Tidak Bisa Pergi Lagi

Romance Completed 1318

Aku mendekati Rena lagi dan mencoba menarik tangannya.

“Rena, jangan takut. Aku pasti akan membelamu. Katakan saja kalau kamu ingin pergi darinya sekarang, aku bisa lakukan. Kita nggak usah tinggal disini. Aku punya uang dan kaya. Kita bisa pergi dari sini,” ucapku membuat keduanya mendelik.

“Eh, enak saja. Tidak bisa begitu, sayang!” protes Axel. Dia yang ribut lebih dulu dan menarik tanganku.

“Aku nggak mau disini kalau temanku diperlakukan buruk olehnya. Dia ini nggak baik buat Rena. Sedangkan kamu nggak bisa membelaku,” aku segera menepis tangan Axel. Menolaknya.

“Aku tidak setuju. Kamu tidak boleh pergi dari sini. Kamu kan sudah berjanji padaku.”

Axel menggenggam tanganku.

Kembali berbalik pada Rena dan menarik tangannya.

“Kamu nggak usah takut, Rena. Kita nggak perlu tergantung dengan laki—laki. Aku bisa menjamin semuanya. Ayo, kita pergi dari sini. Kamu nggak usah takut.”

Aku memberi keyakinan dan menarik kembali pada Renata.
Rena sempat tertegun dan tersenyum lalu mengangguk.

Saat itu si ikan julung—julung mulai bereaksi, “Hey, sembarangan. Dia ini milikku. Tidak bisa dibawa pergi tanpa seizinku!” dengus Billy.

Dia menarik tangan Rena satunya.

“Lepasin ya, nggak usah mempermainkan dia, ikan julung—julung. Aku tahu rencana busukmu. Kamu hanya menipu dan mempermainkannya kan?!” serangku.

“Axel, bawa istrimu pergi. Jangan mengganggu kami. Aku tidak akan tinggal diam kalau dia mulai ikut campur urusanku,” ucap Billy. Aku menatapnya. Bahkan dia berani memanggil nama Axel tanpa sebutan tuan lagi.

“Rena jangan diam saja. Kamu nggak usah takut. Ditindas olehnya, aku pasti akan membela,” kataku lagi, tapi Billy yang terlihat kesal malah menepis tanganku dan mendorongku.

“Cih. Jangan kasar padanya, kita kan bisa bicara baik—baik. Sekarang kamu sudah mengerti kan besi tua?!” dengus Axel bahkan tidak peduli dengan perkataan Billy.

“Axel!” hardikku.

“Ssstt! Sudah sayang, kamu bicara besok saja. Jangan mengganggu lagi, hem!” kata Axel membujukku. Aku memalingkan wajah dan tetap melirik Rena.

Saat dia sedang dicengkeram tangannya oleh Billy tanpa bisa berbicara apa—apa.

“Rena, kenapa diam saja. Katakan sesuatu!” aku masih sedikit memaksa.

“Biarkan aku berbicara dengan Renata, aku nggak akan lama,” akhirnya Rena bersuara dan menepis tangan Billy. Berjalan kedekatku.

“Awas saja kalau dia berani meracuni istriku. Sampai dia pergi dariku, aku pasti balas dendam padamu!” dengus Billy tiba—tiba bersikap ketus pada Axel.

“Cih, rasakan. Dulu kau hanya bisa mengumpat dan mengejek. Sekarang tahu sendiri kan rasanya enak dan takut kehilangan,” sindir Axel. Sudut bibirnya menarik kecut.

“Jangan banyak bicara. Aku sungguh akan membuat perhitungan denganmu kalau dia membawa istriku pergi!” dengus Billy sambil melipat kedua tangannya di dada.

Tatapannya masih tertuju pada kami berdua.

“Rena, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa bisa seperti ini?” aku membawanya duduk dan menatap wajahnya yang tertunduk.

“Maafkan aku, sungguh aku bukan bermaksud seperti ini. tapi, aku—,” Rena menatap mataku sesaat yang terlihat sangat mengkhawatirkannya.

“Katakan? Apa dia mengancammu?” Rena menjawab dengan gelengan.

“Trus? Kenapa? Atau kita jangan bicara disini!” aku berinisiatif menarik tangannya.

“Aku nggak bisa pergi, Regi. Bukan karena aku nggak mau pergi. Tapi, nggak bisa pergi!” Rena terasa berat mengatakannya.

Aku masih menatapnya.

“Aku, aku sudah menikah dengannya!” meski ragu Rena tetap harus mengatakannya.

Aku mengerjap saat mendengar kejujuran Rena.

“Apa? Apa kamu, bilang? Me—menikah?” aku mengulangi ucapan karena hampir percaya itu kebohongan terbesar.

Namun, Rena sendiri sudah mengakuinya.

“Kau benar—benar dijebak olehnya? Jangan berbohong. Bicara saja. Aku pasti akan membelamu,” ucapku, masih merasa itu suatu kebohongan.

“Aku nggak berbohong, Regi. Ini benar—benar terjadi, ya … meskipun aku nggak pernah menyangka akan secepat ini menikah.”

Meski berkata sedikit kecut. Perkataan Rena yang pasrah seperti tidak menyesalinya.

“Lalu, bukannya kau suka pria mapan dan kaya. Kenapa sama dia sih? Dia kan hanya supirnya Axel. Sudah lebih baik itu Rick. Dia mapan dan kaya, meskipun duda anak satu!” cetusku.

Aku sengaja mengeraskan suara agar didengar oleh Axel dan Billy.

“Cih, lihat mulut istrimu itu. Bicara masih sembarangan. Lama—lama aku robek juga!” cetus Billy berkomentar kecut.

“Hah, sembarangan bicara. Sekarang mentang—mentang sudah tahu rasanya enak. Kau pasti menyesalkan kan? Kenapa tidak dari dulu merasakannya!” balas Axel berkomentar.

Sepertinya Axel benar—benar tidak peduli dengan ancaman Billy meskipun terdengar serius.

“Sudahlah bawa istrimu. Aku ingin melakukannya lagi. Waktuku terbuang sia—sia kalau mereka terus bicara,” celetuk Billy yang merasa rugi waktunya terbuang.

“Kau pikir hanya kau saja yang berpikiran seperti itu. Aku sudah melakukannya dua kali saja masih kurang,” timbal Axel tidak mau kalah.

Mereka berdua malah membahas obrolan absurd.

Mereka berdua akhirnya mendekat.

“Sudah belum bicaranya. Apa kau lupa dengan ucapanmu tadi kalau aku tidak membuat masalah apapun di tempat laki—laki itu,” ucap si ikan julung—julung yang mendadak menjadi lebih cerewet.

Aku bangkit dari duduk lebih dulu.

“Kau menjebaknya?” dengusku.

“Ya, kalau tidak aku jebak mana mungkin dia nambah terus dengan permainanku!” jawab Billy malah semakin terdengar tidak tahu malu.

Aku menoleh pada Rena. Wajahnya memerah saat mendengar ucapan Billy.

“Ayo, sayang, kita pulang. Besok kan kamu masih bisa berbicara lagi. Aku benar—benar sudah tidak tahan!”

Axel maju dan menarik tanganku ke pelukannya.

“Ah, Axel!” jeritku kemudian. Axel menarik tubuhku ke gendongan ala pengantin baru dan membawa aku keluar dari kamar apartemen Billy.

Pintu langsung ditutup dan kunci setelah aku keluar.

“Hah! Akhirnya pengganggu pergi. Sekarang kita akan lanjutkan yang tertunda sejak tadi,” dengus Billy mendekat dan meraih pinggang Rena.

Menggendong dengan cara yang sama dan membawanya ke ranjang.

“A—aku, lelah, bisakah kita istirahat sebentar!” pinta Rena sedikit gugup karena pembicaraan tadi.

Dia menahan tubuh Billy yang akan menghimpitnya.

“Istirahat apalagi? Bukankah sejak tadi pun kau sudah beristirah. Bahkan ini lebih dari 30 menit!” Billy menjadi sangat perhitungan dengan waktu.

Setelah merasakan enak. Dia hanya mau lagi dan lagi. Tidak tahu tempat, asalkan ada kesempatan. Dimanapun, dia ingin terus melakukannya.

“Ah … Billy mmm …” Rena hanya bisa menahan napas dan meremas sprei saat Billy tanpa aba—aba sudah menyingkap rok Rena, melepaskan kain penghalang milik Rena.

Dan kepalanya sudah dibalik rok Rena. Sedang bermain dengan lidahnya. Memasukinya dengan hangat. Sesekali menarik lidahnya dan membuat gerakan yang membuat sekujur tubuh Rena tidak akan menolaknya.

“Ah … mmm … lebih dalam lagi, sayang!” ucap Rena semakin gila. Dia semakin melebarkan kakinya dan membuat Billy semakin panas.

Dia mengangkat kepalanya sesaat dan menjilati lidahnya yang dipenuhi oleh cairan kental milik Rena hasil jerih payahnya barusan.

“Janji, tidak boleh berhenti sampai aku puas, hmm!” kata Billy sudah melepaskan semua bajunya. Dia kini bersiap dengan benda kesayangan yang sudah sangat siap untuk dimasuki.

“Hmmmm!” lenguh Rena saat benda itu memasuki belahan bibir bawah dan menghentakkan dengan irama yang sangat kuat ….

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience