Bruk! Nick mendorong tubuh pengawal hingga tersungkur dan dia pergi karena sudah mendapatkan penghinaan dariku.
Tubuhku sedikit bergetar dan aku menarik nafasku dalam-dalam. Axel pasti menyadari kalau aku sedang tertekan dengan situasi tadi.
Dia hanya melihat wajahku yang memerah, bukan karena sikap Axel yang menggodaku, melainkan aku memang sedang melampiaskan kemarahan.
“Ahhh!!”
Aku kaget, Axel mengangkat tubuhku, “Kau harus bertanggung jawab. Aku gak akan membiarkan kamu pergi sebelum aku puas,” bisik Axel saat ingin melangkahkan kakinya dan mataku membulat seketika.
Aku tahu, aku yang salah karena sudah menyalakan api miliknya.
Lalu dia memberikan tatapan tajam padaku, “ini semua sudah atas persetujuan kamu ya, kamu bilang tadi, aku boleh menghukummu dan kamu gak akan protes!” cetusnya sedang menagih janji.
“Ahh … Axel!” ucapku lalu membenamkan wajahku karena malu.
Aku sudah merasakan berkali-kali kalau aku yang terlalu proaktif padanya.
“Lihat saja, malam ini aku gak akan membiarkan kamu lolos begitu saja,” dengus Axel sambil menuruni kembali tubuhku di kursi mobilnya.
“Antarkan aku ke apartemen saja, Billy. Malam ini kau bisa beristirahat, kembali besok pagi,” kata Axel sebelum Billy menyalakan mesin mobilnya.
Mataku mendelik, aku bukan gadis polos yang tidak mengerti arah ucapannya.
“Tu–Tunggu, aku gak bisa. Aku harus bertemu dengan Renata. Kami ada tugas kelompok yang harus ku kerjakan,” kataku beralasan dan Axel langsung menyipitkan matanya.
“Kalau begitu, kau bisa pakai kamar di sebelahku, Bill, lalu kau temani teman pacarku ini untuk menyelesaikan tugas mereka!” dengus Axel seolah tidak peduli dengan alasan yang aku buat.
Mataku semakin mendelik dan Axel sudah bisa menebak kalau aku sedang mencari-cari alasan untuk pergi darinya.
“Gak, nggak seperti itu dong, Xel. Aku harus mengerjakan tugasku sendiri bersama dengan Renata. Ini gak bisa diwakilkan,” aku fix memulai perdebatan gak berarti dengan pacarku yang penuh dengan kecurigaan.
“Baiklah, kita akan kerjakan bersama. Ayo, kita berangkat. Kita jemput temanmu dulu,” Axel yang bergegas karena dia tidak ingin melewatkan momen bersama denganku.
“Aduh, mati aku. Kalau ketahuan aku sedang berbohong bagaimana? Renata kan sekarang sedang bekerja paruh waktu. Aku gak mungkin bisa menolaknya, ini pasti akan ketahuan olehnya!’
Batinku berbicara dan otakku sedang berpikir keras.
“Dimana kita harus menjemputnya, sayang?!”
Doeng!! Otakku seperti ngeblank.
Aku terkena jebakan yang aku buat sendiri.
“Emm … itu …,” aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
Dan itu semakin membuat Axel yakin kalau aku sedang membohongi nya.
“Kita jemput dia di cafe ….”
Saat Axel mendengar ucapanku lalu dia memberikan kode pada Billy untuk segera ke tempat dimana Renata bekerja paruh waktu.
Axel menutup pintu kecil kerah pengemudi. Dia tidak ingin Billy melihat atau melirik dari kaca spion.
“Lalu, apa yang harus aku lakukan dengan ini?” kata Axel menarik dasi yang belum sempat aku pasangkan kembali, “apa ini aku simpan dulu?” kata Axel dan tangannya menarik dasi tadi lalu menyimpan kembali di kotaknya.
Kemudian dia membuka beberapa kancing kemejanya.
“Kenapa? Apa kamu lebih suka aku berpenampilan seperti tadi?”
Mendengar ucapannya aku tanpa sadar malah meneliti wajah Axel seolah membandingkan dirinya yang sedang berpakaian lengkap mengenakan jas atau yang saat ini jas nya dilepas dengan kancing kemejanya yang sengaja dia buka untukku.
Tanpa sadar aku menelan air liurku sendiri.
Itu membuat Axel tersenyum seolah berkata, bingo kamu sudah kujebak sayang.
“I–itu, mmmm… aw!”
Axel kembali menarik tubuhku ke pangkuan.
“Sentuhlah seperti tadi, aku ingin kamu melakukan sekali lagi!”
Plop! Aku benar-benar terkejut dengan sikap Axel yang seolah berbeda dengan apa yang ada di dalam ingatanku.
Ini benar-benar berbeda.
“Ma–Maafkan aku, bukan maksudnya aku memanfaatkan dirimu, tapi, sungguh, aku benar-benar sudah gak suka lagi dengannya. Aku gak suka,” ucapku setengah mati malu harus mengakui perasaanku kembali.
Namun, aku benar-benar tidak menyesal melakukannya. Ini adalah pilihanku. Dia yang kupikir untuk menjadi suami masa depanku.
Axel tersipu malu, wajahnya pun ikut memerah mendengar ucapanku.
Tangannya meraih wajahku dan menariknya agar kening kami beradu, “Jadi, mulai hari ini apapun yang akan aku lakukan padamu, kamu gak boleh protes, hmm?!” aku mengangguk pelan saat mendengar ucapannya, “termasuk ini?!’ aku sedikit merinding ketika Axel menyentuh salah satu milikku, dia sedikit meremasnya dan wajahku kembali memerah oleh perbuatannya.
Lalu, aku menjawab dengan anggukan kembali dengan perlahan. Kemudian Axel tanpa ragu meletakkan tangannya di salah satu pahaku lalu perlahan tangannya menyusup ke dalam sana, “dan bagian ini yang paling penting, aku katakan dari sekarang. Aku tidak akan berhenti sebelum aku puas!” ucapnya penuh penekanan dan aku yang dilema juga sudah pasrah, hanya bisa mengangguk perlahan.
Axel menarik wajahku sesaat, “Setelah memilihku, kamu gak akan pernah bisa mundur Regina Meizura Calton, selamanya hanya bisa ada disisi Axel Witsel Witzlem!’
Mata kami saling bertatapan dan aku mengangguk penuh persetujuan.
***
Bunyi pintu apartemen dibuka dan terdengar pintu dibanting dengan keras saat Nick masuk ke dalam nya.
“Bagaimana, Nick, sayang? Apa kita berhasil dengan rencananya?”
Saat mendengar suara itu, Nick menyipitkan kedua matanya dengan tajam. Dia mengeratkan kembali giginya.
Kemudian terlintas kembali saat aku mencium Axel dengan ganas juga membara. Seolah tidak ada batasannya, antara aku dengan Axel.
Nick berbalik dan menatap Minna yang sudah berdiri dihadapannya.
Minna menyambut Nick dengan pakaian dinasnya yang menerawang. Ini memang sudah ada dalam skenario mereka. Saat mereka berhasil merekayasa aku yang dijebak oleh 3 orang preman tadi, lalu Nick datang menyelamatkanku.
Ketika berjalan sukses sesuai dengan rencana mereka. Aku dipastikan kembali pada Nick dan mereka akan merayakan keberhasilan dengan menghabiskan malam yang penuh gairah.
Nick masih menatap Minna dengan tajam. Seolah amarahnya belum sepenuhnya keluar.
“Sayang, bagaimana? Apa kakak bodohku itu sudah terjebak kembali?”
Minna yang sedikit bingung dengan reaksi diam Nick menyentuhku tangannya.
Namun, detik kemudian, senyuman smirk muncul dihadapan Minna dan membuat Minna sedikit bergidik.
Selama ini Nick tidak pernah menunjukkan wajahnya yang seperti itu. Yang dia tahu, Nick penuh cinta, lembut dan perhatian pada dirinya.
Plak! Satu tamparan keras mendarat di pipi Minna. Minna terkejut dan sedikit mundur dari jangkauan Nick.
Dia masih memegangi wajah saat Nick dengan cepat melepaskan ikat pinggang miliknya kemudian menggulungnya sedikit dan bunyi ikat pinggang tadi sudah berubah menjadi cambuk yang menyakiti tubuh Minna.
“Aw … huhuhu, hentikan Nick, huhuhu … agh aww kamu menyakitiku,” tangis Minna menahan cambuk yang dihempas dari ikat pinggang Nick.
Lelaki itu sedang melampiaskan semua amarahnya pada Minna hingga tanpa sadar Nick sudah mencabut Minna pilihan kali dan membuat tubuhmu pingsan.
Share this novel