Bab 18 - Hubungan Buruk

Romance Completed 141212

"Ini apa!" Sashi memberikan selembar surat yang menyatakan, jika dia sudah berhenti bekerja, di meja kerja Arkan. Surat-surat yang datang dari tukang pos, bersamaan dengan Kinar yang menghubunginya dan menanyakan, perihal dia yang mengundurkan diri dari perusahaan atau memang dipecat.

Sashi jelas sangat terkejut. Dia tidak pernah merasa resign. Tentu saja, karena dia masih sangat betah untuk bekerja. Terlebih ketika telah menikah dengan Arkan. Sashi pikir, pekerjaan adalah hal yang tepat untuk menghindari pertemuan mereka. Sayang, dia tiba-tiba mendapat berita pemecatan.

Aneh. Rasanya sangat aneh, mengingat kemarin atasannya baik-baik saja. Tidak ada peringatan apa pun atau sanksi akibat pelanggaran. Tapi, kini Sashi malah langsung dipecat? Saat ditanya kenapa, alasannya begitu sederhana. Sashi, terlalu banyak absen. Padahal kata Arkan, laki-laki itu sudah meminta izin dari bosnya. Kenapa hal ini bisa terjadi?

Alhasil, untuk menanyakan semua ini, Sashi dengan cepat menyuruh Arkan untuk pulang. Tanpa peduli, jika pekerjaan laki-laki itu sangat banyak. Sementara Arkan yang mengira jika Sashi kenapa-napa, langsung menuruti perintahnya. Namun yang dia lihat sekarang justru adalah kemarahan istrinya.

"Apa itu?" Arkan mengambil surat pemecatan dari pihak perusahaan. Keningnya sontak berkerut dalam, "kamu dipecat?"

"Ini ulah Kak Arkan, kan?" tuduh Sashi, menatap Arkan penuh curiga.

Arkan yang mendapat perkataan seperti itu, hanya mengangkat alisnya heran. Dia menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Kenapa kamu menyalahkanku?"

"Kak Arkan yang bilang sudah meminta izin pada atasanku. Tapi kenapa aku masih dipecat?"

"Hhhh, apa kamu sangat ingin sekali bekerja?" tanya Arkan, ketika melihat betapa frustrasinya Sashi saat ini. Istrinya terlihat begitu gelisah gara-gara harus dipecat di perusahaannya.

"Jawabannya sudah sangat jelas! Kenapa masih bertanya?"

"Duduklah." Arkan menarik tangan Sashi, untuk duduk di sampingnya. Terlihat wanita itu enggan, namun akhirnya dia menurut dan duduk di sebelah Arkan.

"Sebenarnya, aku tidak ingin kamu bekerja," ucap Arkan melirik sekilas ke arah Sashi yang kini melotot, "tapi, karena kamu sangat bersikeras, bagaimana kalau kamu bekerja denganku?"

"Apa? Maksudnya, Kakak yang--"

Arkan menatap lekat mata Sashi. Dia berusaha merangkai kata, agar wanita itu tidak salah paham dan semakin marah padanya. Awalnya, dia memang berniat agar Sashi tidak kembali bisa bekerja.

"Aku membutuhkan seorang asisten. Kamu tahu perusahaan Andrew? Perusahaannya sedang mengalami penurunan, ada orang yang berbuat curang. Aku butuh seseorang untuk membantuku," jelas Arkan.

"Maksud Kakak, Kak Arkan bekerja di perusahaannya?"

Sashi tidak tahu. Dia benar-benar tidak tahu, kalau Arkan menghandle semua pekerjaan mantan kekasihnya. Meski selama ini, Sashi tidak pernah tahu di mana Arkan bekerja. Kaget? Jelas.

"Ya. Bagaimana? Kamu mau, kan?"

Sepersekian detik, tepat setelah pertanyaan Arkan, eskpresi bingung dan terkejut, yang sempat ditunjukkan Sashi langsung lenyap seketika. Dia memasang wajah datar. Menunjukkan kekesalannya pada Arkan.

Bagaimana mungkin, Sashi harus bekerja bersama Arkan? Padahal niatnya jelas untuk menghindar. Jika begini jadinya, maka itu artinya Sashi harus menghabiskan waktu lebih banyak bersama Arkan. Pagi, siang, dan malam. Apakah dia tidak akan muak bertemu dengan Arkan terus?

"Tidak. Aku tidak mau!"

"Kalau begitu, kamu tidak akan bisa bekerja di mana pun," jawab Arkan sambil tersenyum manis.

Sashi langsung mengeraskan rahangnya. Tangannya mengepal kuat, kesal dengan senyum Arkan yang seolah mengejeknya. "Ini semua pasti karena ulah, Kak Arkan! Aku yakin, Kakak sengaja melakukannya."

"Kamu tidak bisa menuduhku, Sashi. Kamu tidak punya bukti. Aku akan dengan senang hati membiarkanmu bekerja, kalau kamu mau menurut."

Ucapan yang keluar dari mulut Arkan, begitu tenang dan santai. Tak ada nada ancaman di dalam kata-katanya. Tapi tidak di mata Sashi, yang kini menganggap Arkan sangat licik. Laki-laki itu, sepertinya sangat mampu membuat lawan bicaranya kalah dan tersudut.

Entah kenapa, Sashi merasa jika Arkan sama sekali belum menunjukkan sisi lainnya. Sisi yang tidak diketahui semua orang.

***

"Kembalikan Sashi," ujar seorang laki-laki yang kini terbaring di atas ranjang rumah sakit. Dia menatap benci pada laki-laki yang dia tahu lebih tua darinya. Kakaknya sendiri.

Kakak yang tidak pernah dia anggap dan selalu menjadi benalu bagi hidupnya, Arkan. Laki-laki yang menggantikannya menikahi Sashi itu, duduk di dekatnya. Arkan yang awalnya tampak acuh dan menatap ponsel, kini berpaling dan menatap sang adik dengan heran.

"Kenapa belum tidur juga?"

"Ceraikan dia."

Arkan tampak kaget, namun dengan cepat dia mengubah eskpresi wajahnya kembali. "Kamu harus tidur."

"Ceraikan, Sashi. Dia milikku! Aku akan menikahinya," ucap Andrew dengan penuh penekanan. Ulangnya sekali lagi, saat Arkan sama sekali tidak menanggapinya.

"Tidak. Dia istriku sekarang."

"Dia kekasihku."

"Mantan. Hanya mantan," ralat Arkan dengan tatapan menusuk. Sangat kekanakan sebenarnya, saat dia harus menanggapi perkataan Andrew seperti ini. Mereka saudara, memperebutkan satu wanita.

"Sialan! Semua ini gara-gara kau!"

Arkan menghela napas lelah. Dia merasa perdebatan ini tidak akan ada ujungnya. Adiknya begitu keras kepala.

"Ini semua berawal dari kebodohanmu sendiri. Kamu membiarkan orang lain mengisi posisimu. Harusnya, kalau kamu benar-benar berniat menikahinya, kamu tidak akan pergi dan membiarkannya malu. Kamu sudah besar, jangan bersikap kekanakan, Andrew."

Andrew tidak bisa menjawab. Ada kegelisahan terlihat di matanya. Dia seolah sedang berusaha menyembunyikan sesuatu. Dan Arkan mengerti, ada yang mengganggu pikiran adiknya saat ini.

"Tidurlah, Andrew. Mama dan Papa pasti sedang mengkhawatirkanmu saat ini," ucap Arkan, sambil berniat menyelimuti tubuh adiknya, sebelum kemudian ditepis kasar oleh Andrew.

"Cih, berhenti bersikap baik. Aku tahu kau yang sebenarnya! Kau sangat berengsek. Kau bermuka dua!" Andrew meludah di hadapan Arkan. Namun Arkan tetap biasa saja. Dia hanya tersenyum dan menatap keadaan adiknya dengan prihatin.

"Kamu masih membenciku?"

Pertanyaan itu, sama sekali tidak Andrew jawab. Dia malah memalingkan muka dengan malas. Tampak keengganan terlihat saat Arkan membahas tentang masa lalu mereka.

"Apa kamu masih belum memaafkan Kakak?" jelas Arkan. Dia berusaha meyakinkan adiknya tentang kesalahpahaman, yang membuat hubungan mereka kini, menjadi renggang. "Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa--"

"BERHENTI! JANGAN MEMBAHASNYA LAGI! LEBIH BAIK KAU PERGI!"

Andrew membalikkan badannya kembali dan menatap Arkan dengan emosi. Suaranya cukup keras, namun beruntung tidak sampai mengganggu pasien lain. Jelas karena kamar di mana Andrew dirawat, dipasangi kedap suara dan karena ada Arkan yang membiayai, Andrew dipindahkan ke ruang VVIP. Arkan menjamin semuanya demi kesembuhan sang adik.

"Tidak. Di sini tidak ada yang menjagamu. Malam ini, Kakak akan tidur di sini," putus Arkan, "kalau kamu tidak suka, anggap saja Kakak tidak ada di sini."

Kening Andrew tampak berkerut dalam. Dia jengkel setengah mati dengan kehadiran Arkan. Peristiwa di masa lalu dan kenyataan jika kakaknya mengambil Sashi, membuatnya semakin membenci Arkan. Arkan, selalu mengambil apa pun yang seharusnya menjadi miliknya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience