Bab 29 - Hal Tersembunyi

Romance Completed 141212

Tidak ada kegiatan yang bisa Sashi lakukan, selagi Arkan tidak ada. Dia hanya terdiam di ranjang dan sesekali keluar saat lapar. Bekerja pun tidak bisa. Jalan-jalan? Sashi bosan. Jalan-jalannya kemarin saja, harus kacau karena dia yang sama sekali tidak fokus.

Satu hal yang kini dilakukannya adalah melihat tanaman. Berbagai macam bunga, Arkan tanam di kebun belakang. Warna-warna cerah, begitu menyegarkan matanya. Begitu luas dan sangat terawat. Sungguh sayang, karena Sashi baru mengetahuinya sekarang.

Jika Arkan pernah mengatakan kalau rumahnya kecil, maka sepertinya ungkapan itu hanyalah kebohongan. Sashi baru sadar, saat rumah yang ditinggalinya selama ini, tidak sekecil yang Arkan katakan. Laki-laki itu pandai merendah dan Sashi yang tidak mau peduli, tertipu.

Sashi tersenyum saat mengingat suaminya, Arkan. Lagi-lagi, kepalanya terus memikirkan laki-laki itu. Sashi sangat ingin melihat senyum hangat laki-laki itu, ketika dia membuka mata atau saat dia marah. Dia juga tiba-tiba teringat saat Arkan biasa mengusap pipinya dan menggenggam tangannya dengan lembut.

Sudah tiga hari menjelang hari keempat dan Arkan sempat menyampaikan jika laki-laki itu tidak bisa menghubunginya untuk beberapa hari ke depan. Hanya dua kali Arkan menghubunginya. Di hari pertama dan kedua.

Sashi berusaha memakluminya. Kekhawatirannya pada wanita bernama Devina, ternyata tidak benar. Wanita itu hanya sepupu Arkan. Saat mengetahuinya, Sashi langsung merasa lega. Entah kenapa, hatinya senang saat Arkan tidak seperti prasangkanya.

Arkan tidak bohong, karena dia telah memastikannya sendiri dengan menanyakan pada mertuanya. Hal remeh yang sangat memalukan tentunya. Membuat Sashi harus mendapat godaan dari dua mertuanya. Mereka malah menganggap, jika Sashi tengah cemburu. Dan setelah kejadian itu, sepertinya dia tidak akan sanggup jika harus kembali bertemu dengan mertuanya.

"Permisi, Nyonya, di luar ada Tuan Andrew meminta bertemu," ucap seorang pelayan wanita, berusia sekitar empat puluh tahunan. Datang menghampiri Sashi dengan kepala menunduk.

"Siapa?" Sashi menatap seorang pelayan yang mengganggu ketenangan. Lebih tergganggu, saat mendengar apa yang disampaikan pelayan tersebut. Senyum dan rona merah di wajahnya, langsung menghilang dalam sekejap.

"Tuan Andrew."

Wajah Sashi seketika mengeras, begitu sang pelayan menyebut nama yang sangat tidak ingin dia dengar. Kedua tangannya terkepal erat. Dia muak. Sangat muak, sampai rasanya ingin memaki-maki Andrew.

Apa laki-laki itu sama sekali tidak tahu malu? Dia jelas-jelas sudah tidak mau bersamanya lagi. Untuk apa Andrew terus datang mengganggunya?

Sashi lelah. Dia lelah menghadapai Andrew sekarang. Pertemuan terakhir mereka membuatnya marah.

"Usir dia dan katakan kalau aku tidak ada di rumah. Jangan biarkan dia masuk selangkah pun ke dalam! Mengerti?"

"Baik, Nyonya."

Perkataan Sashi langsung dibalas anggukan oleh pelayan itu, hingga dia kemudian beranjak pergi menjalankan perintahnya. Membiarkan Sashi kembali sendiri.

Namun, tepat setelah pelayan itu pergi, Sashi bergegas bangun dan berjalan masuk kembali ke rumah. Tepatnya, ke dalam ruang kerja Arkan. Dia langsung saja mengunci pintu rapat-rapat dari dalam. Sashi takut, jika Andrew memaksa masuk dan mengetahui keberadaannya. Dia tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi. Tidak mau, saat Andrew menciumnya sembarangan.

Mungkin tindakannya sekarang adalah pengecut, karena dia memilih lari dari masalah. Tapi Sashi hanya tidak mau, jika masa lalu menganggu masa depannya. Sampai kapanpun, masa lalu tidak akan pernah bisa menjadi masa depan. Dia tidak ingin mengulang kisah yang akan berakhir sama. Meski dia belum sepenuhnya melupakan Andrew, tapi perlahan perasaannya sedikit demi sedikit, mulai terkikis.

Kepedulian yang Sashi rasakan pada Andrew, mulai berkurang. Dia juga tidak memikirkan laki-laki itu lagi. Ketika mengingatnya, hanya kenangan buruk lah yang terbesit dalam kepalanya. Bukan lagi kenangan indah yang sempat mereka lewati. Memang, satu kesalahan terkadang bisa melunturkan seribu kebaikan.

Sashi belum bisa menjadi seorang yang murah hati dan membiarkan orang yang menyakitinya, dengan mudah terus berada di sampingnya. Meski dia melupakan dan memaafkan, tapi bukan berarti Andrew memiliki tempat untuk terus berada di sisinya. Terlebih, tentang komitmennya bersama Arkan.

Fakta bahwa dirinya telah menjadi milik orang lain, tak mampu Sashi sangkal. Dan kini, Sashi menyadari sikapnya pada Arkan terlalu kasar, juga sangat memalukan. Melampiaskan kemarahannya pada laki-laki itu, hanya karena Arkan adalah kakak dari mantannya, jelas sangatlah keliru. Nyatanya, Arkan dan Andrew memang berbeda. Dan sepertinya, Sashi baru sadar jika dia merindukan Arkan.

Sayang, ego dan rasa malunya membuat dia sama sekali tidak bisa mengatakan dan mengakui semuanya. Sashi belum memiliki keberanian untuk meminta maaf.

"Hhhhh ...."

Hanya helaan napas berat yang keluar dari mulutnya. Sebelum kemudian, dia mendengar suara teriakan Andrew dari luar, yang meminta masuk. Teriakan laki-laki itu membuat kepalanya berdenyut sakit. Andrew benar-benar sangat keras kepala. Tapi Sashi tentu tidak akan membiarkan laki-laki itu masuk ke dalam rumahnya. Hingga teriakan tersebut berangsur hilang.

Selamat, Sashi selamat sekarang. Dia berharap, jika Arkan segera pulang karena dia sudah muak terus-menerus didatangi Andrew.

Sashi akan berjalan keluar dari ruang kerja Arkan, sebelum matanya melihat sesuatu di dalam celah rak meja yang sedikit terbuka. Rasa penasaran, membuat Sashi langsung menariknya. Berharap, jika Arkan menyimpan sesuatu keburukan laki-laki itu, yang bisa dia jadikan untuk bahan ledekan. Karena selama ini, Arkan bersikap bak manusia sempurna dan Sashi tertantang untuk mematahkan semua pandangan orang-orang.

Namun yang Sashi dapatkan, hanyalah sebuah foto usang. Foto yang sepertinya diambil, bertahun-tahun yang lalu. Tidak ada yang istimewa, kecuali ....

***

Di belahan dunia lain.

Arkan membuka mata dengan napas tersengal-sengal. Matanya melotot dan jantungnya berdegup sangat kencang. Keringat dingin terlihat di wajah dan pakaian juga basah. Dia terbangun saat hari masih gelap. Ketika matahari belum memancarkan sinarnya. Masih dini hari. Namun perasaan tak nyaman dan mimpi buruk, membuat Arkan mau tak mau membuka mata.

Bibirnya bergetar. Tangan-tangannya juga ikut gemetar. Bayangan yang memperlihatkan kesalahannya di masa lalu, mengusik kenyamanannya. Wajahnya terlihat pucat, berkali-kali dia bahkan mengusap wajahnya dan berusaha untuk tenang.

Arkan tidak bisa terus-menerus dilanda perasaan bersalah seperti ini. Tidak bisa.

Dengan ekspresi wajah lesu dan tanpa semangat, matanya melirik ke arah jarum jam yang menunjuk pada pukul tiga dini hari. Masih ada sekitar setengah jam untuk Arkan mulai beraktivitas, tapi dia juga tidak mungkin tidur lagi. Alhasil, Arkan hanya diam beberapa saat dan langsung mengambil ponselnya.

Tatapan matanya sedikit gusar. Dia hanya memandangi layar ponsel itu dengan bingung. Sempat terlintas dalam benaknya untuk menghubungi Sashi. Namun Arkan urungkan. Tidak ada kepastian jika wanita itu akan senang saat dia menghubunginya. Yang bisa Arkan lakukan saat ini, hanyalah berharap jika semua masalah yang terjadi bisa selesai, agar dia bisa pulang dan menatap istrinya kembali.

Membereskan cerita yang belum usai, meluruskan kesalahpahamannya dengan Andrew dan mengakhiri apa yang sempat terjadi di masa lalu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience