Aku terkejut melihat pesan dari Rena yang berbunyi:
[Regi, maafkan aku, aku sepertinya nggak bisa datang ke pemakaman. Aku sedang ditawan oleh antek-antek suamimu. Aku nggak akan bisa pergi lagi darinya.]
Mataku melotot. Apalagi ada emoji menangis di akhir pesannya.
“Jelaskan padaku, apa maksudnya ini?” Aku memperlihatkan isi pesan Renata pada Axel.
Dia melirik sekilas pesan dan menarik sudut bibirnya kecut.
“Aku rasa, temanmu tidak akan bisa kabur darinya. Kecuali, saat ini dia sudah meresmikannya,” sahut Axel enteng.
Kepalaku berputar, menelaah ucapannya.
“Apa maksud ucapanmu, Xel?” Cara bicaraku semakin ketus.
Aku benar-benar tidak ingin ada hal buruk yang menimpa satu-satunya temanku.
Dia teman pertama yang tulus datang saat di kehidupan baruku.
“Apa maksudnya? Aku mengatakan yang sebenarnya kok!” sahutnya malah membuka pintu mobil dan masuk lebih dulu.
Dia melipat kedua tangannya saat aku ikut masuk.
“Jangan bercanda, Xel. Apa yang dilakukan dia? Eh, si ikan julung-julung mu itu kan? Dia antek-antek mu kan!” dengusku.
Aku tidak percaya ada hari yang berbeda dari cerita di kehidupan laluku.
Karena Rena adalah cerita baru yang kubawa untuk memperbaiki hidupnya.
Ketika aku memutuskan untuk mengubah takdirku. Keluar dari lingkaran hitam yang membelenggu.
Pasti akan ada resiko dan hal lainnya. Meskipun pada akhirnya cerita akan berbeda, karena mereka sekarang sudah membayar apa yang mereka perbuat di masa lalu.
“Sudahlah, kita tidak perlu berdebat hal yang tidak penting. Yang terpenting sekarang kamu harus fokus pada diriku,” tukas Axel sedikit membuatku bingung.
“Agh, mana aku bisa fokus. Kalau ada apa-apa dengan temanku, kau harus bertanggung jawab!” ucapku semakin sewot.
Aku hanya mendengar helaan napas kasar dari Axel dan tidak berkomentar hanya menyuruh supir untuk kembali ke apartemen.
Saat mobil berhenti, aku segera turun. Karena aku coba menghubungi Rena beberapa kali tidak diangkat.
“Sayang, tunggu aku. Kenapa buru-buru sekali!”
Axel menarik tanganku, dia mencegahku meninggalkannya.
“Aku mau mencari Rena. Dia nggak bisa dihubungi. Chat-chatku nggak dibalas. Telepon aku juga nggak diangkat! Aku takut ada sesuatu yang buruk menimpanya!”
Sekali lagi aku sibuk dengan ponselku. Mencoba mengirim pesan dan menghubunginya.
Aku benar-benar khawatir. Takut hal buruk menimpa Rena.
Tidak berapa lama mobil yang biasa aku naiki bersama Axel berhenti. Lalu turunlah si ikan julung-julung itu.
Aku menoleh dan melihatnya sibuk menurunkan sesuatu dari bagasi. Dan tidak lama Rena keluar dari pintu depan.
“Rena!” Aku segera menghampiri dan melihat kondisinya.
Mengecek dengan seksama apa ada yang terluka.
“Kamu nggak apa-apa? Kenapa semua pesan dan telepon gak diangkat?” Aku mencercanya dan aku juga melihat wajah Rena kecut.
Dilipat seperti origami kertas.
Kemudian melihat si ikan julung-julung menenteng tas milik Rena.
“Ada apa ini? Kamu di usir lagi sama si Rick Rick itu? Kamu bikin salah apa, Ren?” Aku khawatir, takut ada hal buruk menimpanya.
“Sayang, sudahlah. Aku bilang, dia nggak apa-apa. Kamu nggak perlu khawatir. Ayo, sekarang kita masuk!”
Axel malah menarik tanganku.
“Nggak mau. Aku nggak mau ikut sebelum kamu mengizinkan Rena tinggal di tempat kita!”
Aku menghempaskan tangan Axel. Menolak ikut sebelum dia menyetujui permintaan ku.
Axel mendelik pada Billy. Dari liriknya, Axel tahu apa yang dilakukan bawahannya tersebut.
“Apa yang terjadi?” dengus Axel kecut pada Billy karena sikapku.
“Dia akan bersamaku!” cetus Billy tanpa tahu malu. Aku menoleh padanya.
“Apa kau bilang?” dengus ku kesal karena merasa si ikan julung-julung sedang mempermainkan Rena.
“Bereskan istrimu dan jangan sampai dia mengganggu kami!” tukas si ikan julung-julung.
Kali ini cara bicaranya sedikit berbeda. Tidak seperti bawahan pada bosnya.
“Cih, ternyata besi tua bisa berbunga juga!” celetuk Axel mengejek.
“Memangnya cuma kau saja yang boleh,” delik Billy tidak peduli, “aku sudah merekomendasikan pengganti ku. Jadi, selama aku sedang berproses, jangan harap kau mengganggu,” tambah Billy.
Kemudian dia melirikkan pandangan pada Rena, “Kemarilah. Cepat masuk!” perintah Billy pada Rena.
Aku menoleh dan melihat Rena. Ketika mendengar ucapan Billy kakinya secara spontan bergerak ke arah nya.
“Tu–tunggu dulu, Ren!”
Aku bergegas mengikuti karena Rena belum memberikan jawaban atas pertanyaan ku.
Dia malah terlihat ditarik paksa oleh si ikan julung-julung.
Aku berhenti tepat di lantai yang sama dengan lantai Axel. Namun, yang berbeda adalah kamar yang dibukanya.
Aku spontan mengikuti.
“Hei, hei, kenapa Rena kau bawa kesini, hei!” ucapku melerai pegangan tangan Rena dan Billy.
Aku menuntut penjelasannya.
“Rena, katakan padaku. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang dia lakukan padamu? Apa dia mengancammu sampai Kau rela berbuat seperti ini?”
Kembali aku mencerca pertanyaan pada Renata. Karena dia masih saja bungkam. Sepertinya memang benar ada yang disembunyikan.
Renata masih saja bungkam. Sesaat dia hanya melirik Billy yang melipat kedua tangannya.
Tapi, kemudian dia melirik Axel, tatapannya terlihat garang padanya.
Sepertinya Axel juga tidak suka kalau Rena mengganggunya.
“Jangan takut. Kalau benar-benar dia mengancammu. Aku akan berada paling depan membelamu. Kalau perlu kita lapor polisi saja!”
Kataku yakin dan langsung membuat mata Rena mendelik.
“Nggak. Nggak perlu sampai segitunya. Aku nggak apa-apa. Aku hanya baru saja menikah dengannya,” ceplos Rena memegangi tanganku takut benar-benar aku akan melapor polisi.
“Apa kau bilang? Menikah!” Aku melongo.
Hampir tidak percaya dengan ucapan Renata.
Aku menggeleng. Tidak percaya.
“Nggak mungkin!” kataku.
“Kenapa memangnya sampai tidak mungkin? Apa aku tidak layak untuknya? Aku tampan, kaya, punya pekerjaan, sehat jasmani apalagi urusan di ranjang. Dia sendiri sudah tahu. Apakah dia juga malu mengakuinya?”
Aku semakin terkejut saat si ikan julung-julung itu yang berbicara dan berada di hadapanku.
“Lebih baik sekarang, kalian pergi dan jangan mengganggu. Kami juga ada hal penting yang harus dilakukan,” tambah Billy tanpa ragu meraih pinggang Rena dan mendekapnya.
“Loh loh bagaimana bisa? Hah! Apa yang sebenarnya terjadi? Renaaaa!” Aku setengah berteriak, tapi Rena hanya menunjukkan wajah memelas serta anggukan.
“Aku kan sudah bilang, aku nggak akan bisa pergi lagi darinya. Kau kan sudah ku beritahu,” ucap Rena seperti serba salah.
“Jadi, maksudnya pesanmu tadi ini?” Rena mengangguk dengan cepat.
Aku menoleh dan melirik Axel yang membuang wajahnya. Dia seperti tidak peduli.
“Axel … kenapa bisa begini? Bagaimana bisa? Bagaimana kalau temanku ditipu olehnya. Dia pasti lagi mempermainkan Rena. Tolonglah, beritahu si ikan julung-julung mu itu, suruh dia melepaskan Rena!”
Aku segera memegang tangan Axel dan berharap dia bisa membantuku.
“Sudahlah, dia bilang kan jangan di ganggu. Tenanglah, temanmu bersama orang yang tepat. Dia akan baik-baik saja,” kata Axel mencoba menenangkan ku.
“Kok kamu bicara seperti itu, Xel, kamu kan bisa suruh dia jauhi Rena. Dia pasti akan menuruti ucapanmu,” kataku lagi. Mencoba memohon kebebasan untuk Rena.
“Itu sudah tidak berlaku, sayang. Dia bukan bawahanku lagi. Sekarang, dia temanku. Aku tidak berhak ikut campur urusan pribadinya.”
“Lebih baik kalian bicarakan lagi besok. Temanmu pasti akan menjelaskan. Kamu tidak usah khawatir, temanmu itu akan dijaga dengan baik oleh temanku!”
Otakku lagi ngebleng.
Bisa-bisanya Axel seperti lepas tanggung jawab dan mengatakan kalau si ikan julung-julung bukan bawahannya lagi.
“Apa kau bilang? Temanmu?” Aku menoleh si ikan julung-julung yang menaikan rahang seolah mengejek.
Rena sendiri sudah terlihat pasrah. Sebelum aku banyak berpikir, entah kode apa yang diberikan ikan julung-julung itu sehingga Axel menyeretku keluar.
Share this novel