Bab 42 - Itu Hanya Masa Lalu

Romance Completed 141212

"Kak Arkan ...."

Suara Sashi terdengar bergetar. Dia tidak tahu harus memberikan reaksi seperti apa setelah mendengar kisah masa lalu antara Arkan, Andrew dan Kiana. Pantas saja adik iparnya bersikap seperti itu, Arkan yang dia kenal sangat amat berbeda dari yang dulu.

Rasanya, hanya dengan mendengar ceritanya saja, dia sudah sangat kesal dan marah pada Arkan, apalagi jika dia ada di sana waktu itu. Meski bukan berarti, Sashi membela Kiana. Wanita itu juga sama menyebalkannya.

"Aku tahu, kamu pasti akan marah saat mendengarnya. Aku sangat keterlaluan waktu itu."

Arkan menatap wajah Sashi dengan perasaan sedih. Merebahkan kepalanya di pangkuan wanita itu. Rasa bersalah masih bercokol dalam hatinya. Bukan karena penolakannya waktu itu, tapi karena satu fakta yang tidak Arkan ketahui kalau ternyata, sebelum Kiana datang menemuinya, gadis itu sempat mendapat pelecehan dari pelanggan ibunya.

Ya, pakaiannya yang kotor dan basah, disebabkan karena perlawanan Kiana terhadap orang yang berniat melecehkannya. Membuatnya harus terperosok ke dalam selokan saat lari dari kejaran pria hidung belang.

Fakta itu bagi diketahui, setelah kecelakaan terjadi, ibu Kiana dinyatakan tewas karena menolong anaknya melarikan diri. Semuanya bisa Arkan lihat dengan sangat jelas dari CCTV yanh diperlihatkan petugas kepolisian di lokasi rumah Kiana.

Menyesal? Ya, Arkan menyesal. Hari di mana dia mengetahui kemalangan hampir saja terjadi pada gadis itu, membuat Arkan benar-benar seperti laki-laki berengsek. Tapi kenapa, Kiana tidak menceritakan semuanya dan malah membuat Arkan salah paham?

"Hmm, aku mengerti kenapa Andrew marah dengan Kak Arkan. Aku juga marah mendengarnya. Aku ingin sekali menghajar Kak Arkan," ucap Sashi dengan penuh emosi. Tangannya meremas pipi Arkan dengan kuat, sampai laki-laki itu dibuat meringis kesakitan.

"Tapi, kamu tidak akan meninggalkanku, 'kan?"

Arkan menatap waswas ke arah Sashi. Ada ketakutan dalam hatinya ketika mendengar perkataan wanita itu. Ini salah satu alasan yang membuatnya enggan untuk dia memberitahu Sashi tentang masa lalunya. Arkan takut, Sashi akan menjauh dan meninggalkannya.

"Tidak. Itu hanya masa lalu, Kak Arkan sudah berubah. Bukankah, Kak Arkan juga yang merawat dan menyelamatkannya?"

Tatapan Sashi berubah lembut, tangannya dengan pelan mengusap rambut hitam Arkan penuh perasaan. Menatap wajah Arkan yang penuh luka dengan pandangan sedih.

Ternyata, Arkan tidak sekuat atau sehebat dan sebaik yang dia duga. Laki-laki itu juga manusia biasa, yang lemah dan memiliki masa lalu yang buruk. Kenapa selama ini Arkan menutupinya? Sashi semakin merasa bersalah karena sempat mengacuhkannya. Dia tidak tahu apa pun mengenai Arkan. Kesedihan juga penyesalan yang laki-laki itu rasakan.

"Terima kasih. Tapi, aku rasa sekarang kamu lebih perhatian."

Sashi terdiam dan menatap Arkan dengan sorot serius. "Aku hanya tidak ingin Kak Arkan kembali padanya. Jadi, jangan merasa bersalah. Semua itu sudah berlalu, Kak Arkan tidak sepenuhnya salah. Aku harap, Andrew juga akan memahaminya dan Kak Arkan harus memberitahu masalah ini padanya. Tapi, jangan coba-coba untuk dekat-dekat dengan wanita itu lagi. Dia sepertinya sangat terobsesi dengan Kakak."

"Apa itu sebuah perintah untukku?" Arkan sontak mengangkat kepalanya dan membuat wajahnya dengan Sashi berdekatan. Senyum kecil tersungging kembali di bibirnya, meringis saat luka itu terasa menyakitinya. Dia juga berpikir seperti itu. Nanti, dia akan memberitahu semuanya pada Andrew.

Semua masalah ini, terasa melegakan saat Arkan memiliki tempat untuk berbagi. Ada orang yang benar-benar bisa mendengarkannya. Memahami dan mengerti juga memberinya semangat.

"Ya, itu perintah. Aku tidak akan membiarkan Kak Arkan tebar pesona pada wanita lain lagi."

"Tebar ... apa? Aku tidak pernah melakukannya."

"Aku sering melihat karyawan wanita di kantor, terus menatap Kakak. Tatapan mereka seperti akan memakan Kak Arkan, karena itu pula mereka jadi berharap banyak pada Kakak."

Arkan berusaha menahan tawa saat mendengar perkataan Sashi. Rasanya semua itu sulit dia percaya. Para karyawannya jelas menatap Arkan karena takut, bukan suka. Arkan tidak pernah menunjukkan raut bersahabat saat bekerja, jadi mustahil ada wanita yang tertarik. Kalaupun ada, Arkan akan langsung memecatnya tanpa hormat. Bukan apa-apa, dia hanya tidak mau kejadian seperti Kiana terulang kembali.

"Mereka hanya takut, bukan suka. Aku akan menyingkirkan mereka jika berani menyukaiku."

"Kenapa seperti itu?" Alis Sashi mengernyit.

"Karena aku tidak mau kamu cemburu."

Sashi langsung mendelik sinis saat melihat senyum menyebalkan Arkan. "Aku tidak akan termakan rayuan murahanmu."

"Sadis sekali cara bicaramu itu," ucap Arkan terkekeh, hingga tanpa diduga dia mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Sashi dengan gemas. "Tapi aku menyukainya. Kamu sangat berbeda seperti wanita-wanita lain yang mendekatiku selama ini. Aku sangat tertantang untuk menaklukkanmu."

"Apa benar, tidak ada satu wanita yang menarik hati Kak Arkan sebelumnya? Wanita itu juga, tidak?"

Ragu, Sashi ragu dengan perkataan Arkan. Hatinya gelisah, dia takut jika Arkan tertarik pada wanita lain dan meninggalkannya, karena hatinya sudah milik laki-laki itu. Apalagi, wanita yang terobsesi pada suaminya masih hidup. Sashi benar-benar takut kalau Arkan akan meninggalkannya seperti apa yang dilakukan Andrew. Jika itu terjadi, maka kali ini Sashi akan benar-benar hancur.

Kepercayaannya pada laki-laki akan hilang. Tapi, Sashi hanya berharap jika Arkan tidak seperti itu. Dia sudah menyerahkan seluruh hatinya untuk laki-laki itu. Butuh waktu yang lama agar kepingan hatinya yang hancur karena ulah Andrew, kembali utuh. Meski bagian-bagiannya tak bisa terbentuk seperti sediakala, tapi Arkan berhasil menyatukannya kembali. Jika kepingan hatinya yang telah disatukan kembali hancur, maka entah apa yang akan terjadi pada Sashi selanjutnya.

"Tidak ada. Kamu adalah wanita pertama yang berhasil membuatku mengalihkan ingatan tentang semua masa lalu itu."

Harus Arkan akui, semenjak dia menikah dengan Sashi, Arkan tidak lagi memikirkan tentang Kiana. Tidak lagi dihantui rasa bersalah. Dia lebih menikmati dan hanya terus memikirkan momen-momen yang terjadi antara mereka.

Momen yang membuatnya kadang jengkel saat harus berkali-kali mengalah. Kesabaran dan sikap tenangnya selama beberapa tahun terakhir, harus diuji bersama Sashi. Hingga perasaan ingin melindungi Sashi, muncul begitu saja ketika melihat wanita lemah yang berusaha terlihat kuat. "Kamu juga wanita yang membuatku takut untuk menyakitimu."

Setiap berhadapan dengan Sashi, Arkan harus berhati-hati agar kemarahannya tidak meledak dan membuat keadaan bertambah kacau seperti waktu itu. Dia tidak mau membuat Sashi membencinya. Meski memang, setelah peristiwa itu Arkan jadi lebih hati-hati dan menahan kemarahannya, kecuali jika tengah bekerja.

"Kak Arkan juga, Kakak berhasil membuatku kembali percaya kalau aku masih bisa mencintai seseorang."

"Benarkah?"

"Ya."

Arkan langsung tersenyum mendengar perkataan istrinya. "Kalau begitu, berikan aku imbalan atas kerja kerasku."

"Imbalan? Kak Arkan berniat menjebakku?" selidik Sashi.

"Tidak. Aku hanya menginginkanmu."

"Apa? Aakhhhh ...."

Suara teriakan itu, disusul oleh tubuh Sashi yang didorong oleh Arkan ke atas ranjang. Mengurungnya tanpa membiarkan celah untuk Sashi meloloskan diri. Tentu ekspresi terkejut dapat terlihat jelas di mata wanita itu, membuat Arkan tersenyum tanpa rasa bersalah.

"Tunggu! Apa yang mau Kak Arkan lakukan?" tanyanya dengan mata melotot.

"Bukankah sudah jelas?"

Pertanyaan yang ambigu, membuat Sashi kebingungan. Sampai kemudian, Arkan meloloskan pakaiannya. Memperlihatkan tubuh kekarnya yang terbuka. "Kita harus buat Arkan junior."

"APA? TAPI INI MASIH SIANG! NANTI MALAM--"

"Tidak apa-apa. Nanti malam kita lanjut lagi," potong Arkan sebelum Sashi menyelesaikan kalimatnya.

"HEI! Bukan seperti itu maksudku."

Sayangnya, Arkan tidak mau mendengar. Dia melanjutkan niatnya untuk menyentuh Sashi. Membungkam mulut wanita itu dengan ciuman penuh gairah. Tanpa sempat menyadari, jika seseorang diam-diam menatap dan mendengar pembicaraan keduanya dari balik lubang pintu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience