Karma

Romance Completed 1318

Mataku membulat. Memikirkan hal itu saja sudah membuat otaku meledak. Bagaimana bisa seorang ikan julung-julung bersikap seperti itu terhadap Renata.

“Jangan bilang kau semalam benar—benar bersamanya? Kau. Kau! Agh!” tanpa sadar aku memukul pundak Renata.

Aku merasa memang tidak ada yang salah dengan ikan julung—julung. Tapi, karakter orang itu sepertinya tidak jauh dari sikap tuannya.

“Itu nggak seperti yang kamu bayangkan, Regi. Sungguh. Aku nggak melakukan hal tersebut. Ini, ini hanya kecelakan yang nggak di sengaja,” wajah Rena sedikit merasa bersalah. Namun, dia memang tidak berniat menutupi hubungan.

“Dasar laki—laki kurang ajar. Berani sekali dia mengambil keuntungan dari wanita lemah seperti dirimu. Tenang saja, aku pasti akan mencari keadilan buatmu. Aku nggak akan membiarkan dia bersikap seenaknya padamu,” tukasku dengan tekad membara.

“Dasar ikan julung—julung nggak punya otak. Dia benar—benar memanfaatkan sikap lugu Renata,” batinku sedikit kesal.

“Itu nggak sengaja Regi, aku juga nggak bisa menjelaskan. Tapi, dia juga nggak salah,” ucap Rena berwajah sedih. Dia benar—benar merasa tidak enak.

“Hah, tenang saja. Aku pasti akan membalasnya nanti. Aku pasti memberikan dia pelajaran yang setimpal!” ancamku geram dan tidak mungkin tega melihat wajah sedih Rena.

“Nggak, nggak seperti itu, Regi. Aku bukan ingin membelanya. Tapi, dia juga sudah menolongku. Aku merasa sedikit nggak enak dan berhutang budi. Jadi, aku …,” Rena tidak melanjutkan ucapan.

Wajahnya tiba—tiba memerah. Dia sepertinya memikirkan suatu adegan yang membuat aku mengerti.

“Hah!” aku menarik napas panjang. Sepertinya untuk urusan itu aku tidak boleh terlalu jauh ikut campur.

Ada batasan dan wilayah yang memang harus aku batasi. Dilain hal jika benar ikan julung—julung itu membuat Renata terluka atau kecewa. Aku baru bisa turun tangan.

“Sungguh, Regi. Aku dan dia nggak melakukan hal yang berbahaya. Dia hanya …,” Rena menyentuh bibirnya, tapi wajahnya semakin memerah saat akan menjelaskan.

Aku jadi merasa tidak enak.

“Em, ya sudah. Yang penting kamu nggak terluka. Aku nggak mau sampai kamu terluka,” jawabku mencoba menurunkan emosi karena sikap si ikan julung—julung itu.

“Em, terima kasih banyak, Regi. Aku benar—benar beruntung mendapatkan teman seperti kamu. Aku sebenarnya ingin menghubungimu semalam. Tapi, aku pikir itu terlalu malam. Dan aku takut mengganggu waktumu,” Rena tidak berbohong dengan ucapannya.

Dia berkata jujur untuk hal yang terjadi.

“Lalu, bagaimana dengan ayahmu? Apa dia menghubungimu?” wajah Rena terlihat muram.

Tidak perlu dijelaskan. Aku juga mengerti.

Aku menghela napas kembali.

“Sudahlah, jangan terlalu khawatir. Kalau kamu nggak bisa lagi tinggal di rumahmu, rumahku selalu terbuka untukmu,” aku berkata serius sambil menggenggam tangannya.

Saat ini yang Rena butuhkan adalah seseorang yang selalu mendukung dan tidak meninggalkannya sendiri.

Kejadian seperti itu harus aku pastikan.

Dia tidak akan sendirian seperti diriku di kehidupan lalu.

Aku pasti bisa melindunginya.
Rena mengangguk dengan pelan. Setidaknya dia tahu kalau selalu ada aku disampingnya.

“Berhenti disini saja,” ucapku meminta supir menghentikan mobil.

“Kita mau kemana?” Rena ikut turun bersamaku.

“Aku juga sebenarnya bingung. Tapi, kita jalan—jalan disini dulu ya. Tadikan juga belum sempat menghabiskan sarapan sudah di ganggu,” kataku teringat kembali sikap Minna yang terus memaksa.

Aku tidak terlalu peduli. Tapi, sikapnya yang seperti itu pasti ada hal buruk yang menimpa dirinya.

Aku yakin, Minna tidak tahu sikap asli Nicholas. Dia itu pemarah dan senang sekali memukul. Di Kehidupan lalu, aku sudah sangat merasakannya.

Melihat luka di sekujur tubuh Minna, aku yakin, Nicholas merasa tidak puas dengan apa yang dicapainya.

Dulu, dia melampiaskan semua kekesalan padaku. Sedangkan Minna yang mendapatkan sikap manja dari Nicholas.

Setidaknya, ini adalah awal dari penderitaan Minna. Dan, Nicholas pasti tidak akan tinggal diam. Dengan begitu dia pasti akan merencanakan hal lain.

Karena dari itu, Minna terus memaksaku kembali padanya. Meskipun aku sudah memberitahu cincin pernikahan. Itu tidak akan membuat Nicholas mundur.

Aku tetap harus berhati—hati.

“Regi, kamu mau burger dan jus?” Rena mungkin tidak memperhatikan aku melamun.

“Ah, boleh juga untuk mengganjal perut sebelum makan siang,” kataku menyetujui Rena yang sudah menghampiri stand burger terlebih dulu.

“Kamu mau pakai chesse?” aku mengangguk cepat dan mencari tempat duduk sambil mengeluarkan ponsel.

Aku tetap harus mengabari Axel. Komunikasi yang paling utama. Sekedar mengabarkan kalau aku keluar dari rumah.

***

“Agghh! Dasar 514l an. Bisa—bisanya dia mengabaikanku!”

Minna mendorong kasar vas bunga yang tidak jauh darinya. Dia meluapkan kemarahan karena aku meninggalkannya.

“Mama yakin, laki—laki itu memang sudah mencuci otaknya. Bagaimana bisa sikapnya dalam sekejap berubah. Ini nggak masuk akal!” Martha masih menganggap semua yang terjadi karena Axel.

“Sial. Padahal aku sudah menjauhkan dia. Bagaimana aku bisa kecolongan. Ini nggak boleh terjadi, Ma. Kalau Nick tahu, dia pasti mengamuk lagi padaku. Aku harus membuat mereka berpisah secepatnya!”

Minna dengan pancaran mata kebencian. Dia merasa takut dengan ancaman Nicholas juga.

“Kita harus …,” Martha mendekati anaknya. Dia tahu, di rumah itu dia tidak bisa bebas bicara lagi.

Minna manggut—manggut dengan rencana ibunya.

“Tapi, sebelum itu kita harus membuat mereka pisah dulu, Ma,” kata Minna penuh keyakinan.

Martha mengangguk. Meski pikirannya sedang kacau dengan perselingkuhan suami. Otaknya tetap harus berpikir.

Kemudian dia menatap wajah anaknya yang gelisah. Dia ingin memberitahunya.

“Minna, sebenarnya ada yang ingin Mama bicarakan denganmu,” dia merasa anaknya harus mengetahui.

“Ada apa, Ma? Sepertinya sangat serius?” meski dia terlihat cuek, melihat ibunya dengan kecemasan yang berbeda Minna juga bisa merasakannya.

“Ini soal papamu,” lanjut Martha.

“Papa? Kenapa dengan papa, Ma?” wajah Minna sedang memperhatikan, ibunya terlihat tidak tenang.

Dan semakin lama semakin terlihat sedih.

“Ada apa, Ma? Jangan bikin aku penasaran. Ada apa dengan papa, Ma?” hati Minna semakin tidak tenang.

“Saat kemarin dari kantor catatan sipil, Mama nggak sengaja mengikuti mobil papa,” ucap Martha sedikit terhenti.

Minna mencoba memahami situasi.

“Mama … juga nggak akan percaya kalau kemarin nggak melihatnya langsung. Mungkin saja, saat ini papamu masih di rumah sakit atau di ….”

“Apa? Rumah sakit? Kenapa Mama nggak bilang. Kita harus segera melihat papa, Ma!” Minna terkejut dan mendekati ibunya.

“Tapi, sebelum itu kamu juga harus tahu sesuatu. Mama ingin kamu tahu kalau papamu itu, saat Mama mengikutinya dia sedang berada di rumah seorang wanita,” lanjut Martha membuat Minna membulatkan matanya.

“Nggak. Itu nggak mungkin, Ma. Papa bukan orang seperti itu. Papa suami setia dan nggak pernah melakukan itu!” tegas Minna menggelengkan kepala.

Martha terdiam. Rasanya dia ingin merutuki dirinya sendiri saat ini.

Setia? Apa benar seperti itu?

Padahal suami yang didapatnya juga berkat ketidak setiaan.

Bagaimana dia masih bisa melihat dia setia.

Ingin tertawa sendiri Martha, namun karma saat ini memang sedang dia rasakan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience