Akan Dijaga

Romance Completed 1318

“Apa yang sedang kau lakukan?”

Rena terkejut saat melihat Billy sudah di hadapannya dan masih mengenakan handuk di pinggang.

“Ah, itu …,” Billy melihat ponsel di tangan Rena.

“Siapa yang kau hubungi?” cerca dan tatapannya penuh curiga.

“Regina, aku, sudah boleh pakai baju kan?” Meski terlihat bodoh.

Rena masih menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Dia takut, kalau dia pakai baju menimbulkan masalah.

Dia merasa harus melunasi hutang-hutangnya dan tidak ingin ditagih lagi oleh Billy.

Apalagi melihat penampilan Billy yang keluar kamar mandi seperti itu.

“Apa yang kau pikirkan?” spontan Rena menarik wajah dan melihat pada Billy.

Air liurnya tanpa terasa membasahi kerongkongan saat dia melihat tubuh sixpack Billy.

Billy menyeringai dengan senyuman.

Dia benar-benar suka mempermainkan gadis itu.

“Aku sih masih belum puas. Inginnya sampai besok pagi lagi!” Mata Rena melotot.

“Agh. Nggak mau. Memangnya aku apa? Aku kan bukan wanita panggilan. Aku melakukan ini hanya untuk berterima kasih padamu. Jadi, harusnya sudah impas. Ini sudah selesai!” decak Rena tanpa sadar bersuara lebih keras dari Billy.

Sekarang mata Billy yang melotot saat mendengar ucapannya.

“Apa kau bilang?!” Billy mendekat dan mencengkram rahang Rena, “ah sakit, lepaskan!” rengek Rena.

“Kau bilang apa barusan? Berterima kasih. Jadi, siapa pun orangnya jika malam itu bukan aku yang menolongmu. Kau akan memberikan semua ini?!” eratan gigi Billy terdengar.

Dia jadi kesal mendengar. Apalagi dia membayangkan jika yang menolong saat itu rival yang dianggap saingan terbesar.

“Agh, sakit, sakit, lepaskan!” pinta Rena lagi. Cengkraman di rahangnya semakin kuat.

Namun, Billy sepertinya tidak ingin mendengar ucapannya.

Rena jadi emosi dan berdiri. Tanpa sadar selimut yang menutupi tubuhnya terlepas.

Mata Billy membulat dan segera menariknya ke pelukan.

“Berani sekali lagi kau berkata seperti itu. Aku tidak akan segan untuk membunuhmu!” Ancam Billy membuat seluruh tubuh Rena bergidik.

Rena malah menangis dipeluk Billy. Entah kenapa dia jadi sesedih itu mendengar ucapan Billy.

Billy duduk di pinggir ranjang dan menariknya ke pangkuan.

Menarik selimut dan menutupi tubuh Rena.

“Maafkan aku, aku sedikit kasar dan membuatmu terkejut!” kata Billy suaranya sudah berubah lembut dan mengusap pipi Rena.

Rena merasa harus ada yang diluruskan. Agar tidak ada lagi salah paham. Begitupun dengan pemikiran Billy.

“Hiks hiks, kamu kan tahu, ayahku seorang penjudi dan pemabuk. Ini bukan hal pertama yang ayah lakukan. Dia pasti akan mencobanya lagi.”

“Aku berhasil menghindar karena memberikannya uang. Dan malam itu, kamu juga nggak sengaja menolongku.”

“Apa salah aku berpikir seperti itu. Kita ini hiks hiks apalagi kamu, bukannya kamu sangat membenciku!” terang Rena sambil sesenggukan.

Billy mencerna semua. Dia tahu, sikapnya tadi salah kaprah.

Billy menghapus air matanya, tatapan sangat lembut kali ini, “Siapa yang bilang aku membencimu? Hah!” ucap Billy membuat Rena sedikit terhanyut.

“Tapi kan kamu memang nggak suka aku. Dari awal ketemu aja, kamu selalu menatapku sinis. Ucapanmu juga selalu kasar. Memangnya aku salah kalau berpikir seperti itu,” ucap Rena dengan bibir sedikit kecut dan itu terlihat lucu dan menggemaskan di mata Billy.

“Aku benar-benar gila, bisa-bisanya disaat seperti ini aku malah kepikiran untuk memakannya lagi!” batin Billy.

Dia tidak melepaskan tatapannya dan terus tersenyum melihat Rena berkata.

“Tuh kan … kamu lagi ngeledek ku!” tambah ketus Rena.

Dia menepis tangannya dan memalingkan wajah.

Tapi, semakin berpaling, Billy malah semakin tersenyum.

“Kalau kau seperti ini, sama saja kau sedang menggodaku. Aku jadi pingin lagi!” Billy menarik lagi tubuh Rena yang akan menjauhinya.

“Siapa yang menggodamu. Aku nggak melakukannya. Nggak. Nggak mau. Pokoknya aku mau ketemu Regina. Aku nggak mau disini!” tegas Rena berusaha lepas dari pelukan Billy.

“Aghhh mau apa kau!” jerit Rena terkejut saat Billy bangkit dan mengangkat tubuhnya.

“Aku mau mandi lagi, tapi kali ini bersama denganmu,” ucap Billy.

Dia sama sekali tidak memberi tanggapan atas perkataan Rena.

Yang dia mau, saat ini, detik ini dan selamanya, Rena sudah menjadi miliknya dan akan dia jaga tidak akan dilepaskan.

***

Aku menghela napas saat keluar dari area pemakaman. Tidak menyangka hari ini aku melakukan tiga pemakaman.

“Apa kau baik-baik saja?” Mendengar pertanyaan Axel jika boleh berkata aku cukup senang.

Tapi, itu tidak mungkin aku katakan. Bukan karena aku tidak peduli atas kematian mereka.

Melihat semua yang terjadi, aku rasa itu hal yang pantas mereka dapatkan dan aku tidak perlu bersedih.

“Mm, aku baik-baik saja. Kemungkinan aku nggak ingin pulang dulu ke rumah. Apa boleh aku lebih lama tinggal bersama denganmu?”

Meski aku sudah menikah dengan Axel. Aku malah belum sempat mengatakan hal ini sebelumnya. Dan seenaknya langsung tinggal bersama dengannya.

Awalnya karena aku malas pulang ke rumah dan bertemu dengan mereka. Atau telingaku sakit ketika mendengar Minna memaksaku untuk kembali bersama Nick.

“Itu tidak akan jadi masalah buatku, sayang. Kamu bebas tinggal dimana saja. Mm, tapi ini merupakan keputusan yang terbaik,” Axel tersenyum tulus mendengar ucapanku.

Dia yang hadir. Tidak mungkin akan ku sia-siakan. Aku telah melakukan perjalanan hidup yang menderita selama ini.

Sepatutnya, di kehidupan kali ini, aku berbahagia.

“Terima kasih banyak, sayang. Tapi, aku merasa sedikit aneh,” aku berpikir, merasa ada yang kurang.

Axel mengerutkan kening.

“Apa ada hal yang mendesak?” Axel terlihat khawatir saat melihat wajahku.

“Ah, aku baru ingat. Kenapa nggak ada Rena dan eh dimana ikan julung-julung?”

Karena aku tadi belum sempat membuka ponsel. Axel yang melarang ku dan dia tidak ingin diganggu saat kami melakukan penyatuan.

Seketika, Axel berwajah kecut. Dia jadi teringat pesan yang dikirimkan oleh Billy.

“Sudahlah, kamu nggak perlu mengkhawatirkan mereka. Mereka pasti baik-baik saja,” ucap Axel terdengar acuh, tapi aku semakin curiga.

“Mana ponselku?” Aku meminta, karena bukan hanya melarang membalas pesan. Ponselku disita oleh Axel.

Dengan malas Axel mengeluarkan ponsel dari saku celana. Dia tetap menarik pinggangku untuk kembali ke dalam mobil.

“Nona Regina,” sapa Markus yang mendekat saat aku akan masuk ke mobil.

“Ah, aku hampir saja lupa. Markus, aku minta kau tetap merawat rumah dan mengurus semua seperti semula. Kemungkinan besar, aku hanya akan sesekali pulang,” ucapku melirik Axel yang manggut-manggut saat mendengar ucapanku.

“Bagaimana dengan perusahaan, Nona Regina?” Markus benar-benar terlihat memikirkan semua.

“Ah, itu sudah ada Brush yang mengatur. Mungkin nanti sesekali aku juga akan ke perusahaan atau Axel yang akan menghandle semua untukku,” sahutku penuh percaya diri padahal belum membicarakan masalah ini padanya.

Namun, aku tetap yakin. Pilihanku kali ini adalah sosok yang bertanggung jawab. Dia tidak akan mungkin mengecewakan juga mengkhianati ku.

Sekali lagi aku hanya meliriknya, tapi kali ini dia tidak manggut-manggut.

“Kenapa kamu keberatan?” Aku berkata cukup ketus.

“Aku tidak keberatan, asalkan semua diperhitungkan dengan baik. Kau kan tahu, meski aku suamimu, bisnis tetap bisnis. Aku pengusaha, tidak akan mau rugi!”

Jawabannya membuatku tersentak dan mengerutkan kening.

“Maksudnya, kamu tidak boleh pergi dariku sedetik pun. Kau hanya boleh disisiku selamanya,” aku tersenyum mendengar ucapannya dan berbalik pada Markus.

“Baiklah kalau seperti ini, Nona tidak perlu khawatir. Ada saya dan Lusi yang akan membantu,” aku mengangguk mendengar ucapannya dan Markus pergi setelah dia yakin dengan kepercayaan yang diberikan Axel.

“Dasar laki-laki kurang ajar. Semua itu karena kau mengganggu hubungan ku dengan Regina. Kalau kau tidak ada, semua ini akan menjadi milikku. Kalau aku tidak mendapatkan dia, jangan harap kau mendapatkan nya!”

Nicholas yang memandangi dari kejauhan. Sorot matanya tajam dan bersiap dengan rencana yang dibuatnya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience