Malam yang harusnya menjadi malam untuk pengantin baru, sama sekali tidak terjadi untuk Sashi dan Arkan. Mereka hanya tidur tanpa melakukan apa-apa. Bahkan bantal menjadi sekat pembatas untuk keduanya.Â
Arkan bangun lebih dulu sebelum Sashi. Menatap sejenak wanita yang kini menjadi istrinya. Sashi memang cantik. Tapi dia harusnya menjadi adik ipar, bukan istri. Namun nasi sudah menjadi bubur. Arkan sama sekali tidak bisa menolak jika statusnya sudah berubah hari ini.
Pria lajang nomor satu, yang paling diinginkan di seluruh penjuru negeri, kini sudah tak ada lagi. Dia sudah menjadi milik Sashi.
Senyum tipis menghiasi wajah tampannya. Tangan Arkan membelai lembut rambut istrinya yang tidur membelakangi. Memberikan kecupan selamat pagi pada wanita yang kini bahkan masih bergelung di alam mimpi.Â
"Sashi, bangunlah."
Arkan menggoyangkan bahu Sashi dengan sangat lembut. Berusaha untuk membuat wanita itu terbangun, karena hari sudah mulai terang. Matahari sudah naik hingga bias sinarnya menembus masuk melalui ventilasi. Sayangnya, Sashi sama sekali tidak bergeming.
Arkan menghela napas sejenak, dia kemudian beranjak menuju ke arah kamar mandi. Tepatnya ke arah wastafel. Mengucurkan air dan membasuh wajahnya di sana. Tak butuh waktu lama, Arkan selesai dan berjalan kembali ke dalam.
Sayangnya, Sashi masih tertidur di ranjang. Wanita itu tidak terusik ataupun tergerak sedikit pun. Membuat Arkan langsung menggeleng dan berinisiatif untuk berjalan ke arah jendela. Membuka gorden kamar agar sinarnya langsung masuk, membangunkan sang istri.
Tentu saja tindakan yang dilakukan Arkan berhasil. Sashi menggeliatkan otot lengannya sambil mengusap mata dengan perlahan. Mengumpulkan nyawa sebelum sesaat kemudian, matanya bertubrukan dengan mata Arkan.
"Selamat pagi."
Senyum sehangat mentari, terlukis di bibir laki-laki itu. Dia berjalan mendekat dan mengusap kepala Sashi. Sedetik, Sashi hanya diam. Dia tidak memberikan reaksi apa pun. Hanya menatap Arkan dengan kening berkerut. Pikirannya mendadak buntu, saat melihat sosok yang orang yang kemarin resmi menjadi suaminya.
"Kak Arkan?"
"Ayo kita sapa Mama dan Papa," ajak Arkan dengan suaranya yang lembut namun menenangkan.
"Hm," gumam Sashi malas. Dia menyingkirkan tangan Arkan yang mendarat di kepalanya. Menyingkap selimutnya dan beranjak dari ranjang. Berjalan ke arah kamar mandi. Tanpa menyadari, jika dia masih memakai lingerie tadi malam.
"Astaga." Arkan mengelus dadanya dengan wajah memerah, kepalanya menggeleng pelan karena melihat pemandangan menggugah di pagi hati. Mulutnya menghela napas panjang dan berusaha untuk tenang.
Arkan tentu tergoda melihatnya. Tapi dia tidak bisa memaksa Sashi. Dia tahu, jelas tahu jika Sashi masih belum menerimanya sama sekali. Istrinya masih memikirkan mantan pacar yang merupakan adiknya. Semua itu, terlihat begitu jelas dalam sorot matanya.
Adiknya. Arkan tahu ini semua berawal dari sikap pengecut Andrew. Sayang sekali, dia sama sekali tidak tahu ada di mana Andrew saat ini. Adiknya menghilang tanpa jejak. Sama sekali tidak diketahui keberadaannya.Â
Tok ... tok ... tok ....
Suara pintu diketuk, hingga tak lama kemudian terbuka. Seorang wanita berusia lima puluh tahunan muncul dari balik pintu. Menatap Arkan sambil tersenyum.
"Nak Arkan, di mana Sashi?"
Wanita tua yang tak lain adalah mama dari Sashi, Desty, mengedarkan pandangannya ke penjuru kamar. Mencari-cari keberadaan anaknya. Sayang, dia sama sekali tidaknya menemukannya.
"Sashi sedang di kamar mandi, Ma. Kami akan turun sebentar lagi," ucap Arkan tanpa memudarkan senyum ramah di wajahnya.
Desty mengangguk. Dia kemudian menatap lekat Arkan dengan sorot mata bersalah. "Nak Arkan, Mama minta maaf."
Arkan langsung menggeleng. "Tidak, Ma. Arkan yang harusnya minta maaf. Arkan sebagai Kakak, merasa sangat malu dengan apa yang Andrew lakukan."
"Kamu benar-benar baik, Arkan. Mama harap, kamu bisa sabar dengan Sashi. Sekarang Mama yakin, kalau Mama tidak salah menyetujuimu menikah dengan Sashi," ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Menantunya, benar-benar idaman. Desty berharap, jika Sashi mau melupakan mantan kekasihnya dan menerima Arkan. Sementara Arkan tidak menjawab, dia hanya tersenyum manis.
"Ya sudah, kamu ajak Sashi ke bawah. Kita makan bersama."
"Ya, Ma."
Usai berkata seperti itu, Mama Sashi lantas kembali ke bawah. Meninggalkan Arkan yang kini melirik ke arah kamar mandi saat Sashi tak kunjung membuka pintu. Hingga akhirnya, membuat dia perlahan berjalan mendekat.
"Sashi, apa kamu sudah selesai?"Â
Sayangnya, tak ada jawaban dari dalam. Tidak ada suara air yang terdengar dari sana. Membuat Arkan menduga-duga, apa yang sedang terjadi. Dia cukup dibuat khawatir oleh istrinya. Apalagi saat menyadari jika pintu kamar mandi terkunci.
Arkan kali ini berusaha menggedor pintu dan menyeru wanita itu. Namun tak kunjung ada balasan. Sampai karena terlanjur khawatir, dia dengan cepat mendobrak pintu. Menduga, jika mungkin saja, Sashi ketiduran di bathtub.
Namun ternyata, dugaannya salah. Sashi baik-baik saja dan kini malah menatapnya dengan mata membulat. Handuk yang melilit di tubuhnya, tiba-tiba jatuh tanpa sebab. Membuat tubuhnya kini tak terbalut apa pun.Â
"AKKKHHH ... MESUUMM!!!"
Suara teriakan Sashi, membuat Arkan mati kutu. Dia sama sekali tidak bisa beranjak dari sana dan hanya terdiam, terus memerhatikannya.Â
"KELUAR! KELUAR!" teriak Sashi, sambil mengambil gayung dan berniat menyiramkan airnya ke arah Arkan.
"Maaf-maaf, aku tidak tahu."
Arkan mengangkat kedua tangannya dan berjalan keluar kamar mandi dengan gugup. Menutup kembali pintu yang setengah rusak itu, secara perlahan. Meringis saat menyadari keteledorannya. Arkan kira, ada sesuatu yang terjadi dengan Sashi. Namun ternyata, dia salah sangka. Wanita itu baik-baik saja.
Namun karena tindakannya, Sashi kini menjadi semakin kesal pada Arkan. Dia menggerutu sambil memakai handuknya kembali. Sebelum kemudian tersadar, jika dia sama sekali belum sempat membawa pakaiannya. "Sial!"
Dari balik pintu, Sashi mengintip. Melihat ke arah Arkan yang berdiri membelakanginya. Ragu untuk meminta pertolongan. Harga dirinya tinggi. Sashi masih malu dengan apa yang terjadi. Tapi, rasanya tidak mungkin jika dia tidak meminta bantuan laki-laki itu.
"Kak Arkan?"
Tidak ada jawaban. Arkan hanya diam. Namun jelas terlihat, jika tubuhnya menegang karena panggilan lembut Sashi.
"Kak Arkan, tolong aku!" panggilnya sedikit jengkel, saat Arkan tidak mau menoleh.
"A-ada apa? K-kamu membutuhkan apa?" tanya Arkan tanpa mau berbalik. Nada suaranya, menjelaskan jika laki-laki itu tampak sangat gugup. Arkan masih belum melupakan bayangan tubuh Sashi. Jantungnya berdebar keras karena efek tadi.
"Itu, tolong ambilkan pakaianku di kamar sebelah," pinta Sashi dengan canggung.
"Pakaian?"
"Iya, di ruangan sebelah kanan dari kamar ini."
"Baiklah, akan aku ambilkan," ucap Arkan cepat. Dia dengan buru-buru, berjalan ke luar kamar. Meninggalkan Sashi yang ada di balik pintu kamar mandi. Sampai beberapa saat kemudian, Sashi kembali menyadari sesuatu. Pakaian dalamnya. Spontan saja, dia menepuk jidatnya.
"Sial, mati aku! Bodoh sekali kau, Sashi! Bagaimana ini? Bagaimana jika Kak Arkan melihatnya? Astaga!"
Jangan lupa like dan komen ya
Share this novel