“Ayo teriak, Minna, ah ah ini benar-benar enak sekali!” suara Nicholas seperti sedang menghentakkan dengan penuh semangat.
Dia kemudian mengambil ikat pinggang yang dilemparkannya tadi. Tidak jauh dari tangan Minna.
“Ah sa sakit, Nick. Aku mohon hentikan. Kau benar-benar orang gila!” cerca Minna.
Dia bukan hanya dijadikan bulan-bulanan tapi, Nicholas memang punya kelainan psikis.
“Yang lebih keras bodoh, ah ah!” ucap Nicholas masih terus mengabaikan Minna.
Dia masih asik melakukan gerakan naik turun di kepemilikan Minna. Sedangkan Minna bukan merasakan enak.
Dia menangis lebih keras.
“Kau ini harus bisa memuaskan aku. Sebelum aku bisa mendapatkan kakakmu itu, kamu yang harus aku jadikan kelinci percobaan. Aku nggak boleh kasar sama dia.”
“Kau tahu, aku sedang berpikir, siapa yang akan lebih hebat saat di ranjang. Apa itu kamu atau kakakmu itu, ah ah!”
ucap Nicholas, dia kemudian menaruh ikat pinggang tadi di leher Minna dan mulai menjeratnya dengan keras.
“Nah, ah ah benar seperti ini. Ini benar-benar enak sayang, harusnya aku bisa memulai ini sejak dulu,” oceh Nick.
Dia membalikkan tubuh Minna, menghujam benda miliknya dari belakang dan menarik-narik leher Minna dengan ikat pinggangnya.
Nicholas benar-benar tidak sadar kalau saat melakukan gerakan tersebut, dia menjerat leher Minna dengan keras juga.
Membuat Minna kehabisan napas dan tidak berteriak lagi. Dia mati lemas karena dijerat oleh pacarnya.
“Hei, bodoh, kenapa kau diam saja. Harusnya kau berteriak lagi, agh umm!” kata Nick. Dia benar-benar mengeluarkan semua isi cairannya di Minna.
Lalu baru dia melepaskan jeratan tadi.
“Jadi, bagaimana? Apa kau punya ide yang lebih baik untuk membuat kakakmu keluar dari persembunyian?” kata Nick.
Dia masih belum sadar kalau Minna sudah mati di tangannya.
Masih terus berbicara sambil mengenakan kembali bajunya.
Minna mati dalam posisi telungkup dan ikat pinggang masih berada di lehernya.
“Hei, Minna kenapa kau diam saja? Aku kau benar-benar ingin memancing kesabaran ku? Aku tanya, bagaimana kau akan membuat kakakmu keluar dari sarangnya?”
Nicholas mengulangi pertanyaannya dan ketika dia belum mendapatkan jawaban, dia menoleh pada Minna.
“Hah, bisa-bisanya kau tertidur disaat aku bertanya serius. Hei, bangun. Aku sedang bicara denganmu!” dengus Nick mencoba menggoyangkan tubuhnya, namun tidak ada reaksi apapun.
Nicholas yang kesal membalik tubuh Minna dengan kasar.
Dan mata membulat lebar saat melihat Minna dengan mata melotot dan menggigit lidahnya.
Mendekati perlahan dan dia menaruh tangannya di hidung Minna.
Nicholas terkejut hingga jatuh duduk. Dia benar-benar tidak menyangka kalau Minna akan mati saat itu juga.
“Dia, dia, bukan tidur. Dia mati. Agh! Kau benar-benar gila, Nick. Apa tadi kau terlalu bersemangat sampai membuatnya mati!” gerutu Nick tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.
Dia seperti melakukan hal yang sudah biasa.
Bagaimana hatinya bisa dingin dan kejam seperti itu.
Padahal Minna sangat mencintainya dengan tulus dan rela melakukan apa saja demi dirinya.
“Dasar wanita nggak berguna! Begitu saja sudah mati. Dari mana lagi aku harus mendapatkan wanita. Kalau aku lagi ingin melampiaskan yang seperti ini, aku nggak bisa dengan wanita yang baru,” omel Nick.
Dia benar-benar tidak merasa bersalah.
“Sepertinya aku harus segera membuang mayatnya. Tapi, kemana dan agar tidak terlalu mencolok saat keluar dari apartemenku!”
Nicholas sedang mondar-mandir. Melihat Minna yang mati seperti itu tidak membuatnya sedih sedikitpun.
Bagi Nick, Minna sudah tidak ada kegunaan.
Nicholas bolak-balik di ruangan dan dia memakaikan baju Minna dulu. Setidaknya mayatnya dibuang masih memakai baju.
Dia melihat koper di sudah kamar. Ide dadakan karena dia tidak mungkin membungkus dengan selimut dan membawanya keluar.
Dia langsung memasukkan tubuh Minna ke dalam koper tersebut dan dia segera keluar dari apartemen nya.
Nick masih berpikir akan membuangnya kemana.
***
“Martha, Martha! Dimana kau! Keluar!”
Tidak ada angin tidak ada hujan. Tiba-tiba saja suaminya pulang dengan amarah.
Martha sedang membantu tugas membersihkan meja dengan pelayan lain.
Dia tetap harus bekerja kalau memang ingin uang dariku.
“Ada apa? Kenapa kau teriak-teriak!” sahut Martha.
Dia hanya menatap suaminya pulang dengan kondisi kesal.
Mendekatinya dan tanpa dia tahu, tamparan keras mendarat di kedua pipinya.
“Agh! Ada apa? Kenapa kau marah-marah, hah!” Martha mendorong karena dia merasa suaminya marah tanpa alasan.
“Kau benar-benar wanita tidak tahu terima kasih. Kau benar-benar kejam. Bagaimana kau bisa melakukan hal jahat seperti ini!” decaknya.
Martha masih belum mengerti kemarahan suaminya karena apa.
“Apa maksudmu? Kenapa kau berbicara seperti itu padaku?”
Martha tidak terima. Apalagi dia merasa dipermalukan. Saat melakukan hal tersebut para pelayan juga menatapnya.
“Kau nggak usah pura-pura bodoh lagi. Aku tahu semua yang kau lakukan karena kau cemburu. Tapi, kenapa kau sampai tidak melakukan hal ini!”
Josep masih saja menyalahkan. Dia tidak bertanya tentang kejelasan.
“Pura-pura bodoh? Kejam? Aku cemburu? Hah yang benar saja. Aku sudah putuskan. Aku nggak akan mengharapkan apapun lagi darimu. Aku ingin bercerai denganmu!”
Markas yang terdengar dari mulut Martha. Dia bahkan dengan berani mengeluarkan ucapan tersebut.
“Cerai boleh saja. Tapi, setelah itu aku akan menantikan kau mendekam di penjara seumur hidup!” hardik Josep terus menerus mengeluarkan kata yang tidak dimengerti oleh Martha.
“Penjara! Hah. Kau gila. Disini itu yang harusnya di penjara itu kau. Kau yang sudah berselingkuh dan menelantarkan anak. Harusnya kau yang bertanggung jawab. Kau yang harus di penjara!”
Martha pun tidak mau mengalah. Dia jadi berpikir lebih keras dari Josep.
“Aku nggak mau tahu. Aku yakin, ini hanya akting saja. Sekarang kau harus ikut denganku. Aku akan membuatmu mendekam di penjara seumur hidupmu!” tegas Josep seperti tidak ada dusta dan ucapannya tidak dapat diubah.
Josep menarik Martha keluar dan itu semua disaksikan oleh para pelayan yang berada di kediaman ku.
“Lepaskan aku. Apa yang kau lakukan. Aku nggak tahu apa kesalahanku. Kenapa kau harus membuatku dipenjara!”
Selagi ditarik, Martha berontak. Dia tidak ingin ikut dengan suaminya.
Martha tidak tahu kenapa suaminya sangat marah.
“Maaf, Tuan, Nyonya!” Disaat mereka sedang bersitegang.
Seorang penjaga pintu masuk mendorong koper.
“Ada apa? Mengganggu saja?!” dengus Josep kesal karena merasa terganggu.
“Ini tadi ada yang kirim. Dia bilang, koper ini harus diberikan pada Tuan dan Nyonya!” ucap penjaga tadi dan membuat keduanya saling bertatapan.
Mereka melihat koper merah besar di hadapan mereka. Tidak ada yang salah, tapi sedikit mencurigakan.
“Sepertinya aku nggak ada pesan koper!” sahut Martha merasa adalah pengantar online.
“Apalagi aku, aku kan sudah lama nggak pulang!” oceh Josep bersikap tidak peduli dan acuh.
“Lalu bagaimana? Apa yang harus saya lakukan dengan koper ini?” tanya penjaga itu kembali.
“Ya sudah buka saja dulu. Aku juga ingin tahu apa isinya,” kata Martha.
Dia tidak merasa memesan apapun, tapi dia ingin tahu isi dalam koper tersebut.
Setelah mendapat perintah, penjaga itu membuka kunci koper tersebut.
Suara bantingan keras saat koper itu dibuka.
“Aghhh!!! TIDAKKKK!! Minna! Apa yang terjadi denganmu!”
Martha berteriak dan segera menghempaskan tangan suaminya. Dia berlari mendekati koper.
Dan saat dia memegang tubuh anak kesayangannya. Tubuhnya sudah kaku.
“Aaaggghhhh!!!” jerit Martha dan pingsan.
Share this novel