Aku segera turun dan berlari saat mobil berhenti di parkiran cafe tempat bekerja paruh waktu Renata.
Sebelum Billy sempat membuka, dia kembali dikejutkan dengan sikapku yang benar-benar diluar prediksi BMG.
Begitupun dengan Axel, meskipun dia tahu aku berbohong. Dia tidak membongkarnya.
Dia seolah ingin mengikuti semua permainanku dengan setia.
“Tuan, saya rasa Nona Regina sedang membuat rencana lain,” kata Billy yang berkomentar lebih dulu saat berjalan berdampingan dengan tuannya.
“Tutup mulutmu. Dia itu istriku jadi jaga bicaramu,” kata Axel tanpa ragu mengatakan juga mengulangi ucapanku.
Billy menoleh seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan tuannya.
“Jangan membantah, apa yang dia katakan adalah sama halnya dengan perintahku!” dengus Axel melengkapi segala ketidak pastian saat aku berbicara asal-asalan.
Dengan begitu, Billy tidak punya alasan untuk menolak permintaan dariku.
“Huh, benar-benar gila. Tuan sudah kerasukan cinta nona Regina. Tuan tetap harus waspada, siapa tahu nona Regina hanya memanfaatkan tuan saja,” kata Billy berkomentar sarkas.
“Aku gak peduli. Meskipun dia memanfaatkanku. Yang aku inginkan hanya membuatnya bahagia bersamaku,” Billy hanya bisa menggelengkan kepala ternyata racun cinta tuannya sudah tidak ada penawarnya lagi.
Mataku mencari-cari keberadaan Renata, namun dia masih belum menemukan.
Kemudian aku merogoh tas dan mengeluarkan ponselku, mencoba menelepon Renata, tapi ponselnya tidak dapat dihubungi.
“Selamat sore, silahkan,” Aku menoleh karena seorang pelayan menyapaku.
“Ah, maaf, apa Rena ada?” kataku buru-buru sebelum aku sadar Axel ternyata sudah di belakangku.
“Owh, ada sebentar saya panggilkan. Dia ada di lantai 2. Silahkan tunggu disebelah sini,” mau tidak mau aku mengikuti arahan pelayan untuk duduk disalah satu meja.
Axel memilih kursi dengan sofa panjang dan menarik tanganku agar duduk lebih dekat dengan dirinya. Sedangkan Billy tetap berdiri disamping tuannya.
Tidak lama Renata turun dengan menggunakan dress yang sama seperti pelayan tadi juga appron di pinggangnya.
“Regi, ya ampun, kamu benar-benar datang sama pacarmu. Jadi, mau pesan apa?”
Tentu saja Renata akan bersikap seperti pelayan menyambut tamu yang datang. Billy terlihat meneliti dress yang digunakan Renata.
Gadis itu menggenakan dress itu di atas lutut hingga memperlihatkan penampilan yang sudah dirubah sedemikian rupa jadi terlihat cantik juga seksi.
“Cih, bisa-bisanya dia menggunakan pakaian seperti itu. Dia terlihat seperti ingin merayu laki-laki,” ejek Billy didalam hati.
Entah kenapa Billy jadi tidak suka melihat penampilan Renata yang seperti itu.
Renata meletakkan buku menu di atas meja. Tatapan Axel tidak melepaskannya.
“Jadi, berapa lama lagi jam kerjamu berakhir?” Suara Axel penuh dengan aura penekanan.
Belum sempat aku buka mulut, Renata sudah dibuat ngeri oleh pertanyaan Axel.
“Mmm … itu sekitar 30 menitan lagi, hanya saja saya ada satu table yang masih di handle tadi,” Renata mencoba menjelaskan apa adanya.
Dia menatapku dengan pertanyaan lain, karena akupun memberikan tatapan mata yang sulit di artikan.
“Baiklah, kita akan tunggu. Sementara itu, kamu mau pesan apa, sayang?” Axel menyentuh tanganku sekaligus membuat aku terkejut karena mataku sedang memberikan kode pada Renata.
“Ah umm itu … aku pesen karbohidrat saja, pokoknya aku pengen makan berat dan yang segar-segar,” jawabku segera tidak ingin mengulur waktu.
“Baiklah, bagaimana dengan kalian?” Renata melayangkan pandangan pada Axel juga Billy, “berikan kami yang segar dan menu penutup saja!” kata Axel tanpa melihat buku menu.
Jawaban mereka membuat kepala Rena sedikit pusing, “Ok, aku yang pesankan ya!” Rena sedang mencatat pesanan saat seorang pria mendekatinya.
Billy terlihat menyipitkan mata pada laki-laki yang mendekati Renata.
“Rena, apa masih lama? Belinda sudah mencarimu,” kata laki-laki tersebut dan Rena menoleh.
“Saya catatkan pesanan ini dulu baru saya akan kembali ke atas. Mohon maaf, Tuan Rick, mereka semua adalah teman saya yang kebetulan berkunjung. Saya menyapa sebentar lalu akan kembali,” kata Rene bersikap sopan ketika dia tidak menyangka akan didatangi oleh pelanggan yang sedang dilayaninya tadi.
“Baiklah, aku akan menunggumu kembali. Cepatlah, Belinda, kau tahu, dia pasti tidak sabaran,” meskipun ucapannya pelan, tapi itu penuh penekanan.
“Uhm, saya akan segera kembali!” Setelah mendapatkan jawaban Rena, laki-laki itu kembali dan hanya melirik sebentar kearah meja kami.
“Regina, maafkan aku, aku akan buatkan pesanan kalian, tapi 30 menit terakhirku sudah dipesan oleh tamu. Kita akan bicara nanti setelah jam ku selesai,” kata Rena bersikap profesional dan hanya menoleh sesaat padaku, Axel dan juga Billy.
Hanya saja saat menoleh pada Billy, Rena merasakan tatapan tidak suka Billy semakin terlihat, namun gadis itu mengabaikan karena dia harus segera kembali ke meja tamunya.
“Ah, ok, jangan khawatir. Selesaikan tugasmu dulu. Aku akan menunggumu,” kataku seraya anggukan dari Regi dan dia memasukkan pesanan yang sudah di buatnya.
Regina terlihat berbicara dengan seorang pelayan yang diawal sempat menegurku. Seperti, dia ingin temannya itu yang melayani meja kami.
Aku tidak ingin membuat keributan, hanya segera makan saat pesanan datang. Dan, Axel hanya terus menatapku, sesekali dia membenarkan anak rambut yang keluar dan merapikannya kembali.
“Apa itu cocok dengan selera mu?” Axel bertanya karena melihat aku makan dengan lahap.
“Uhm, lagipula aku benar-benar kelaparan sejak siang,” kataku tidak berbohong karena memang makan siangku terlewat begitu saja karena sandiwara yang digelar oleh Nick.
Aku melirik pada gelas yang diminum Axel, dia baru minum seperempatnya. Begitupun dengan Billy.
“Kamu ga lapar?”
Ketika mendapat pertanyaan seperti itu Axel malah mendekati telingaku dan berbisik, “Aku akan makan setelah kau benar-benar kenyang. Maka dari itu, makanlah yang banyak sebelum aku menghabiskan dirimu!”
Aku sedikit tercekat dan menoleh, tepat sekali hidungku dihadapan wajah Axel.
Aku seperti berpikir sesaat dengan ucapan Axel. Lalu, aku membekap mulutku saat Axel senyum-senyum penuh arti padaku. Wajahku untuk kesekian kalinya sudah seperti udang rebus.
“Kau … bisa-bisanya!”
“Aku kan sudah mendapatkan persetujuan darimu. Memangnya aku salah? Hah!”
Aku membeku sesaat mendengar jawaban Axel.
Laki-laki dihadapanku ini sungguh benar-benar berbeda. Dia bukan lagi laki-laki yang menangisi kematianku.
“Uhuk! Uhuk!”
Aku menoleh saat mendengar Billy tiba-tiba saja tersedak. Sorot matanya menatap sesuatu.
Aku penasaran mengikuti tatapannya. Aku pun juga ikut terkejut saat aku melihat Renata sedang menggendong seorang gadis dan laki-laki yang menghampiri nya tadi terlihat begitu dekat dengan Renata.
Tangannya bahkan berada di pinggang gadis itu. Mereka terlihat seperti pasangan keluarga yang bahagia.
Aku benar-benar tidak menyangka akan ada hal seperti itu. Ini sudah diluar skenario alam karena aku ikut adil dalam perubahan yang terjadi pada Renata.
“Dasar wanita murahan, dia benar-benar merayu laki-laki itu!” gumam Billy yang mungkin saja terdengar oleh Axel karena langsung menoleh padanya.
Share this novel