Bab 67 - Lily Putih

Romance Completed 141212

Tidak ada hal yang bisa memenangkan perasaan Arkan, duduk di meja dan menikmati segelas wine di malam yang dingin tanpa kehangatan atau pelukan. Arkan hanya terpaku menatap lembaran kertas di depannya. Masih enggan untuk memejamkan mata.

Mengabaikan sesaat masalah yang tengah menimpanya, meski perasaan rindu teramat sangat menyiksa. Sayangnya, Arkan belum bisa untuk menemui Sashi. Perasaan sayang yang tumbuh seiring waktu, begitu sulit untuk dilepas. Ketakutan jika Sashi menjadi milik orang lain, sulit untuk diabaikan. Tapi kali ini, Arkan butuh waktu untuk berpikir, langkah apa yang harus dia lakukan selanjutnya?

Di tengah kemelut masalah yang memenuhi isi kepalanya, dering ponselnya tiba-tiba berbunyi. Sebuah pesan dari mamanya. Arkan tidak bermaksud untuk membaca, karena dia tahu, kalau mamanya hanya ingin Arkan menjelaskan apa yang terjadi sampai dia memukul Andrew hingga adiknya masuk rumah sakit.

Arkan membuat kekacauan di rumah orang tuanya dan pergi sebelum orang tuanya datang menginterogasi. Hingga sampai sekarang, puluhan telepon dan pesan masuk baik dari mama dan papanya terus berdatangan. Beberapa pesan, bahkan menanyakan di mana dia. Mungkin, Sashi yang masih di rumah sakit dan dia yang berada di apartemen, rumahnya menjadi kosong.

Sambil menghela napas, Arkan langsung mematikan ponselnya. Untuk saat ini, menghindari pertanyaan orang tuanya adalah hal utama. Dia ingin berdebat dengan mereka. Hingga kemudian, tatapannya beralih pada sebuah berkas, hasil dari apa yang dia cari kemarin. Berkali-kali Arkan mengernyitkan dahi saat membaca satu demi satu kata dan kalimat dalam kertas tersebut. Terdiam seolah memikirkan sesuatu, hingga pandangannya beralih pada map cokelat tempat di mana berisi foto-foto Sashi dan Andrew, juga sebuah flashdisk.

Arkan memerhatikannya dengan lekat dan mengambil flashdisk itu untuk kemudian dipasang pada komputernya. Sebuah flashdisk yang berisi adegan tak layak antara Sashi dan Andrew. Kemarin, Arkan hanya melihatnya sekilas dan dia yang sudah terlalu emosi tidak begitu memerhatikan isi dari video itu. Tapi untuk sekarang, Arkan merasa ada sesuatu yang dia lewatkan.

Tanpa basa-basi lagi, tangannya dengan cepat membuka folder tanpa nama. Hingga sebuah file video langsung terlihat begitu Arkan membukanya. Tidak ada file lain yang tersimpan di sana, hanya satu video saja. Video dari orang asing yang Arkan sendiri tidak mengerti apa maksud orang itu memberikannya hal ini. Tidak ada keuntungan apa pun yang akan didapatnya, kecuali jika foto-foto ini muncul di permukaan dan jelas bisa menghancurkan namanya.

Dengan cepat, Arkan kembali memutar video tersebut, hingga matanya langsung disuguhi oleh gambaran sepasang kekasih yang tengah bergumul panas di atas ranjang. Melihat dengan sangat jelas Andrew yang tengah menggagahi wanita di bawahnya. Suara-suara desahan juga bisa Arkan dengar. Tapi, dia sedikit sulit melihat wajah wanita itu, yang dalam posisi memunggungi.

Tepat ketika pandangannya menatap tempat di dalam video itu, Arkan seperti mengenali sesuatu. Dia mengenali kamar aktivitas panas itu terjadi.

***

Hari kedua dan ketiga, Arkan tak juga datang melihat Sashi. Tidak ada kabar pasti, di mana dan sedang apa laki-laki itu sekarang. Sashi hanya bisa terdiam dan murung, berpikir kalau Arkan sudah tidak memedulikannya lagi. Meski orang tuanya sudah menjelaskan kronologi kejadian saat dia pingsan dan dibawa Arkan dengan wajah panik. Menunjukkan, jika laki-laki itu masih khawatir dengannya.

Benarkah itu?

Hal yang sebenarnya terasa sangat mengada-ada bagi Sashi, mengingat kemarahan Arkan saat membawa barang-barangnya pergi meninggalkan rumah sementara dia, pingsan di tempat. Apalagi sekarang, Arkan sama sekali tidak melihat keadaannya. Tentu saja, hanya perasaan cemas yang bisa Sashi rasakan.

Dia rindu kehadiran Arkan. Sashi sangat ingin Arkan mengusap perut dan mencium anaknya. Ingin melihat kebahagiaan di wajah Arkan ketika tahu kalau mereka akan memiliki anak. Dia ingin Arkan menemaninya.

Selama tiga hari berada di rumah sakit, Sashi hanya ditemani kedua orang tuanya dan tiga orang yang dia tidak kenal, berjaga setiap malam di luar kamar rawatnya. Entah siapa yang menyuruhnya, tidak ada yang tahu tapi mereka hanya mengatakan, kalau mereka bertugas untuk menjaganya jika sewaktu-waktu ada hal yang mencurigakan.

Sashi tak percaya pada awalnya, tapi tidak ada hal yang mencurigakan dan terkadang, mereka membantu ketika mamanya pergi membeli makan. Ditambah, suasana menjadi tidak terlalu sepi.

"Sayang, ada sesuatu untukmu," ucap Desty pada anaknya. Dia berjalan dengan wajah ceria. Mereka hanya berdua sekarang, Bram sudah pulang untuk berangkat kerja. Meninggalkan Sashi bersama mamanya dan tiga orang yang berjaga di depan pintu.

"Bunga? Dari siapa?" Sashi mengernyitkan dahi, saat melihat sebuket bunga lily putih di tangan mamanya yang kemudian diberikan padanya. Tidak ada catatan siapa pengirim, atau pesan singkat di sana. Hanya sebuket bunga yang melambangkan sebuah ketulusan hati. Sayangnya, Sashi tidak mengerti apa maksudnya.

"Mama juga tidak tahu."

Rasa penasaran, cukup membuat Sashi begitu kebingungan. Tapi dia memilih untuk tidak lagi bertanya dan hanya diam menatap bunga itu hingga meletakkannya di sebelahnya. Beralih kembali menatap mamanya. "Ma, apa Kak Arkan menghubungi Mama lagi?"

"Tidak, Sayang. Arkan belum menghubungi Mama. Kamu sepertinya sangat khawatir? Memangnya, apa yang terjadi di antara kalian?"

Dengan tatapan penuh selidik, Desty menatap anaknya. Dia sudah tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya dari kemarin, meski suaminya sudah mencegahnya untuk ikut campur urusan rumah tangga anak mereka, tapi, sikap Sashi benar-benar aneh saat tengah membicarakan Arkan.

"Kak Arkan tidak mengatakan sesuatu?"

"Tidak. Mama benar-benar bingung. Kalian bertengkar? Kamu membangkang lagi?"

Sashi langsung terpaku sesaat, menatap mamanya dengan pikiran menimang. Mungkin, mamanya memang tidak perlu tahu. "Ya, Ma, Sashi membuat Kak Arkan marah."

"Astaga, anak ini! Mama pikir, kalian sudah baik-baik saja! Kamu masih bandel ternyata," cerocos Desty. Menggelengkan kepala dan menatap anaknya tak habis pikir. Sashi sering sekali membuat masalah. Membuat Desty merasa menyesal karena sempat memaksa anaknya melanjutkan pernikahan yang tak diinginkan. Tapi nasi sudah menjadi bubur, dia hanya berharap sikap dewasa menantunya, bisa memaafkan kesalahan Sashi.

"Ya sudahlah, Mama tidak akan ikut campur. Mama harap, kalian bisa menyelesaikannya sendiri. Kali ini, Mama tidak akan mengomelimu. Dokter bilang, kamu jangan terlalu stress, bisa bahaya dengan janinmu. Lebih baik, jangan pikirkan apa pun tentang masalah kalian."

Sashi mengangguk dan tersenyum tipis. Dia setuju dengan perkataan mamanya. Mengabaikan anak demi perasaan sedih yang berlarut-larut, bukan hal yang tepat. Meski hatinya masih sakit dan berharap Arkan kembali. Berharap Arkan mau percaya dan mereka bisa bersama.

Terlintas sebuah pemikiran untuk dia mengumpulkan bukti tentang apa yang dilakukan Kiana. Namun, tidak ada yang bisa dia berikan. Panggilan telepon di ponsel Arkan pun, sudah Sashi hapus begitu juga dengan pesan-pesannya. Semua tak lebih, hanya karena dia takut kalau Arkan akan menerima dan luluh pada dengan wanita itu. Satu-satunya yang bisa dilakukan, adalah mendatangi kafe tempatnya bertemu Kiana.

"Ma, kapan kita pulang? Sashi tidak nyaman tinggal di sini."

"Mama tidak tahu, kamu masih harus di sini. Dokter mengatakan kalau kondisimu masih kurang baik. Sepertinya, masalah ini membuatmu sangat stress."

Sashi hanya terdiam membenarkan. Dia memang sedikit frustrasi saat menghadapi masalah dan ancaman ini, ditambah saat Arkan masih belum mengambil sikap. Percaya atau tidak padanya. "Tapi, Ma--"

"Jangan membantah, kamu tidak ingin anak-anakmu kenapa-napa, 'kan?"

Perkataan mamanya, langsung dibalas helaan napas lelah oleh Sashi yang mau tak mau harus pasrah dan menurutinya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience