Pertanggung Jawaban

Romance Completed 1318

Josep pun sama terkejut. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

“Minna, Minna, bangun, sayang. Ada apa? Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang melakukannya?” teriak Josep.

Dia langsung terguncang saat melihat kondisi anaknya yang mengenaskan.

Tubuhnya dipenuhi luka dan lehernya masih terlihat bekas jeratan seseorang.

Lalu dia tiba-tiba memalingkan wajahnya pada sang istri. Mencoba membangunkan, Martha hanya pingsan sebentar. Kemudian dia, menatap wajah suaminya penuh curiga.

“Apa ini semua perbuatan mu? Kau mem bunuh putri kita, Josep. Kau benar-benar sudah buta dan tega! Hatimu benar—benar kejam, Josep!” raung Martha.

Dia sedih karena kehilangan anaknya. Juga kecewa pada suaminya yang sudah berubah sikap

Martha memukuli dada suaminya. Meminta penjelasan.

“Apa yang harus aku jelaskan. Ini bukan salahku. Aku nggak melakukan apapun padanya. Aku kesini, ingin meminta pertanggung jawabanmu,” dengus Josep.

Sebagai seorang ayah, sepertinya dia sudah tidak peduli anak dan istrinya hidup atau mati.

“Tanggung jawab? Apa maksudmu? Sejak tadi kau terus mengatakan hal itu?” ucap Martha dan meminta pelayan membawa tubuh Minna yang sudah kaku ke dalam.

Melihat kondisi Minna seperti ini, dia juga harus segera mengurus pemakamannya.

“Aku nggak mau tahu, kau harus bertanggung jawab. Aku akan membawamu ke kantor polisi!” ucap Josep, dia seolah tidak peduli lagi.

Padahal tubuh Minna sudah membujur kaku di hadapannya.

“Josep, kau benar—benar gila. Memangnya apa yang kulakukan? Hah! Kau sudah kerasukan wanita itu. Dia sampai mempengaruhimu seperti ini,” kata Martha.

Dia kembali naik pitam. Mendengar ucapan suami sudah seperti pisau yang menikam jantung.

Dia seolah sudah melupakan semua ikatan cinta yang ada.

“Ikut denganku, sekarang!” titahnya kembali mencengkram tangan Martha.

“Lepas. Aku nggak akan ikut denganmu. Aku harus mengurus Minna. Dia anakku. Aku harus makamkan dia dengan layak. Dia pasti sangat menderita,” ucap Martha.

Terlepas dari apapun, dia sepertinya sudah tahu siapa pelaku yang melakukannya.

“Dia sudah mati. Biarkan saja, sekarang aku hanya ingin kau bertanggung jawab. Istri dan anakku mati. Aku yakin, ini semua karena ulahmu. Kau yang pasti sangat membencinya. “

Kata Josep. Martha menoleh dan melihat wajah suaminya. Dia begitu cemas dengan kematian wanita yang dianggapnya penggoda. Sedangkan untuk anaknya, dia tidak peduli.

“Cih, bisa—bisanya kau minta pertanggung jawabanku. Memangnya ada bukti? Kau boleh tanya dengan para pelayan. Seharian ini aku sama sekali nggak keluar rumah!” tegas Martha dan menghempaskan kembali cengkraman tangan suaminya.

Josep mengepalkan tangan. Dia memang tidak ada bukti pasti. Tapi, dia yakin karena cemburu Martha bisa melakukan apapun.

“Sudahlah lebih baik kita urus masing—masing saja. Kau? Mana tanggung jawabmu sebagai seorang suami dan ayah? Bahkan menelantarkan anakmu seperti ini,” dengus Martha.

Dia sudah kehilangan minat dengan suami ketika tahu perselingkuhan juga pengkhianatannya.

Josep terdiam sesaat. Bagaimanapun, dia tetap merasa perubahannya memang terlalu mendadak.

Tanpa adanya pemberitahuan karena Martha yang lebih dulu mengetahui hubungan yang disembunyikannya.

“Dimana kau akan me makam nya?” sepertinya Josep masih meninggalkan perasaan pada anaknya.

“Aku akan hubungi Regina, dia juga harus tahu kabar ini,” kata Martha.

“Baiklah, hari ini aku lepaskan dulu. Besok aku akan kembali. Kau tetap harus mempertanggung jawabkan apa yang sudah kau lakukan.”

Martha menatap wajah suaminya. Dia berpikir, tadi suaminya sudah mengerti. Tapi, tetap saja mempermasalahkannya.

“Aku sudah katakan, bukan aku pelakunya. Mungkin saja dia memiliki musuh yang membencinya sama sepertiku,” ucap Martha ketus menaikan sudut bibirnya kecut.

“Nggak mungkin, istri dan anakku itu berhati baik dan mempunyai sikap yang lembut. Mereka nggak mungkin punya musuh!” Josep yang tetap dengan pendiriannya.

“Kau benar—benar sudah lupa diri dan gila karena wanita penggoda itu, Josep. Kau sampai melupakanku dan anak kita. Aku nggak pernah menyangkanya, Josep!”

Hati Martha terasa sakit. Pengkhianatan dari orang terdekat membuatnya sesak napas.

“Terserah kau mau bilang apa, meskipun sekarang mereka sudah nggak ada. Keputusanku sudah bulat. Aku akan menceraikanmu! Setelah bercerai darimu, aku akan segera mencari pengganti!” sarkas Josep berkata.

Ucapannya benar—benar lebih tajam dari pisau.

“Ka—kau!” delik Martha menunjuk suaminya. Dia benar—benar tidak menyangka akan dicampakkan seperti itu.

Josep berbalik dan pergi begitu saja.

“Dasar kau, suami tidak bertanggung jawab dan mata keranjang. Kau benar—benar nggak cukup dengan satu wanita. Aku yang bodoh dan salah menilaimu, Josep. Sia—sia saja aku setia selama ini,” kata Martha merutuki kepergian suaminya.

Dia kembali ke dalam dan melihat jasad anaknya sudah berada di tengah ruangan.

Dia segera melakukan panggilan.

“Regina, dimana kau? Cepatlah pulang, ada yang harus kamu ketahui!” saat panggilan tersambung, Martha langsung berbicara.

Aku sedikit menelaah suara ibu tiriku. Nada suara cemas dan sedikit berbeda.

“Ada apa? Katakan saja!” aku bukan menghindari mereka, tapi aku merasa akan lebih hidup damai tanpa adanya mereka yang selalu mencampuri hidupku.

Aku membiarkan mereka tinggal di rumah dengan catatan tetap bekerja dan tetap dalam pengawasan Markus.

“Pulanglah, Mama hanya ingin kau pulang meski sebentar, Regi!” ucapannya semakin terdengar sedih.

“Baiklah, tapi aku harus pagi ini aku ada jadwal kampus,” kataku lagi, masih mengulur karena memang tidak ingin bertemu dengan mereka kalau hanya untuk memaksaku berdekatan lagi dengan Nick.

“Regina, Mama mohon, pulanglah. Setidaknya ini permintaan kecil Mama. Kamu juga harus melihat adikmu untuk yang terakhir kalinya,” ucap Martha dengan suaranya yang semakin bergetar.

“Terakhir kali? Ada apa?” kataku sedikit terobsesi dengan kata terakhir kalinya.

“Minna, dia, dia, sudah pergi sayang … huhuhu!” akhirnya tangis Martha pecah.

Aku yang mendengar sedikit nyes. Meskipun di kehidupan lalu mereka sangat jahat padaku. Tapi, di kehidupan ini aku berusaha tidak mendekat agar musibahku menjauh.

Tapi, saat mendengar ucapan Martha. Karma itu tetap ada. Meski tanpa aku yang membalas. Tuhan pasti punya cara sendiri untuk menyelesaikan.

Mendengar ucapan barusan aku sedikit terhuyung. Untung Axel dekat denganku.

Telepon langsung terputus setelah kabar tersebut.

“Ada apa, sayang?” wajah Axel cemas ketika melihat wajahku berubah pucat.

“Agh, itu, Minna, adikku sudah tiada. Bisakah kau mengantarkan aku pulang, sekarang?” kataku suaraku sedikit bergetar.

Kabar yang tiba—tiba sungguh membuatku terkejut.

Axel segera memapahku.

“Sebentar, aku panggil Billy dulu!” Axel memapahku duduk dan memberiku segelas air tanpa aku minta.

Dia mencoba menenangkanku.

Axel mematikan teleponnya, “Tunggu sebentar ya, dia akan segera kesini,” kata Axel dan tidak lama pintu sudah terbuka.

“Habis mengantarku, tolong jemput Rena ya dan bawa dia ke tempatku!” aku merasa agak tenang jika Rena juga mengetahui masalah ini.

Billy terlihat bingung. Tapi, dibandingkan apapun, saat dia melihatku. Dia harus segera melaksanakan perintahnya.

“Tenanglah. Kau nggak perlu terlalu khawatir,” Axel memenangkanku dalam dekapan.

Aku sedikit berpikir keras. Memikirkan apa yang sedang terjadi. Bagaimana bisa Minna pergi begitu saja.

Aku merasa ada hal yang aneh dengan kematian Minna. Tubuhku sedikit bergidik.

Aku merasa tidak nyaman dan sedikit mengingat bayangan di masa lalu saat Minna dan Nick melakukan tindakan kekerasan padaku.

“Apa karena semua sudah berubah karena aku merubahnya, ini malah terjadi pada Minna. Tapi, aku nggak terlalu yakin, aku tahu, Nick nggak akan tega melakukannya. Dia sangat mencintai Minna.”

“Aku bahkan memberinya kesempatan untuk bersama. Asalkan, Nick nggak menggangguku lagi.”

Isi otak dan hatiku sedang berkecamuk. Merasa tidak percaya kalau pelakunya adalah Nicholas.

***

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience