Arkan terdiam beberapa saat, dia tidak menolak kalau dia juga menantikan saat-saat seperti ini. Ketika Sashi akhirnya mau menyerahkan diri. Senang. Tentu dia sangat senang. Matanya kini bahkan mulai menggelap. Dia benar-benar tidak bisa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari Sashi.
"Kau tidak bisa menarik kata-katamu lagi," ucap Arkan sembari berpindah ke atas tubuh Sashi. Memandanginya dengan perasaan berdebar. Meski pertengkaran sempat terjadi dan membuatnya marah tapi Arkan tidak mampu menolak undangan wanita itu.
Tanpa sedikit pun mengalihkan pandangannya dari Sashi, matanya menelusuri tubuh wanita yang selama ini mengisi hari-harinya. Jari-jemarinya merayap dan menggelitik tubuh yang masih terbalut kain, membuat Sashi harus menunduk malu. Tidak sanggup saat Arkan menatap penuh minat ke arahnya. Namun dia juga tidak bisa melawan, saat laki-laki itu mulai menyingkap kain bajunya dengan perlahan.
"K-Kak Arkan, aku--"
"Sstt, kamu cantik, Sashi. Sangat cantik."
Semburat kemerahan semakin menjadi di wajah Sashi saat tubuhnya yang tak terbalut sehelai benang pun, disaksikan langsung oleh Arkan. Jantungnya berdegup kencang. Hingga napasnya semakin memberat. Perasaan senang karena pujian itu bak bunga-bunga yang bertebaran di perutnya. Mamanya benar, mendapatkan Arkan adalah hadiah yang luar biasa dari Tuhan untuknya.
"Jangan melamun," ucap Arkan dengan suara serak. Menatap Sashi dengan pakaian yang entah sejak kapan sudah menghilang. Sampai Sashi harus memalingkan wajahnya karena malu. Tidak sanggup melihat, betapa memukaunya tubuh laki-laki yang menjadi suaminya itu.
Namun tak disangka, Arkan menarik rahangnya agar mata mereka kembali bertatapan, sebelum dia kemudian mulai mencium bibirnya. Menjelajahi dan menjejak lekuk tubuh istrinya dengan penuh pemujaan. Suara pekik dan jeritan kecil, terdengar dari bibir Sashi, membuat Arkan tersenyum miring tanpa sedikit pun menghentikan rayuannya.
"Kamu milikku. Aku tidak akan melepaskanmu."
"Ya, j-jangan lepaskan aku ..., j-jangan pikirkan w-wanita lain lagi. S-setelah malam ini, Kak A-Arkan hanya m-milikku."
Arkan tersenyum miring ketika melihat Sashi kesusahan dalam berbicara. Ya. Setelah ini, dia yang akan memiliki Sashi. Arkan harap, hati mereka tidak akan goyah atau berpaling.
"Sashi, aku mencintaimu," ucap Arkan sebelum kemudian kembali membungkam bibir Sashi. Membawanya dalam kenikmatan tak berujung. Beradu di malam yang dingin dengan kedua tubuh yang saling berbagi dalam peluh. Cintanya kini terbalas. Dan Arkan berjanji, dia tidak akan membuat Sashi kecewa karena telah menyerahkan dirinya.
***
Mentari pagi sudah menampakkan dirinya, menyinari dua pasang manusia yang masih asyik bergelut di alam mimpi. Sashi dan Arkan. Mereka bergelung dalam selimut dengan saling berpelukan. Sampai beberapa saat kemudian, Arkan terbangun. Mengedipkan matanya beberapa kali dan menghalau sinar matahari yang menyorot langsung ke arahnya. Berbeda dengan Sashi yang sama sekali tidak terganggu karena wanita itu tidur dalam posisi membelakangi cahaya.
"Sayang, bagunlah."
Arkan menyapu helaian rambut hitam milik Sashi. Memperlihatkan wajah istrinya yang begitu kelelahan karena pergulatan panas mereka. Arkan menumpahkan semua perasaannya sampai membuat Sashi kewalahan.
Jangan salahkan dia, istrinya sangat cantik. Jadi, mana mungkin dia puas dengan hanya satu kali saja? Apalagi saat mengetahui, jika Sashi ternyata masih suci. Dialah laki-laki pertama yang mengambil sesuatu paling berharga dari wanita itu.
Kaget? Bisa dibilang, iya.
Pada awalnya, Arkan sudah tidak berharap banyak. Di negara tempatnya tinggal selama ini, melakukan hubungan intim bersama pasangan sudah menjadi hal biasa. Jadi, tidak menutup kemungkinan jika Sashi dan Andrew melakukannya. Tapi ternyata tidak. Wanita itu menjaga dirinya dengan baik. Pantas, Sashi sangat marah ketika dia pertama kali menyentuh wanita itu sembarangan.
Wanita itu tidak seburuk yang dikira.
Arkan tersenyum dan mendekatkan wajahnya sebelum dia mengecup pelan bibir Sashi. Tindakan yang dilakukannya cukup membuat Sashi terusik. Namun wanita itu tak kunjung bangun, Sashi malah semakin menyusupkan wajahnya di dada bidang Arkan yang telanjang.
Kaget. Tubuh Arkan langsung tersentak. Godaan di pagi hari. Apalagi karena gerakan Sashi, selimut yang membungkus tubuh mereka sedikit melorot. Menampilkan tubuh bagian depan wanita itu. Bercak merah ulah dari keganasan Arkan semalam, memenuhi dada dan tulang selangka Sashi. Membuat Arkan yang tidak sengaja melihatnya, harus menelan ludah berkali-kali.
Arkan tergoda untuk meletakkan tangannya di sana dan menyentuhnya. Hingga pikirannya mengontrol gerakan tangan Arkan untuk kembali melakukan seperti apa yang dilakukannya semalam. Namun, sebelum niatnya terlaksana, sebuah tangan langsung menamparnya.
"Apa? Kak Arkan mau apa?"
Sashi yang terbangun, sudah menatap Arkan dengan mata melotot. Wajahnya yang khas bangun tidur dan masih linglung, membuat Sashi tampak sangat seksi di mata Arkan.
"Tidak. Aku hanya mengingat kalau istriku sangat seksi semalam," puji Arkan, membuat Sashi terdiam sesaat, mengumpul kesadaran. Sampai beberapa saat kemudian, rasa malu langsung meliputinya.
Bayangan semalam saat dia meminta Arkan untuk menyentuhnya, kini berputar kembali dalam kepalanya. Benar-benar hal yang paling memalukan dalam sejarah hidupnya. Bagaimana mungkin dia menggoda laki-laki itu duluan? Namun Sashi tidak menampik, kalau dia suka saat melihat Arkan tampak bahagia semalam. Melihat tubuh suaminya penuh dengan keringat dan saat dia benar-benar menjadi 'istri sesungguhnya' untuk Arkan.
Sashi kembali mengalihkan pandangannya dan menatap dada bidang suaminya dengan senyum malu-malu. Bekas bibirnya, ada di sana. Membuat dia sama sekali tidak bisa melupakan saat Arkan mengerang karena sentuhannya. Memalukan.
"Kau memikirkan apa sampai wajahmu jadi merah?"
"Tubuh Kak Ar--ah, t-tidak. M-maksudku, itu, itu ...."
Arkan langsung tergelak saat wajah Sashi kian memerah dan berusaha mengelak, meski ekspresi wanita itu jauh lebih jujur saat memikirkan sesuatu. "Aku tidak tahu, kalau istriku sangat mesum."
"TIDAK. BUKAN SEPERTI ITU!"
Sashi menutup wajahnya dengan kedua tangan. Rasa malu membuatnya enggan menatap Arkan. Dia bukan wanita mesum. Tapi, tubuh Arkan benar-benar menggodanya. Sampai Sashi diam-diam harus mengintip dada bidang Arkan, melalui sela-sela jarinya yang terbuka.
"Kalau kamu masih belum puas. Aku izinkan kamu menyentuhku lagi."
Dengan jahil, Arkan menarik tangan Sashi dan meletakkannya di dada. Membuat wanita tersentak dan memekik. Tawa Arkan semakin keras. Menggoda Sashi, terasa menyenangkan untuknya.
"Tolong jangan terus menggodaku! Aku malu!"
"Maaf, Sashi, aku tidak tahan melihat wajahmu. Kamu sangat manis, sampai rasanya aku tidak bisa melihat apa pun lagi selain kamu."
"Sekarang Kak Arkan sudah pintar merayu. Apa selama Kakak pergi, di sana banyak wanita yang Kak Arkan goda?" tanya Sashi dengan tatapan cemburu. Bagaimana, jika Arkan tergoda atau digoda wanita lain? Kiana misalnya? Sungguh, setelah mengetahui identitas wanita itu, perasaannya menjadi tidak tenang, semoga saja ini bukan firasat buruk.
"Kenapa wajahmu berubah murung? Kamu takut, wanita-wanita itu mengambilku?"
Sashi sontak memukul dada Arkan cukup kuat, sampai membuat laki-laki itu meringis kesakitan. "Jangan bercanda. Itu tidak lucu. Kak Arkan masih belum menjelaskan soal wanita itu. Apakah dia terus mendekati Kakak?"
"Kiana maksudmu?" Ucapan Arkan langsung dibalas delikan sinis oleh Sashi. Wanita itu terlihat enggan saat Arkan menyebut nama Kiana. "Dengar, aku dan dia tidak ada hubungan apa-apa. Baik di masa lalu atau masa sekarang."
"Terus, kenapa malam itu dia bisa mengangkat ponsel Kak Arkan?"
"Aku tidak tahu. Saat itu, aku sedang di rumah sakit menemuinya. Dia baru saja bangun dari komanya setelah hampir dua tahun. Aku ingin menjelaskan ini kemarin, karena aku tahu kalau kamu pasti akan salah paham."
"Lalu, kenapa Kak Arkan mau menemuinya? Kenapa dia juga menyebut dirinya calon istri Kak Arkan? Apa yang Kak Arkan janjikan?"
Arkan langsung menghembuskan napas kasar. Akhirnya, dia harus menjelaskan masa lalunya pada Sashi. "Nanti, aku jelaskan semuanya. Sekarang, sebaiknya kita bangun dan sarapan."
"Tapi--"
"Tidak ada tapi-tapi. Aku tahu tenagamu habis karena semalam. Kamu harus makan, agar kita bisa melakukannya lagi," ucap Arkan dengan santai, membuat wajah Sashi benar-benar merah karena malu dan kesal.
Share this novel