Kita Bercerai Saja

Romance Completed 1318

“Temanmu? Maksudmu ….”

Axel memicingkan mata dan sedikit melirik ke Billy.

“Menurut siapa lagi. Tentu saja, teman kesayangan ku, Rena. Hari ini dia nggak sengaja ketemu laki-laki yang kemarin itu,” kataku persis seperti para perempuan yang suka bergosip.

Telinga Billy semakin meninggi. Keningnya berkerut dan tangannya mengepal secara spontan.

“Bagaimana bisa?” Axel mengikuti gerakan ku yang mengambil belanjaan yang dibeli Rena tadi.

“Lalu kenapa kamu jadi memutuskan keluar rumah? Bukannya tadi kamu bilang,” cetus Axel.

“Iya ini nggak ada rencana, sayang,” tanganku mengapit lengan Axel dan membawanya berjalan.

“Aku nggak terlalu suka suasana di rumah. Mama dan Minna terus mengganggu. Mereka terus-terusan menyuruhku meminta maaf pada Nick dan kembali padanya!” Ucapan ku kecut.

“Sepertinya aku harus membuat dia menghilang dari hidupmu baru kamu bisa tenang!” geram Axel saat mendengar ucapanku.

“Sebenarnya aku pikir dia akan menjauh. Tapi, seperti ini dia masih saja bertingkah seperti orang gila. Aku juga bingung menghadapinya.”

Karena aku berpikir, asalkan di kehidupan ini aku bisa tenang bersama Axel. Aku tidak ingin membalas apapun.

Yang penting dia sudah tahu, Aku sudah menikah dengan Axel. Aku rasa sudah cukup.

Semua begitu berarti karena aku sudah bersama dengan Axel.

Dia sudah menjadi penerang dalam hatiku.

“Laki-laki seperti itu tidak akan mengerti dengan ucapan. Dia memang harus diberikan pelajaran!” tambah Axel.

“Sudahlah itu nanti saja kita pikirkan. Sekarang Aku sudah lapar dan ingin makan siang. Tadi aku belum sempat makan dan lihatlah cemilan yang aku beli bersama Rena pun belum Aku makan.”

Aku berkata dengan jujur karena ya belum makan apapun.

“Lalu dimana temanmu? Apa benar apa yang kamu ucapkan tadi?”

Axel penasaran dia hanya ingin tahu tentang sesuatu.

Sekaligus ada seorang yang memang juga penasaran akan hal itu.

Meskipun tidak ada ucapan yang keluar dari mulut Billy, Axel tahu kalau tangan kanannya itu tidak seperti biasanya.

Melihat kedatangannya tadi pagi, Axel sudah menebak ada yang terjadi di antara mereka.

“Aku nggak tahu pasti ceritanya, tapi sepertinya tadi Renata tidak sengaja bertemu dengan laki-laki itu,” kataku lagi mengulangi ucapan.

“Maksudmu laki-laki yang di cafe?”

Axel bertanya untuk mempertegas laki-laki tersebut.

Aku mengangguk dengan cepat.

“Bagaimana menurutmu? Aku rasa Renata cocok dengannya,” kataku yang memang melihat secara sekilas.

“Cih, kau yakin laki-laki itu orang baik-baik? Apalagi dia sudah memiliki seorang anak,” tambah Axel sedikit mencibir dengan pasangan yang dipilih oleh Renata.

“Aku rasa bukan hanya cocok. Tapi, laki-laki itu aku rasa tepat. Melihat kondisi Rena saat ini, aku merasa laki-laki itu dewasa dan mapan tanda. Dan yang paling penting dia bisa menjaga Renata.”

“Aku nggak ingin Renata terluka. Apalagi latar belakang keluarganya aku tahu sedikit. Dia benar-benar layak untuk berbahagia,” kataku begitu dalam dan bukan hanya Axel yang mendengar tentu saja Billy menjadikan hal tersebut patokan.

“Aku sebenarnya tidak keberatan dengan siapa temanmu berpasangan. Tapi, aku rasa, bukankah lebih baik dia mencari laki-laki single ketimbang duda,” cetus Axel lagi.

Aku berfikir sejenak. Mungkin saja ucapan Axel ada benarnya. Tapi, semua keputusan akan kembali pada Rena.

“Jadi, dia kau izinkan pergi berduaan?”

Kata Axel lagi saat dia membukakan pintu mobil untukku.

Itu membuat Billy ikut melirik. Telinganya kembali terpasang dengan tinggi.

“Nggak dong. Tentu saja mereka kencan bertiga, bersama dengan anaknya. Makanya aku bilang mereka cocok dan sepertinya akan segera menikah. Anaknya itu benar-benar menyukai Rena!” lanjutku dan itu membuat Billy membanting pintu depan dengan kasar.

Axel menyadarinya. Dan, dia semakin yakin kalau tangan kanannya memang memiliki perasaan terhadap Rena.

“Sudah jangan urus dulu masalah itu. Kamu mau makan apa siang ini?”

Axel bertanya saat dia sudah masuk dan duduk di sebelahku.

“Mmm … apa ya? Sepertinya yang pedas dan panas enak banget,” kataku seperti berpikir dan tercetus ucapan tersebut.

Axel tersenyum dan memberikan perintah jalan terlebih dahulu pada Billy. Lalu dia menekan tombol tutup ke arah supir.
Hanya hitungan beberapa detik, aku sudah ditarik ke pangkuan nya.

“Engh!” Aku melenguh.

Tangan Axel sedang menurunkan tali baju milikku.

“Yang pasti sebelum itu, aku mau hidangan pembuka dulu!”

Axel berbisik di telinga. Tangannya sudah berhasil menurunkan satu dan meremasnya.

“Uhm, Axel!” d3 54h ku memanggil namanya.

“Jangan membuat bajuku robek ya!” pintaku.

Karena Aku tidak pernah menyangka. Ini adalah hadiah dari kehidupan lalu yang tidak aku ketahui.

Axel sangat liar dan kuat jika sedang melakukan adegan panasnya.

“Egh, naikkan sedikit bokongmu, sayang!” pinta Axel. Aku menurut. Dia membuka sarangnya dengan cepat dan menurunkan kain penghalang milikku.

“Ya seperti itu, emm ini benar-benar sungguh enak sayang!” lenguh Axel, napasnya sudah mulai menderu ketika dia menyuruhku untuk menggerakkan pinggulku.

Billy yang sedang mengemudi hanya bisa ikut panas mendengar tuannya sedang meminta makanan pembuka.

“Dasar gadis tidak tahu diri. Berani sekali dia menipuku. Apa ucapanku dianggap main-main. Tunggu saja, malam ini kau pasti akan kuberikan hukuman!”

Geram Billy dalam hati. Dia sudah mengancam akan memberikan Rena hukuman.

***

“Josep, dimana kau?” Martha sedang berbicara di ujung telepon.

Sejak tadi dia menelpon, suaminya tidak mengangkat.

“Untuk apa kau menelponku. Ini semua karena kamu, Elena harus di rawat di rumah sakit. Aku pasti akan membuat perhitungan dan lebih baik kita bercerai saja.”

Tanpa ragu Josep mengatakan hal itu pada Martha.

“Kau gila, Josep. Bercerai katamu. Aku ini istrimu. Aku sudah menemani mu. Bisa-bisanya kau mengatakan hal itu demi pe l4 cur kecil itu?” dengus Martha berteriak.

Minna yang berada di samping ibunya terlihat geram. Apalagi sambungan telepon di loudspeaker olehnya.

“Tutup mulutmu. Selama ini aku masih bertahan karena menunggu harta warisan keluarga Thomson. Tapi, sepertinya putri bodohku sudah tidak bodoh. Dia pasti tidak akan mudah untuk dikelabui.”

“Yang terpenting, aku masih memiliki posisi di perusahaan. Dan, aku masih bisa melindungi Elena dan Anna, bagiku itu sudah cukup!” Tambah Josep.

Dia tidak ragu mengatakan hal tersebut.

Martha geram dan menarik napasnya dalam-dalam. Begitupun Minna hampir meledak mendengar ucapannya sang ayah.

Martha perlu memberikan mereka pelajaran. Jadi, dia harus tahu dulu dimana keberadaan suaminya.

“Josep, kau benar-benar sudah dibutakan olehnya. Aku ini yang paling tahu, gadis kecil itu tidak mungkin sungguh-sungguh mencintaimu,” sergah Martha.

“Sudahlah, aku tidak ingin membahas apapun. Aku sudah membuat surat perceraian. Kau tinggal menandatangani saja. Dan, segera pergilah dari kediaman keluarga Thomson!” kata Josep seolah buta hati dan tidak mendengar apapun.

“Tidak, Josep. Tunggu dul–,” telpon sudah dimatikan oleh Josep.

“Agh! Dasar sial. Wanita itu benar-benar perebut suami orang. Aku pasti akan membunuhnya. Aku pasti akan membuat wanita itu menyesal!”

Martha memukul stir mobil dengan kasar.

Minna juga dapat merasakan hati terluka ibunya.

“Kita akan lakukan bersama-sama, Ma. Wanita itu pasti akan aku balas!” ucap Minna juga mengancam dengan tatapan kejam.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience