Tubuh Sashi mematung di tempat. Dia menatap laki-laki yang kini menjadi adik iparnya, tengah terbaring di ranjang rumah sakit. Sashi sampai tidak tahu harus mengatakan apa untuk saat ini. Andrew, laki-laki yang membuatnya hampir putus asa dan marah, ada di sana.
Mantan kekasihnya yang menghilang, kini ada di depan mata. Sashi merasa tidak sanggup untuk mendekat. Jantungnya terasa amat sangat sakit. Bayangan menyedihkan saat dia mendengar berita menghilangnya Andrew, kini kembali berputar dalam ingatannya.
"Sashi?" panggil Andrew dengan nada lirih. Matanya tampak berbinar, ketika melihat kedatangan Sashi. Dia tersenyum senang, namun hanya sebentar saat kemudian, Andrew menyadari kehadiran orang lain di sana. "Kau?"
Andrew tampak sangat jelas, bisa melihat Arkan yang berdiri di samping Sashi sambil memeluk pinggang rampingnya. Laki-laki gagah dan tampan yang beberapa tahun tak ditemui Andrew, berdiri bersama sang kekasih atau lebih tepatnya, mantan kekasih.
Kehadiran Arkan, jelas merupakan tanda tanya untuknya. Hingga kening Andre mengernyit, namun hanya beberapa saat sampai tiba-tiba sebuah ingatan menghantamnya. Wajah Andrew berubah mengeras.
"Andrew, kau baik-baik saja?" tanya Arkan dengan nada khawatir. Dia berjalan pelan menghampiri sang adik, tanpa melepaskan Sashi. Tangannya tetap memeluk pinggang wanita itu, cukup erat. Membuat Sashi yang ingin bebas, tidak bisa.
Sayangnya, sapaan Arkan membuat kemarahan terlihat di wajah sang adik. Kentara sekali, jika Andrew tidak suka dengan kehadirannya. "Mau apa kau ke sini! Aku hanya memanggil Sashi," sinisnya.
Sashi mendengar nada membentak dari Andrew, sedikit kaget. Dia tidak pernah tahu, jika mantan kekasihnya bisa berkata kurang ajar seperti itu. "Arkan adalah Kakakmu. Dia mengkhawatirkanmu," jawab Sashi dengan tenang, meski nada suaranya terdengar bergetar.
Pertemuannya pertama kali dengan Andrew, semenjak peristiwa itu, sangat mengusiknya. Sashi ingin pergi dari sini, tapi dia tidak bisa meninggalkan Andrew. Laki-laki masih mengikatnya, dengan rantai tak kasat mata. Bahkan saat kini dia telah berstatus sebagai istri dari kakak laki-laki itu.
"Cih, aku tidak percaya. Kau sangat memuakkan Arkan! Pergi! Aku tidak sudi melihatmu!" teriak Andrew sambil menunjuk ke arah Arkan. Dia benar-benar tidak suka dengan Arkan. Terlebih, saat tangan kakaknya, memeluk pinggang Sashi.
Sashi hanya melirik Arkan dan Andrew bergantian. Dia menyadari ada sesuatu yang salah antara dua kakak beradik itu. Atmosfer ruangan mendadak tak nyaman, terlebih aura permusuhan yang Andrew perlihatkan. Kenapa? Ada apa?
Apa yang terjadi antara Andrew dan Arkan? Kenapa tidak ada keakraban terjalin antara keduanya? Melainkan hanya tatapan penuh permusuhan.
Selama ini, Andrew memang jarang sekali bercerita tentang kakak kandungnya. Laki-laki itu hanya mengatakan, jika Arkan tinggal di luar negeri. Tapi, Sashi tidak pernah curiga tentang hubungan mereka yang sekarang terlihat 'buruk'. Sashi pikir, keduanya baik-baik saja.
"Maaf, aku tidak bisa meninggalkan kalian," jawab Andrew dengan sangat tenang. Dia tersenyum kecil dan berusaha mengabaikan perkataan adiknya.
Sayangnya, Andrew justru terlihat sangat tidak suka. Dia marah. Namun tak mau ambil pusing, Andrew memilih melihat ke arah Sashi. Wanita yang sangat dia cintai. Tanpa sungkan, dia meraih tangan Sashi dengan gemetar. Matanya berkaca-kaca.
"Sashi, a-aku sangat m-merindukanmu," lirihnya pilu. Nada suaranya terdengar tercekat. Sashi dibuat tak berkutik. Ungkapan dan ekspresi yang Andrew perlihatkan, membuat dia lemah. Sampai saat tangannya ditarik mendekat oleh Andrew.
Hampir saja, Sashi ingin melepaskan pelukan Arkan di pinggangnya, sebelum laki-laki itu menariknya kembali dan membuat genggaman tangannya dengan Andrew terlepas.
"Aku ingin bicara dengan Sashi," ujar Andrew dengan rahang mengeras. Dia menatap tajam kakaknya sendiri, karena merasa terusik. Andrew ingin melepas rindu dengan sang kekasih.
"Bicaralah, aku akan mendengarkan di sini," perintah Arkan, tanpa mau menuruti permintaan adiknya.
"Aku ingin bicara BERDUA. Hanya BERDUA."
Arkan mengalihkan pandangannya ke arah Sashi. Ada perasaan mengganggu yang dia rasakan. Tidak. Arkan tidak bisa membiarkan istri dan adiknya berdua. "Tidak. Aku tidak bisa meninggalkan ISTRIKU."
Terhenyak, Andrew kaget saat mendengar pengakuan Arkan mengenai Sashi. Wajahnya yang pucat, kian bertambah pucat. Matanya hampir keluar ketika mendengar perkataan yang keluar dari mulut Arkan.
"A-apa? I-istri?"
"Ya, Sashi istriku. Dia istriku semenjak kamu pergi meninggalkannya dulu," kata Arkan sambil mengelus lembut rambut Sashi, sementara wanitanya hanya diam saja. Tak membantah ataupun mengiyakan.
Arkan tahu, ini bukan hal yang tepat untuk mengutarakan jika Sashi adalah miliknya. Apalagi, pada adiknya yang kini tengah terbaring sakit. Tapi, Arkan merasa tidak senang saat melihat tatapan penuh kerinduan, di antara keduanya. Meski Sashi hanya diam saja, namun Arkan begitu jelas melihat, ada tatapan cinta yang masih terselip di mata sang istri.
Tindakannya kekanakan, tapi Arkan tidak bisa membiarkan Sashi kembali pada adiknya. Hingga dia langsung menciptakan tembok yang menjadi sekat pembatas, bernama ipar.
"S-Sashi, itu t-tidak benar, kan? Katakan, d-dia bohong." Andrew menatap Sashi, meminta sebuah kepastian. Matanya menyiratkan, seolah kiamat bagi hidupnya telah datang. Jika Sashi dan Arkan benar sudah menikah, mungkin inilah akhir segalanya untuk Andrew.
Tidak. Andrew tidak mau percaya. Meski kemarin, dia merasa sedikit aneh ketika sedang berusaha menghubungi Sashi. Andrew dengan sangat jelas mendengar suara laki-laki. Tapi, laki-laki itu ternyata adalah kakaknya sendiri? Permainan seperti apa, yang tengah terjadi dalam hidupnya?
"Kak Arkan benar. Aku sudah menjadi istrinya. Aku adalah Kakak iparmu sekarang," balas Sashi sambil memalingkan muka. Ada kesedihan terlihat di sana, meski hanya sekilas.
"Jadi, kau mengkhianatiku?"
Pertanyaan Andrew, kembali membuat Sashi menatap laki-laki itu. Dahinya berkerut dalam. Ada tatapan tidak suka terlihat dalam sorot matanya. Apa telinganya tidak salah dengar? Andrew menyalahkannya, karena kesalahan yang tak pernah dia lakukan? Apakah laki-laki itu sangat waras?
"Kau yang meninggalkanku! Kau yang pergi saat kita harus menikah. Sikapmu membuat keluargaku hampir menanggung malu. Dan Kak Arkan datang menyelamatkan semuanya. Sekarang, kau bilang aku mengkhianatimu? Katakan, sebenarnya apa yang kau inginkan?"
Tertunduk. Andrew hanya bisa tertunduk lesu, saat mendengar perkataan Sashi. Dia tidak bisa mengelak atas perbuatannya waktu itu, tapi ....
"Maaf, maafkan aku Sashi. Maaf aku yang terlalu pengecut. Aku ingin memperbaiki semuanya. Beri aku satu kesempatan," lirihnya sambil sedikit terisak. Wajah Andrew terus tertunduk. Dia benar-benar tidak sanggup jika harus menatap wajah kekasih yang kini menjadi kakak iparnya.
Sakit. Hatinya terasa sakit. Tapi, ini semua memang berawal darinya. Dialah yang secara tak langsung membuat wanita itu menjauh. Andrew menyesal. Hanya saja, dia tidak bisa mengatakan alasan di balik dia meninggalkan Sashi.
"Apa Mama dan Papa sudah tahu kondisimu?" tanya Arkan, mengalihkan pembicaraan setelah beberapa saat, Sashi terdiam. Senyum kecut, tampak terlihat dari sudut bibirnya. Tidak ada yang tahu, betapa resahnya perasaan Arkan saat ini.
"Tidak. Jangan katakan apa pun tentang keberadaanku. Jangan beritahu Mama dan Papa."
Maaf, baru update lagi heheh
Share this novel