“Kamu nggak pulang semalam, Regi?”
Pertanyaan Rena membuatku tersedak dan wajahku memerah saat menatapnya.
“Seriusan. Kamu menginap disini? Ka–kamu? Jangan bilang?!”
Mata Rena mendelik. Aku masih terbatuk dan menjawabnya dengan anggukan.
“Kamu, ah, benar-benar sudah nggak cinta sama Nick atau ini hanya trik kamu main tarik ulur,” kata Rena seolah tak percaya dengan jawabanku.
“Enak saja. Siapa itu, Nick. Kalau kamu nggak sebut nama itu, aku nggak ingat sama sekali. Aku dulu memang bodoh mau saja dikendalikan oleh mereka,” jawabku sambil kecut dengan bibirku yang berkerut.
“Aku pikir kamu masih main-main saja dengan Axel,” sambung Rena.
“Nggak, Rena, aku benar-benar tulus dengan Axel. Aku nggak akan membuatnya kecewa atau mengkhianatinya. Aku cinta dan sayang banget sama Axel. Mana mungkin orang sebaik itu bisa dibandingkan dengan laki-laki nggak punya perasaan itu.”
Sahutku makin kecut. Dan Rena terus memandangi wajahku yang serius tentang perasaanku.
“Syukurlah. Sebenarnya saat aku dulu belum terlalu dekat dengan kamu. Aku sering sekali melihatmu tanpa sadar atau secara kebetulan. Aku merasa kamu yang dulu terlalu naif dan penurut,” lanjut Rena.
“Emm!” Aku mengangguk dan mengakui kebodohan diriku yang dulu.
“Sepertinya sekarang hati dan pikiran kamu sudah terbuka. Aku dulu sering banget pas liat kamu sedang disuruh ini dan itu. Atau membawa ini dan itu. Atau melakukan hal yang sepertinya kamu itu bisa menolak, tapi kamu seolah tersihir oleh kata-kata mereka.”
“Terus berada disisi mereka, tapi mereka nggak pernah menghargai atau menganggap seperti layaknya seorang teman. Malah aku merasa kamu adalah pesuruh mereka. Maaf, jangan tersinggung, ini hanya menurut mata ku yang tak sengaja menatapmu,” kata-kata Rena terdengar nyess di hatiku.
Bahkan orang lain bisa melihat itu. Namun, aku dulu bodoh dan buta. Seolah nggak melihat apapun.
“Yah, itulah diriku yang dulu. Terlihat menyedihkan bukan?!”
Aku menatap wajah Rena yang terlihat bingung.
“Padahal aku adalah cucu kesayangan kakek. Aku punya uang dan bisa melakukan apapun. Tapi, aku yang dibutakan cinta dan percaya dengan omongan mereka, tercipta lah aku yang bodoh dan tuli itu.”
“Sekarang aku sudah sadar dan salah menilai mereka. Jadi, aku memutuskan untuk melepaskan semua. Aku nggak mau lagi dibutakan oleh cinta yang menyesatkan.”
“Aku ingin sepenuhnya menjadi diriku sendiri. Aku ingin mengambilnya semua yang memang sudah seharusnya jadi milikku. Menurutmu, apa aku salah?”
Aku menatap ke dalam mata Rena.
Dia tersenyum dan menggeleng.
“Mungkin kalau aku cerita, kamu nggak akan percaya. Minna itu hanyalah adik yang dilahirkan di luar nikah oleh papaku. Dia lama sekali menghianati mamaku.”
“Tapi, sikap Minna, dia merasa dialah putri dan cucu kesayangan dari keluargaku. Seharusnya, akulah yang menikmati itu. Aku rasa aku sudah cukup meminjamkan semua padanya.”
“Sekarang aku hanya menginginkan semua kembali pada posisinya. Aku benar-benar ingin hanya diriku saja yang memang sudah seharusnya sejak dulu aku tempati. Aku cucu satu-satunya dari keluarga Thomson.”
Rena seperti menelaah ceritaku. Itu seperti cerita yang terputus, tapi dia harus mengerti.
“Merebutnya? Memangnya mereka?” Spontan pertanyaan itu meluncur dari mulut Rena.
“Selama ini mereka memperlakukan diriku, yah kamu sudah bisa melihatnya kan? Katanya aku seperti pesuruh mereka. Itu sudah dilakukan Minna, ibu tiriku yang jahat dan tentu saja papaku ikut andil di dalamnya.”
“Dan yang membuat aku terkejut, sebenarnya Minna dan Nicholas itu adalah pasangan kekasih.”
Mata Rena membuat tidak percaya. Tapi, dengan cara Nick yang memperlakukan Minna secara istimewa, orang-orang akan menganggap memang mereka adalah sepasang kekasih.
Tapi, di depan orang-orang mereka selalu bilang hanya sebagai teman.
“Bagaimana itu bisa terjadi?” Kembali Rena bertanya.
Aku tidak mungkin membocorkan kalau aku tahu dari kehidupan laluku yang tragis.
“Jujur saja, ini adalah pukulan berat bagiku. Dan aku nggak percaya. Kalau aku nggak merasakan semuanya sendiri,” kataku terdengar pedih.
Aku merasa ini saat yang tepat aku bercerita dengan tidak mengungkit kalau aku tahu dari kehidupan sebelumnya.
Aku hanya ingin Rena tahu, apapun yang terjadi. Kesedihan dan kesulitan apapun, asalkan bangkit semua bisa dirubah.
Harus ada masa depan yang lebih baik. Jangan hanya terus pasrah dan mengalah.
Kalau mereka bisa melakukan hal buruk padaku. Tidak ada salahnya membalas. Itu tidak berarti aku sama halnya dengan mereka.
“Minna itu sudah lama sekali menjadi kekasihnya Nicholas. Dan demi bisa menguasai diriku yang terlihat bodoh dan polos itu. Minna sengaja membuat jebakan agar aku bisa terjerumus cinta palsunya Nick.”
“Karena aku sudah menyadari. Untuk apa lagi aku bertahan. Aku akan mengembalikan Nick padanya, itu nggak salah kan.”
“Aku ingin putus atau membatalkan apapun yang sedang mereka rekayasa. Sepertinya aku nggak salah kan?!”
“Aku hanya ingin mendapatkan cinta yang benar-benar tulus. Sepertinya, aku juga layak mendapatkan cinta yang tulus dari orang yang benar-benar mencintaiku.”
“Alasanku mendekati Axel bukan karena aku ingin main tarik ulur atau memanfaatkan nya. Itu salah, aku hanya ingin cinta dari orang yang benar-benar cinta aku. Dan aku tahu, Axel, meskipun sikapnya nggak bisa dibilang romantis.”
“Meskipun dia terlihat kaku dan dingin. Tapi, cintanya padaku tulus, Rena. Nggak ada salahnya aku membalas cintanya kan. Aku hanya nggak mau salah orang lagi.”
“Cukup satu kali aku salah mengenali cintaku. Kali ini, meskipun aku harus merendahkan diri atau mengerjakan cintanya, aku rela.”
“Karena Axel sangatlah layak untuk mendapatkan semua. Aku nggak mau menyia-nyiakan semua kesempatan yang telah Tuhan berikan kepadaku.”
Jelas dan gamblang aku mengutarakan perasaanku.
Rena hanya takjub mendengar kan. Masih bingung berkomentar, tapi yang dia tahu, kalau aku bisa mencoba lepas dan untuk mengubah segalanya.
Harusnya dia juga bisa melakukan itu. Keluar dari zona menyedihkan. Dari ayah penjudi, pemabuk dan tukang pukul itu.
“Aku mengerti, Regi. Terima kasih banyak kamu sudah memberikan aku pencerahan. Aku janji, meskipun bertahap, aku akan mencoba semaksimal mungkin untuk mengubah takdirku menjadi lebih baik.”
“Aku juga ingin kebebasan dan perasaan nggak terbenam atau ketakutan setiap hari. Aku akan berusaha melakukan semuanya. Aku pasti bisa melakukannya, Regi!”
Renata memelukku dengan erat.
Yah, setidaknya, aku masih berharap, sedikit saja aku bisa melepaskan semua bebannya.
“Syukurlah, aku nggak akan meninggalkan kamu sendirian, Rena. Aku akan menjadi teman kamu yang baik. Kamu bisa mengandalkan juga memanfaatkan diriku.”
“Untuk kamu aku nggak akan marah. Aku hanya ingin kamu percaya satu hal, selama kita percaya apapun bisa dirubah, itu pasti akan terjadi, eum!”
Aku menggenggam erat tangannya. Memberikan aliran kepercayaan pada Renata. Mengatakan semua ketulusan hati.
Renata tidak sendirian. Masih ada aku.
Dan tentu saja, Axel yang sedang melihat layar pipih dan earphone di telinganya. Dia menyaksikan dan mendengar ceritaku dan Renata dengan jelas.
Share this novel