Bab 34 - Aku Melepasmu

Romance Completed 141212

"Kak Arkan."
Mata Sashi terkejut bukan main saat mendapati Arkan ada di sana. Laki-laki itu berdiri menyaksikan apa yang harusnya tidak dia lihat. Ketika Andrew menciumnya. Rasa bersalah, seketika hinggap di dadanya. Wajah Sashi pucat. Membuatnya dengan cepat melepaskan tangan Andrew dan berjalan menghampiri Arkan.
Sayangnya, Andrew yang tahu maksud Sashi, menahan tangan wanita itu. Dia mencengkeramnya dengan kuat hingga langkah Sashi harus tertahan di tempat. "Kau tidak boleh pergi. Ini yang kau inginkan, kan Sayang? Kita tidak perlu menyembunyikannya lagi. Biar Si berengsek itu tahu, kalau kita akan kembali."
"A-apa?"
Sashi menatap Andrew tak percaya. Kedua bola matanya terbelalak. Napasnya memburu saat Andrew berbohong. Tentu saja, perkataannya cukup terdengar oleh Arkan, yang kini berjalan mendekat. Hanya saja, wajah tampan itu sama sekali tidak mengeluarkan ekspresi selain datar. Membuat perhatian Sashi berpaling ke arah Arkan.
"Kak A-Arkan, jangan dengarkan p-perkataannya. Aku, aku--"
"Bisa lepaskan tangan istriku?"
Hening.
Perkataan dan tatapan mata Arkan pada tangan Andrew, membuat Sashi membatu. Begitu juga dengan Andrew yang melunturkan senyumnya. Laki-laki itu menatap Arkan bingung, karena Arkan sama sekali tidak terlihat marah. Hingga tanpa sadar, Andrew melepaskan cengkeramannya.
"Kembalilah, kamu sedang sakit, Andrew."
"Jangan mengaturku!"
"Kembali, atau aku akan menceritakan semuanya pada Mama. Kau, wanita itu dan perusahaan."
Meski tidak ada kata-kata bernada marah atau kasar yang terucap dari bibir Arkan, tapi perintahnya penuh dengan ancaman. Sampai membuat Andrew tidak bisa berkutik. Andrew terlalu kaget dengan ancaman Arkan. Rahangnya mengetat dengan kedua tangan terkepal, sebelum akhirnya dia pergi dengan terpaksa.
Kepergian Andrew, meninggalkan Sashi dan Arkan berdua dalam keheningan. Tidak ada yang mau membuka suara. Sashi terlalu syok ketika mendapati bahwa Arkan sudah pulang. Tapi, kenapa laki-laki itu harus pulang di saat yang tidak tepat? Membuat perasaannya menjadi aneh.
"Kak Arkan--"
"Aku lelah. Ingin istirahat."
Arkan tersenyum sambil menepis pelan tangan Sashi yang akan menyentuhnya. Wajahnya menyiratkan rasa lelah yang begitu kentara. Berjalan kembali ke dalam rumah tanpa mau menoleh sedikit pun ke arahnya.
Terkejut. Itulah yang terjadi pada Sashi. Untuk pertama kalinya, Arkan mengabaikannya. Laki-laki itu bahkan terus melangkah tanpa mau menatapnya. Lelah? Atau mungkin Arkan marah gara-gara kejadian tadi? Sashi tidak mengerti, tapi kakinya mendadak terpaku. Dia tidak bisa mengejar Arkan sama sekali.
***
Sashi diam di atas ranjangnya, menunggu Arkan. Laki-laki itu belum juga keluar dari ruang kerjanya sejak tadi pagi hingga malam tiba. Dia juga tidak diizinkan masuk melihatnya. Hanya pelayan yang tadi siang mengantar makanan. Pelayan itu berkata, jika Arkan sedang istirahat. Tapi Sashi ragu. Dia tahu kalau laki-laki itu tidak menjauhinya.
Dia tidak salah. Sashi tidak mengkhianati Arkan. Kenapa laki-laki itu harus marah? Yang harusnya marah adalah dia. Bukankah Arkan bersama wanita lain saat berjauhan dengannya?
Tangan Sashi terkepal, saat pemikiran itu kembali berputar di kepalanya. Arkan belum menjelaskan tentang wanita itu.
Sashi terlalu asik melamun. Memikirkan kemungkinan apa saja yang dilakukan Arkan bersama wanita yang bernama Kiana. Sampai dia tidak menyadari, jika pintu kamar terbuka. Menampilkan Arkan di ambang pintu, yang menatapnya aneh. Kaos hitam polos, kini sudah melekat di tubuhnya. Berjalan pelan dan duduk di samping Sashi, hingga membuat wanita itu terkejut.
Hening.
Untuk beberapa menit, keduanya hanya saling menatap. Mereka sibuk dengan berbagai macam pertanyaan di kepalanya. Terlalu canggung untuk memulai pembicaraan, sampai akhirnya Arkan mulai berbicara.
"Kau belum tidur?"
Sashi menggeleng. Wajahnya tertunduk. Membuat keheningan kembali terjadi. Sampai dia mengangkat kepalanya dan menatap Arkan dengan mata sendu. Begitu juga dengan Arkan yang kini tampak diliputi kesedihan.
"Maaf."
Ucapan itu terlontar secara bersamaan dari mulut keduanya. Membuat Arkan dan Sashi sama-sama terkejut. Sebelum beberapa saat kemudian, Arkan langsung menyambung perkataannya.
"Aku minta maaf. Selama ini aku belum menjadi suami yang baik untukmu, Sashi. Aku rasa, aku gagal memahami keinginanmu." Arkan menjeda kalimatnya dan menatap Sashi sambil menghembuskan napas kasar. Memejamkan matanya beberapa saat, ketika bayangan adik dan istrinya saling berciuman. Tidak. Arkan tidak bisa melupakannya. Dan rasanya, itu cukup menyakitkan. Dia tetap tidak bisa mengambil hati istrinya.
Sedangkan Sashi, hanya menunggu perkataan Arkan selanjutnya. Dia meremas tangannya gugup. Cemas bukan main. Apakah Arkan akan marah dengannya atau tidak?
"Jika kau ingin berpisah, katakan saja. Aku mengaku kalah. Aku akan mengabulkannya dan kau bisa kembali pada Andrew."
"A-apa? Ma-maksud, Ka-Kakak?" Wajah Sashi sangat terkejut. Dia menatap Arkan tak percaya. Bagaimana bisa?
"Aku akan melepas--"
PLAK ....
Satu tamparan mendarat di wajah Arkan, sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya. Tentu saja itu ulah Sashi yang kini menatapnya dengan sorot kecewa. Matanya memerah menahan tangis, yang sebentar lagi akan pecah. Bibirnya bergetar dengan napas yang terlihat memburu. Sementara Arkan yang terkejut, hanya diam tak bersuara.
"Apa kak arkan sudah bosan denganku? Kak Arkan ingin kita berpisah, agar Kakak bisa bersama wanita itu, kan? Kak Arkan menuduhku berselingkuh agar bisa bersama dengannya? Begitu?"
"Aku tidak pernah menuduhmu. Aku hanya berpikir, itu kesalahanku yang terlalu memaksa perasaanmu. Dan wanita mana yang kamu maksud?"
Arkan menyadari semuanya. Dia menyadari jika Sashi tidak bisa berpaling dari adiknya. Ternyata, memang bukan satu kaki saja mereka melakukan itu saat dia tidak ada. CCTV. Arkan melihat CCTV yang menampilkan saat adik dan istrinya bermesraan. Tentu saja dia sedih. Cemburu dan rasanya ingin memaki.
Dia lelah. Arkan pulang untuk bertemu dengan Sashi dan menanyakan apa yang terjadi, saat di telepon. Tapi, saat rasa lelah itu harusnya hilang ketika dia melihat istrinya, justru pemandangan menyakitkan lah yang disaksikannya.
Bisa saja, Arkan marah pada saat itu, tapi dia berusaha berpikir tenang. Dia tidak mau karena emosi, mengacaukan segalanya. Seperti apa yang terjadi dulu. Karena itulah, Arkan memilih mengurung diri seharian di ruang kerjanya, untuk menjernihkan pikiran. Dia berusaha menghindari pertengkaran dengan istrinya.
"Wanita yang mengangkat telepon dariku. Wanita itu mengaku calon istri Kakak! Apa Kak Arkan berniat untuk menikah lagi, huh? Itu alasan kenapa Kak Arkan ingin kita berpisah?"
Kali ini, Arkan terdiam. Dia menatap Sashi terkejut, saat wanita itu menangis. Air mata tampak membasahi wajah cantiknya. Membuat Arkan menjadi bingung. Namun tentu, dia mengerti siapa wanita yang istrinya maksud.
"Maksudmu Kiana? Tidak. Itu salah paham, Sashi. Aku tidak berniat menikah lagi."
"Lalu, apa maksud ucapan wanita itu? Kak Arkan juga kenapa membiarkan dia mengangkat panggilan dariku? Dan, dan ... kalian, kalian pasti tidur bersama, kan?"
Air mata kembali merebak, membasahi wajah Sashi. Dia tidak bisa tidak memikirkan itu kembali. Rasanya, itu sangat menyakitkan. Arkan tidur bersama wanita lain.
"Kak Arkan juga mengkhianatiku. Rasanya sangat sakit tapi aku ingin mendengarkan penjelasan dari Kakak. Apakah, Kak Arkan tidak bisa mendengarkan penjelasanku dan memaafkanku? Kenapa harus memintaku bercerai? Andrew yang memaksaku, itu semua bukan keinginanku!"
"Kiana dan apa yang tadi terjadi di antara kamu dan Andrew, tidak ada hubungannya dengan ini. Aku hanya tidak bisa memaksa wanita yang tidak mencintaiku hidup bersama, Sashi."
Arkan berusaha menjelaskan kondisinya. Namun Sashi yang tidak mau mendengar perkataan Arkan, malah memukul laki-laki itu dengan tangannya yang kecil. Menumpahkan kekesalannya di sana.
"D-dulu, Kak Arkan bilang mau menunggu. Tapi sekarang, Kak Arkan malah ingin menyerah? Apa segampang itu Kak Arkan memainkan perasanku? JAWAB! Setelah membuatku merindukanmu sampai rasanya ingin mati. Setelah membuatku cemburu sampai rasanya ingin menghajar wanita itu. Setelah membuatku benar-benar tidak bisa melepaskan, Kak Arkan mendorongku menjauh? Kenapa mencintai harus sesakit ini?"

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience