Karma Mereka

Romance Completed 1318

“Huhuhu, Minna apa yang sebenarnya terjadi denganmu? Apa yang sebenarnya terjadi, sayang?” Martha masih meraung di hadapan tubuh putri kesayangannya.

Semakin dipikirkan, dia semakin tidak mengerti. Apalagi melihat suaminya yang bersikap dingin dan cuek seolah memang menginginkan kematian putrinya.

Otaknya terus berpikir. Dia, kemudian mencoba menghubungi Nick untuk memecahkan keraguan.

“Ada apa, Tante? Kenapa meneleponku? Aku kan sudah bilang, suruh Minna menemuiku dan dia jangan terus bersikap bodoh!” cetus Nick saat masuk dalam panggilan.

Melihat reaksi Nick, Martha seolah yakin kalau pelaku yang dia tuduhkan pada Nick, ternyata bukan.

“Apa kau nggak bertemu Minna pagi ini?” kata Martha seperti memancing, kalau jawaban Nick meragukan atau ada suaranya yang terdengar kikuk dia pasti menemukannya.

“Hah, dasar Minna bodoh, mana ada dia bertemu denganku. Aku disini masih menunggunya, tapi sampai detik ini barang hidungnya pun belum muncul,” dengus Nick semakin menambah keyakinan Martha kalau Nick bukan pelaku nya.

“Agh, huhuhu huhuhu!” Martha akhirnya menangis, dia seolah melepaskan kesedihan pada Nick.

“Ada apa, Tante? Kenapa kau menangis?” ucap Nick terdengar seperti orang gelisah dan khawatir.

Martha yakin, meskipun Nick sedikit kasar. Tidak mungkin melenyapkan nyawa Minna.

“Cepatlah kemari, huhuhu, Minna, Minna, dia sudah benar-benar pergi!” kata Martha.

“Apa? Apa Tante bilang?” suara Nick benar-benar meyakinkan.

Terlihat seperti orang yang tidak mengetahui kondisi nya.

Telepon pun terputus. Martha bangkit dengan mengepalkan kedua tangannya.

Lalu, dia akan pergi, “Nyonya Martha, ada mau kemana?” Markus bertanya sebelum benar-benar Martha meninggal para pelayan disana.

Martha diam. Dia tidak menghiraukan pertanyaan dari Markus. Martha pergi dengan tergesa.

“Aku akan menuntut balas kematian putriku. Dia harus bertanggung jawab. Aku yakin, dia pelakunya. Pantas saja dia terlihat nggak peduli. Dia pasti yang sudah melakukannya.”

“Maling teriak maling. Dia mau menuduh aku dan akan menjebloskan aku ke penjara. Dia harus mengganti dengan hal yang sama. Nyawa dibalas dengan nyawa!”

Gerutu Martha saat dengan kepalan tangan dan dia keluar dengan mobil lain.

Dia, sudah gelap mata dan hanya ingin membalas dendam. Dia ingin segera bertemu dengan pelaku yang ada dalam tuduhannya.

Mobilnya dipacu dengan cepat. Dia harus mencari tahu keberadaan si pelaku.

Tanpa ragu mobil itu menuju tempat dimana yang diyakini Martha adalah tempat yang akan dia datangi.

Dengan kobaran amarah, Martha akhirnya menemukan pelaku yang dianggapnya bersalah.

“Kau laki-laki kejam dan berhati dingin, Josep. Sampai hati kamu memperlakukan anakmu sendiri seperti itu.”

“Aku nggak akan membiarkan hidupmu damai. Kau juga harus merasakan apa yang anakku rasakan,” geram Martha.

Matanya sudah memerah dengan air mata yang tidak bisa dibendung.

Martha yakin pelaku kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa putri kesayangan adalah suaminya.

Mata Martha membulat. Dia ternyata sudah ditipu lagi oleh suaminya. Saat ini dia melihat suaminya sedang merangkul wanita baru.

Baru saja ada kabar duka, tapi suaminya terlihat tidak sedih.

Baginya wanita itu seperti pakaian. Ketika sudah bosan bisa diganti atau dibuang.

“Agh! Josep, ternyata kau benar-benar suami nggak punya perasaan. Bahkan meneteskan air mata pun kau nggak. Aku akan membalasnya!”

Martha bersiap. Dia keluar dari mobilnya dengan membawa sebilah pisau. Apa yang akan dilakukannya hari ini adalah demi membalas dendam kematian putri kesayangannya.

“Josep, kau benar-benar suami nggak bertanggung jawab. Kau nggak punya perasaan!” teriak Martha menggema langsung membuat Josep berbalik.

Suami yang dianggapnya paling mencintai itu hanya menaikkan satu bibir kecut dan seperti menyepelekan.

“Hah, ada apa lagi? Kenapa kau datang kesini? Apa kau sudah siap untuk mempertanggung jawabkan semua!” ejek Josep.

Entah sejak kapan Martha sudah tidak melihat kehangatan cinta dari mata suaminya.

Segalanya seperti sirna ditelan oleh bumi.

“Kau benar-benar, kau sudah nggak menganggap kami. Kau sudah gila, Josep. Gila!” teriak Martha semakin emosi.

Dan membuat wanita di samping Josep sedikit bergidik.

“Ah, sudahlah, kalau tujuanmu hanya untuk ribut nggak jelas sebaiknya kau pergi saja. Besok aku akan mencarimu. Kita selesaikan masalahnya ini di kantor polisi!” jawabnya semakin ngaco dan terdengar acuh.

“Aku benar-benar menyesal, Josep. Pernah mencintai. Aku menyesal terlalu banyak berkorban untukmu!” kalimat yang dianggap sakral oleh Martha sekarang dia keluarkan.

Dia sudah tidak tahan lagi melihat laki-laki gila tukang selingkuh, tidak berperasaan dan kejam. Begitu menurut Martha yang merasa tersakiti.

“Dasar wanita tua! Pergilah. Jangan ganggu ketenanganku!” usir Josep sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

Martha makin geram. Dia tidak menyangka ucapan seperti itu akan keluar dari laki-laki yang sangat dicintainya.

Padahal dia dulu berjanji untuk hidup semakin.

Sekarang janji itu diingkari dengan seenaknya.

Air mata Martha berderai, dia tidak bisa meluapkan segala emosi yang sudah memuncak di dalam dada.

“Ayo, kita pergi sayang. Jangan terganggu oleh wanita tua itu. Sekarang giliran kamu untuk membuatku senang,” kata Josep tidak tahu malu.

Dia merasa masih memiliki segalanya. Dan uang yang bisa dihamburkan untuk kesenangan pribadi.

“Aaaaggghhhh!!!” teriak Martha.

Kali ini bukan hanya teriaknya yang menggelegar. Martha berlari ke arah suaminya dan sepersekian detik apa yang dipegang di tangannya sudah berpindah menghujam perut Josep berkali-kali dan menikam jantungnya.

“Agh agh agh kau laki-laki nggak setia. Sudah sepantasnya mati. Aku harus melenyapkanmu!” ucapan Martha berulang sambil menghujam pisau tersebut.

Josep yang tidak sempat melawan hanya bisa menerima hujaman kebencian dari istrinya.

Sedangkan wanita yang digandeng Josep terpental menjauh dan berteriak, “Aaaaggghhhh! Tolong tolong. Ada pembunuhan tolong tolong!!” teriaknya memicu beberapa orang agar berdatangan.

Martha menyadari posisinya yang tidak baik. Dia segera bangkit dengan tangan dan wajahnya yang sudah berlumuran darah.

Baju putihnya sudah berubah menjadi warna merah. Terciprat kemana-mana.

Martha memalingkan tatapan pada wanita tersebut. Wanita itu ketakutan dan menjauh, “Jangan, jangan bunuh aku. Aku nggak bersalah. Aku … Aaagghh!!”

Wanita itu tidak luput dari amukan Martha. Dia seperti sudah gila. Melampiaskan dendam yang harus dibayarkan.

Meski hanya menggores wajahnya sedikit. Martha tidak bisa terlalu lama karena orang-orang mulai berdatangan.

Dengan kepanikan yang mulai menguasai, Martha segera kabur. Dia bergegas meninggalkan kejadian terburu-buru.

Karena beberapa orang sudah mulai mengejar dan meneriakinya.

Martha panik dan tidak ingin tertangkap.

Dia berlari kemanapun tanpa bisa masuk ke dalam mobilnya.

Berlari dengan harapan dirinya tidak terkejar.

Namun, saat dia berbelok sebuah truk dengan laju cepat menghantam tubuhnya.

Martha berguling-guling di jalanan. Dengan kondisi tubuhnya yang terluka. Dia meregang nyawa.

Matanya melotot dengan tubuhnya yang kejang. Dia sudah tidak bisa bertahan. Hingga nyawa pun tidak bisa tertolong.

Tragedi besar hari ini tanpa ada rencana. Semua karena Tuhan yang sudah memberikan waktu yang tepat untuk karma mereka.

***

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience