Bab 57 - Meragukan

Romance Completed 141212

Sashi menggigit kuku tangannya dengan gemas. Berusaha berjalan tanpa menghiraukan tatapan orang-orang kantor. Sashi saat ini berada di lobi kantor tempat Arkan kembali bekerja dengan salah satu tangan yang membawa dua kotak makan.

Ya, Arkan bekerja meski sebelum berangkat laki-laki itu kembali muntah-muntah. Terlalu aneh disebut penyakit, tapi Arkan memaksa untuk bekerja. Dan sialnya, laki-laki itu meminta Sashi untuk datang saat jam makan siang, mengajaknya makan bersama tentu dengan mengenakan pakaian yang diberikan Arkan kemarin.

Tidak ada masalah dengannya. Hanya saja, udara yang panas ditambah pakaian yang serba tertutup jelas membuat Sashi menjadi pusat perhatian sekaligus gerah luar biasa. Tak jarang beberapa karyawan suaminya menatap Sashi diam-diam, bahkan sampai dia berjalan masuk ke dalam lift.

Rasanya, Sashi ingin sekali menyumpah serapah Arkan. Dia amat sangat kesal dengan laki-laki itu, tapi Sashi takut jika Arkan akan semakin menjengkelkan kalau dia mengumpat. Paling parah, kembali merajuk seperti kemarin-kemarin.

Sashi berjalan sambil menatap ponsel miliknya. Dia melihat pesan masuk dari Arkan yang menyuruhnya segera datang. Semua itu membuat Sashi begitu fokus sampai terus menatap ponsel tanpa menyadari, kalau dari arah berlawanan, seseorang datang setengah berlari dan tanpa sengaja menyenggolnya.

Suara pekikan langsung terdengar ketika tubuhnya hampir saja jatuh terjerembab saat keseimbangannya oleng. Namun sebelum jatuh dalam posisi memalukan, sebuah tangan tiba-tiba menahannya. Membuat Sashi tertahan dalam pelukan seseorang. Meski ponselnya harus jatuh dan mencium lantai.

"Kau baik-baik saja?"

Pertanyaan itu membuat Sashi mendongak dan menatap orang yang ternyata adalah ... Andrew. Ya, laki-laki yang menabrak dan hampir membuatnya jatuh serta yang menahannya adalah Andrew.

"K-kau?"

"Maaf, saya tidak sengaja menabrak Anda," ucap Andrew sambil meringis. Terdengar nada bersalah dalam kalimatnya, membuat Sashi langsung terbengong.

Minta maaf? Laki-laki itu?

Sashi menggeleng. Dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sampai kemudian mata mereka bertatapan. Bola mata keduanya membuat seketika hingga pandangan Sashi beralih menatap penampilan Andrew. Kedua alisnya spontan mengernyit heran menyadari sesuatu yang berbeda dari laki-laki itu. OB? Seragam OB? Dia tidak salah lihat, 'kan?

"Andrew, kau? Seragam OB? Di sini? Apa maksudnya." Rasa terkejut, membuat perkataan Sashi menjadi kacau. Dia hanya mampu menatap pakaian dan wajah Andrew bergantian.

"S-Sashi? Jadi kau Sashi?"

Tatapan tak percaya, juga Sashi dapatkan dari Andrew. Laki-laki itu sepertinya baru menyadari kalau wanita yang dia tabrak adalah kakak iparnya sendiri. Meskipun hal seperti ini harusnya bisa ditebak, mengingat jarang ada orang yang naik ke lantai khusus para pimpinan kecuali bagian keluarga Arkan. Tapi siapa sangka, penampilan wanita itu berbeda dari biasanya.

Hingga yang terjadi, keduanya hanya saling tatap dengan pandangan aneh. Sashi yang aneh melihat seragam yang dipakai Andrew dan laki-laki itu yang merasa aneh saat melihat cara berpakaian Sashi yang baru.

"Sashi, kamu sudah da ... tang?"

Sebuah suara lain tiba-tiba terdengar saat Andrew dan Sashi tengah larut dalam pikirannya, masing-masing. Hingga keduanya sontak menoleh dan menatap ke arah orang yang tidak lain adalah Arkan.

"Kak Arkan?" Dengan ekspresi terkejut, Sashi segera mendorong tubuh Andrew yang masih memeluknya dan berjalan cepat ke arah Arkan yang beberapa meter dari posisi dirinya.

"Maaf, aku akan pergi," ucap Andrew yang menyadari situasi tidak enak terjadi antara kakak dan kakak iparnya. Dia segera memungut ponsel Sashi dan memberikannya, lalu kembali berjalan meninggalkan suami-istri itu. Sebelum benar-benar pergi, Andrew sempat melirik Arkan dari sudut matanya dan tersenyum kecil. Meninggalkan Sashi dalam posisi yang tidak menguntungkan.

Sashi gugup, benar-benar gugup melihat tatapan tajam Arkan padanya. Berpikir, jika mungkin laki-laki itu akan marah. Sampai Sashi tidak pikir panjang dan langsung mendorong Arkan masuk kembali ke ruangannya. Meja sekretaris sudah kosong. Mungkin karena ini sudah waktunya jam istirahat.

"Tolong jangan salah paham, aku tidak melakukan apa-apa. Aku hampir terjatuh dan Andrew menyelamatkanku. Hanya itu, benar hanya itu, tidak lebih," cerocos Sashi buru-buru sebelum Arkan salah paham dan menuduhnya berbuat curang.

Namun anehnya, bukannya menjawab, Arkan hanya diam dan menatap Sashi dengan aneh. Hingga akhirnya dia berjalan ke arah sofa dan mengambil napas seraya merebahkan tubuhnya di sana. Menatap Sashi kembali dengan tatapan tajam. Tepatnya ke arah kantung tempat dua kotak makan berada di sana. "Mana makananku? Aku sudah lapar."

"Huh? Apa?"

Sashi menggaruk kepalanya dan beralih menatap makanan yang masih dipegangnya dengan erat. Berharap jika makanan yang dia bawa masih baik-baik saja. Sepertinya, Arkan memang lebih mengkhawatirkan makanan dibanding dia.

"Aku lapar, Sashi."

Sashi mengangkat bahunya acuh dan berjalan di sofa. Menyimpan dua kotak makan untuk mereka berdua di atas meja. Melihat itu, mata Arkan langsung berbinar dan dengan segera mengambil membuka bagiannya. Dia sudah sangat kelaparan menunggu kehadiran wanita itu.

"Kak Arkan tidak marah?"

Aneh, hanya itu yang bisa menggambarkan perasaan Sashi saat ini. Arkan bahkan bisa langsung ceria ketika dihadapkan pada makanan. Seolah-olah laki-laki itu telah melupakan apa yang sempat dilihatnya tadi.

"Kamu dan Andrew? Aku marah, sedikit. Tapi, dia tidak akan merebutmu," ucap Arkan sambil mulai memakan makanan yang dibawakan Sashi. Makanan yang langsung menggugah seleranya dan mampu membuat air liur menetes. Arkan sendiri tidak begitu mengerti, tapi sepertinya akhir-akhir ini dia menyukai makanan. Perutnya akan berbunyi jika belum atau lupa makan. Padahal biasanya tidak. Anehnya lagi, porsi makannya juga sedikit bertambah.

"Kenapa begitu? Dan kenapa aku lihat pakaiannya--"

"Andrew meminta maaf padaku dan berjanji tidak akan mengganggumu lagi. Dia mencintai Kiana. Papa juga memberinya hukuman agar Andrew bekerja sebagai Office Boy," jelas Arkan.

Rasa senang tampak terlihat menghiasi wajah tampannya. Senang karena melihat perubahan yang terjadi pada adiknya, Andrew sudah minta maaf meski adiknya masih enggan memanggilnya kakak. Mengejutkan lagi, hubungan adik dan kedua orang tuanya juga mulai membaik. Ya, walaupun saat ini Andrew harus menanggung hukuman dari Vino, yang memerintahkannya bekerja sebagai OB di perusahaan yang dulu di pegangnya.

Satu lagi, jika Andrew berniat sungguh-sungguh pada Kiana, maka Arkan akan sangat bersyukur dan berharap, adiknya bisa membuat Kiana tidak lagi mengganggunya.

"Dan Kak Arkan percaya?" selidiknya. Entah hanya firasatnya saja atau memang dia merasa aneh. Apa mungkin, Andrew menuruti kata-katanya waktu itu?

"Hmm, aku rasa ... Andrew benar-benar berubah."

Meski ucapan Arkan terdengar yakin, namun tetap saja terselip keraguan yang tertangkap telinga Sashi. "Benarkah dia berubah?" gumam Sashi tanpa sadar.

"Apa? Kamu bilang apa?"

"Eh, bukan apa-apa," bantah Sashi dengan cepat, "cepat makan lagi. Aku ingin Kak Arkan sembuh."

Sementara saat ini, pikirannya justru dipenuhi oleh berbagai macam pertanyaan tentang Andrew. Benarkah semua itu? Jika iya, maka Sashi akan sangat bersyukur. Hingga di tengah lamunannya saat ini, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Membuat acara makan mereka terganggu. Baik Arkan dan Sashi hanya saling pandang dan sama-sama menampilkan raut bingung.

"Siapa?"

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience