“Berisik!”
Aku memutar posisiku, tapi sama sekali enggan turun dari pangkuan Axel.
“Re–Regina, kemarilah sayang, kita perlu bicara,” Nick mencoba menahan semua penghinaan.
Aku tahu dia menahan semua karena masih tidak ingin kehilangan pulau uang di hadapannya.
“Billy, apa kamu menemukan barang-barangku yang terjatuh?” ucapku mengarahkan pandangan pada Billy.
“Sebentar Nona Regina,” kata Billy menjawab dan meminta salah seorang dari pengawal memberikan apa yang ditemukan di lorong tadi.
“Yang ini, Nona?”
Billy memberikan buket bunga Lily yang sudah rusak dan satu paperbag yang berisi hadiahku untuk Axel.
“Ya ampun, bunganya jadi rusak. Ini gara-gara mereka,” sahutku kecut dan seolah mengabaikan keberadaan Nick.
Tangan Nick terkepal semakin erat, dia tidak menyangka kalau apa yang dilihatnya sekarang adalah benar-benar diriku yang berbeda.
“Sayang, aku mohon, tolong kemarilah. Kita bisa bicarakan ini baik-baik!” kata Nick seraya tidak terima aku bersikap acuh tak acuh.
Aku menarik senyuman kecut dan menatap Nick. Dan menggerakkan kembali tubuhku, kali ini aku turun perlahan dari pangkuan Axel.
Seolah ada angin segar, Nick menyambut dengan senyuman dan mengikuti tangan. Dia berpikir, aku turun karena ucapannya tadi.
Axel terkejut dan sedikit cemas jadi dia pun mengikuti pergerakan diriku.
“Aku tahu, kamu memang cuma mencintaiku. Tenanglah, aku akan menganggapnya tidak ada. Asalkan kamu kembali kesisiku,” oceh Nick kembali, tetap percaya diri.
Namun, senyuman tadi menghilang ketika aku melewatinya dan meraih apa yang ada di tangan Billy.
“Hmm, benar-benar rusak. Aku akan menggantikan dengan yang baru!” kataku lalu berbalik kembali pada Axel dengan tatapan sedih.
“Maaf, aku gak sengaja, ini padahal sudah aku siapkan,” kataku yang memperlihatkan buket bunga Lily tadi yang rusak pada Axel.
Axel menghela napasnya. Sekarang sepertinya dia sudah yakin, kalau aku benar-benar sudah berubah dan hanya menatap dirinya.
“Kau benar-benar memberikan ini untukku?”
Axel yang mungkin masih memberikan test terakhirnya padaku.
“Uhm, tentu saja. Kamu pikir untuk siapa lagi? Pacar dan calon suamiku hanya kamu seorang,” kataku memperteguh kembali dan membuat kembali mata Nick mendelik saat mendengar ucapanku.
Lalu, aku dengan tidak tahu malu dan ingin membuktikan pada Nick soal aku tidak main-main dengan ucapannya.
Aku menarik dasi Axel hingga kepalanya sedikit tertunduk ke hadapanku.
“Tadinya aku mau memberikan kejutan kalau tidak ada hal jelek yang itu,” ucapku berdesis sambil perlahan membuka ikatan dasi Axel.
Kemudian meminta Billy untuk membuka paperbag yang aku bawa tadi. Aku mengeluarkan kotak di dalamnya, “Apa kamu suka warnanya?” kataku menatap mata Axel dengan penuh pengharapan kalau laki-laki itu tidak akan menolak pemberian dariku.
“Regina, Regina, kau benar-benar ingin membuat aku marah ya? Aku gak akan memaafkan mu kalau kau melakukan itu!” desis Nick, mencoba meronta saat aku akan memakai dasi untuk Axel.
Axel hanya menjawab dengan tatapan yang sulit diartikan. Tapi, aku tahu, meskipun seperti itu, dia tidak akan menolaknya.
“Sssttt! Kau ini berisik sekali sih. Apa otakmu sudah benar-benar rusak? Sudah aku katakan. Aku gak suka kamu lagi. Kita ini bukan siapa-siapa? Apa kamu tuli?!”
Aku memberikan tatapan tajam dan tidak main-main lagi dengan ucapanku.
“Regina, aku tahu, aku salah, tapi aku sungguh-sungguh meminta maaf. Kemarilah, ayo kita bicarakan lagi. Ini bukan hal main-main. Memangnya kamu ga lihat pengorbananku? Aku sudah membela dan membantumu.”
“Aku benar-benar takut kehilanganmu, Regina. Kumohon, kita berbaikan ya?!”
Sepertinya Nick hanya bisa menggunakan kelemahanku. Dia tahu, kalau sudah berkata seperti itu, aku pasti akan luluh dan memaafkan dirinya.
Masih memegang leher Axel, karena aku sudah terlanjur membuka dasi Axel dan mengganti dengan dasi yang ku pilih tadi.
“Memangnya aku menyuruhmu? Atau aku meminta bantuanmu? Ga ada kamu pun, aku pasti gak apa-apa. Disini kan sudah ada pacar aku. Dia pasti akan membantuku,” jawabku lebih sengit dan karena kesal aku semakin menarik kepala Axel lebih dekat denganku.
Axel bahkan tidak bisa menolaknya karena aku yang memaksanya.
“Lihatlah, wajahnya ini lebih tampan dari kamu. Tubuhnya juga lebih kuat dan besar dari kamu,” cetusku tanpa sadar menyentuh wajah Axel dan memamerkan pada Nick. Lalu dengan penuh percaya diri aku meraba dada bidang Axel yang menantang itu.
Billy dan pengawal lainnya hanya memalingkan wajah saat melihat tuannya tidak berdaya oleh sikap kekanak-kanakanku.
“Kau?!” delik Nick.
“Apa? Kau? Aku bilang aku udah ga suka kamu. Kita putus. Dia ini lebih baik dari kamu. Apa kamu masih tidak percaya? Apa kamu masih anggap aku main-main dengan ucapanku hah?!” seperti aku jadi ikut emosional karena sikap kepala batu Nick yang tidak menyerah.
Aku kembali menarik dasi di leher Axel dan mendekati wajahnya, tanpa babibu, Axel sempat terkejut dengan sikapku.
Aku memegangi wajah Axel dan menjadi komando saat bibirku mulai masuk ke bibir Axel dan mengaduk-aduknya dengan lahap. Sepertinya wanita yang sedang kelaparan aku menunjukkan itu di depan Nick.
Billy sudah membalikkan badan. Tidak ingin melihat pertunjukan yang gagah berani itu.
“Aw!” Aku terkejut saat Axel membalas satu gigitan kecil di lidahku.
“Kamu benar-benar kucing nakal. Awas saja nanti akan kubalas kau!” desak Axel dan sekaligus membuat wajahku seperti udang rebus.
Ya ampun aku benar-benar nekat. Ga tau diri banget sih. Ini malah dengan sengaja memprovokasi Axel.
Kataku sedikit membatin dan sedikit malu dengan sikap bar-bar ku barusan.
Axel menarik pinggangku dan kembali memberikan tatapan mautnya pada Nick.
“Apa sekarang aku yang harus memberikan pertunjukan yang lainnya?” kata Axel sengit seraya memberikan tatapan maut, tangannya kini berada di kedua daerah terlarang milikku.
Aku tersentak.
Tidak menyangka kalau Axel akan bersikap lebih berani dariku. Padahal dia tahu, maksud aku melakukan itu hanya untuk membuat Nick benar-benar mundur dariku.
Sontak itu sudah semakin membuat Nick terkejut. Dia tahu, aku tidak akan mungkin membiarkan orang lain menyentuh sembarang aset pribadiku.
Jelas sekali Axel memberikan senyuman smirk nya pada Nick.
Kali ini dia sudah tidak takut lagi untuk memulai apapun karena aku yang sudah lebih dahulu memberikan persetujuan untuk memulainya.
“Kau, Regina? Apa kau benar-benar sudah berubah. Aku gak menyangka, kau benar-benar seperti gadis murahan dan penggoda,” kata Nick meluncur begitu saja, mungkin dia juga jadi ikut terpancing emosi saat sudah melihat perubahanku diluar batas.
“Aku bilang, itu bukan urusan kamu. Kamu sudah banyak mengganggu waktuku bersama pacarku. Harusnya sekarang aku sedang menikmati waktu berdua,” sahutku mengejek.
Aku benar-benar bisa melihat api cemburu dan kekesalan yang terpancar dari wajah Nick. Dia benar-benar ingin marah.
Jika dulu, dia sedang tidak enak hati ketika aku sudah menjadi istrinya, dia akan mengeluarkan ikat pinggang miliknya dan mencambukku.
Apalagi harga dirinya sekarang sudah seperti dipermainkan olehku.
Aku yang tidak pernah mengizinkan disentuh, kami hanya berpegang juga bergandengan tangan. Karena Nick dulu selalu membandingkan penampilan aku dengan Minna.
Share this novel