kak Arkan menganggapku pelacur. Tapi tolong, aku benar-benar mencintai Kakak. Aku milik Kakak," ucap Kiana sambil menangis dalam pelukan Arkan. Sangat kencang, hingga suaranya terdengar oleh Andrew yang hatinya harus hancur dengan penuturan gadis pujaannya.
"Kiana, pergi! Pergi sebelum aku melakukan sesuatu!" ancam Arkan.
Sayang, Kiana lagi-lagi tidak mau menurut. Membuat Arkan tanpa pikir panjang langsung menyeret Kiana keluar pintu apartemen, sampai terdengar suara teriakan Kiana yang tidak terima sebelum Arkan kemudian mendorongnya hingga jatuh ke lantai. Namun semua itu disalahpahami oleh Andrew yang mendengarkan semuanya. Sampai laki-laki itu buru-buru berjalan menuju apartemen Arkan. Setelah melacak keberadaan kakaknya.
"Jangan pernah menemuiku lagi."
Air mata kini tampak membasahi pipi Kiana. Penolakan yang dilakukan Arkan malam ini, benar-benar kasar lebih daripada sebelumnya, membuat hatinya sangat amat sakit. Tatapannya pun begitu dingin. "Kak Arkan, tapi--"
"Jangan bicara padaku. Aku muak dengan sikapmu. Sampai kapanpun, aku tidak akan bisa menyukaimu. Jangan rendahkan harga dirimu hanya untuk mengemis pada seorang laki-laki. Itu menjijikkan."
Setelah mengatakan itu, Arkan langsung berbalik dan hendak kembali masuk. Tapi, Kiana menahan kakinya. "Tapi Kak Arkan, tunggu. Jangan tinggalkan aku atau aku akan mati."
"Kalau begitu, matilah. Aku tidak peduli," ucap Arkan sambil melanjutkan langkahnya kembali, dia masuk ke dalam apartemennya. Mengunci rapat-rapat pintu itu tanpa mau mendengar suara Kiana yang meminta masuk dan meraung sangat keras.
Arkan hanya bisa mendesah panjang dan duduk di atas kursi dengan perasaan setengah gila. Kelakuan Kiana benar-benar membuatnya naik darah hingga emosinya tak terkontrol dan malah mengucapkan kata-kata kotor.
Semua ini salah. Ucapannya jelas salah. Tapi ... sial!
Arkan mengacak-acak rambutnya dan menatap ke arah pintu masuk yang tak lagi terdengar suara gedoran pintu dari sana. Membuat rasa penasarannya kembali terusik. Hingga saat emosinya mulai stabil, Arkan bergegas berjalan membuka pintu. Namun, begitu pintu terbuka, Kiana sudah tidak ada di sana.
Dalam benaknya, Arkan bertanya-tanya. Apa yang tengah terjadi? Apa Kiana sudah pulang? Sejenak, Arkan mengira seperti itu. Tapi, setelah mendengar kata-kata terakhir dan penuh ancaman dari gadis itu, tubuh Arkan langsung membeku di tempat.
"Dia tidak mungkin benar-benar melakukannya, 'kan?"
Arkan berusaha meyakinkan dirinya, tapi perasaan takut dan cemas itu membuatnya tanpa sadar berjalan keluar untuk mencari keberadaan Kiana. Arkan jelas mengenal jika gadis itu sangat nekat. Meninggalkan apartemennya, hingga dia rela menyusuri jalanan yang gelap.
Kendaraan tampak berlalu-lalang di jalanan, membuat suasana semakin ramai. Kotanya memang tidak pernah sepi, meski malam kian semakin larut. Dan itu menyebabkan Arkan sedikit kesulitan mencari seseorang.
Sampai saat Arkan tengah mengedarkan pandangannya, dia menemukan sosok Kiana yang tengah bertengkar dengan seseorang, dia adalah Andrew. Andrew tampak sedang menahan Kiana yang berusaha menabrakkan dirinya pada sebuah mobil yang melintas. Posisi keduanya yang saling berseberangan, membuat Arkan sedikit kesusahan untuk menyebrang, hingga dia hanya bisa menatap mereka.
"KIANA JANGAN BODOH. JANGAN LAKUKAN ITU!!"
Perkataan Arkan yang keras, justru terdengar samar oleh Andrew atau Kiana. Tapi meski samar, Kiana mampu mengenali suara Arkan. Hingga dia menyadari, laki-laki itu datang mencarinya. Berteriak di ujung jalan seolah memanggilnya untuk mendekat.
Kebahagiaan seketika memenuhi rongga dadanya, Kiana senang dan menduga jika Arkan akan minta maaf. Hingga dengan bodohnya, Kiana mendorong Andrew dan berusaha melintas saat jalanan sedang sangat ramai. Tak peduli jika Arkan menyuruh untuk mundur. Sampai tanpa diduga, kecelakaan tunggal itu terjadi.
Kiana tidak menyadari jika sebuah bus melintas dari arah kanan dengan sangat cepat, tepat sesaat dia melangkahkan kakinya. Menyebabkan, bus itu langsung menyambar tubuhnya hingga terpelanting ke sisi trotoar di jarak yang cukup jauh.
Senyap.
Suara kendaraan mobil, mendadak tak terdengar. Kecelakaan itu disaksikan langsung oleh Andrew maupun Arkan yang pucat pasi melihatnya. Tubuh Arkan seketika luruh, dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Kian tertabrak dan Arkan telah menjadi alasan orang lain bunuh diri.
Share this novel