Aku merasakan tubuhku terpilih oleh tubuh Nicholas.
Memang terkejut, tapi setidaknya aku masih berharap Axel bisa menyelamatkan kita semua.
Billy langsung berlari ke arah Renata.
Renata sudah pingsan dan Billy segera mengangkat tubuhnya.
Di saat Nicholas tersungkur karena pukulan Axel, Axel tanpa ragu menarik tubuh Nicholas hingga dia berlawanan mendekati api.
Lalu dengan cepat dia mengambil sisa bahan bakar yang masih ada.
Kemudian Axel menyiram bahan bakar tersebut ke tubuh Nicolas.
Sebelum adegan menyelamatkanku, Axel masih geram dan dia menghajar Nicholas habis-habisan.
Setelah berhasil menyelamatkan Renata, Billy segera kembali ke dalam.
"Nggak, aku nggak mau keluar, aku ingin tetap disini. Aku ingin menjalani keselamatan Axel!"
Kataku menolak saat Billy akan mengangkat tubuhku.
Aku hanya ingin selamat dan keluar bersama Axel.
"Sudahlah ikan buntal, yang penting kau selamat dulu. Aku akan menyelamatkan dia setelah menyelamatkanmu!"
Billy menjamin dan dia tidak boleh mengulur waktu sebelum semuanya terlambat.
Karena dia masih melihat Axel melampiaskan kekesalannya.
"Nggak. Aku nggak mau pergi sebelum Axel yang membawaku!"
Seketika aku menjadi wanita ngeyel. Tidak mau mendengarkan perkataan Billy.
Melihat aku yang kelas kepala. Biliy menyerah lalu dia memilih meninggalkanku.
Billy melihat situasi semakin tidak kondusif dan dia harus segera menyeret Axel pergi sebelum semuanya terlambat.
"Xel, sudahlah. Dia sudah pingsan! Kita harus segera keluar. Istrimu tidak mau keluar bersama denganku!" Billy memperingatkan.
Seketika Axel tersadar. Sebentar lagi sangat berbahaya.
Reruntuhan atap sudah mulai bergerak satu persatu. Hingga membuat lokasi gudang penuh dengan asap.
"Dimana dia?" wajah Axel sudah terlihat sangat khawatir.
Billy segera menarik tubuh Axel dan membiarkan reruntuhan atap jatuh satu persatu meniban tubuh Nicholas.
Laki-laki itu pingsan dan terkubur dalam lautan api.
Aku sedikit demi sedikit merasakan tanganku bisa digerakkan.
Efek obatnya sudah mulai mengurangi.
"Regina!" panggil Axel saat aku mencoba bangkit dari tubuhku yang sempat lumpuh tadi.
"Axel!" Dia meraihku dalam pelukannya.
"Halah, sudah mesra-mesraan nanti saja. Kalian tidak mau jadi manusia bakar kan?!" ucap Billy sewot dan Axel segera membawaku keluar.
Dan saat kami bertiga keluar ledakan dari gudang terdengar membuat seketika gudang itu hancur di lalap api.
Aku menarik nafas dalam-dalam.
Air mataku mengalir tanpa bisa dibendung. Akhirnya aku benar-benar bisa lolos dari kematian ini.
Kali ini pun, penyelamatku tetaplah Axel.
"Sudahlah sayang, semua sudah baik-baik saja. Aku benar-benar mengkhawatirkanmu!"
Axel yang berkata dan kami sudah berada jauh dari lokasi gudang terbakar tadi.
Melihatku menangis tersedu, seketika kekhawatirannya lenyap.
Dan semua sudah benar-benar berakhir.
Pembalasanku seperti sudah berakhir.
Renata masih terbatuk dan mengatur nafasnya. Billy memeluknya dengan erat.
"Kita kembali!" kata Axel mengangkat tubuhku juga Billy mengangkat tubuh Renata masuk ke dalam mobil.
Sepanjang perjalanan aku terus dalam dekapan Axel dan menggenggam tangannya.
"Bagaimana kau bisa menemukanku?" Aku masih sedikit penasaran karena tas dan ponselku ada di dalam mobil Nicholas.
Axel menatap dan mengecup keningku.
Aku berpikir ini karena pesan yang dikirim Renata, tapi pesan pasti tidak akan mungkin mendapatkan lokasi yang akurat.
"Ini semua berkat ini!" kata Axel menyentuh jari manisku, "untung semalam aku menyematkan ini di jari manismu. Aku memasang chip untuk menemukan lokasi kamu di dalamnya," kata Axel mengecup tanganku.
Aku benar-benar tidak menyangka Axel bahkan sudah melakukan persiapan seperti ini tanpa diketahui.
Dia mempersiapkan segalanya untuk melindungi ku.
Padahal semalam aku sempat menolak cincin pemberian Axel. Dia membujuk, sebagai hadiah cincin pernikahan ku.
Ternyata, dia sudah mempersiapkan sesuatunya.
Aku benar-benar beruntung memiliki nya.
"Terima kasih banyak, sayang. Aku benar-benar berterima kasih padamu!" kataku menyentuh wajah Axel.
Sekarang semua sudah berakhir. Aku harus bisa merangkai kisahku dengan indah. Agar menjadi kesatuan berakhir indah.
"Xel!"
"Uhm!"
"Tas dan ponselku!"
"Kamu nggak perlu khawatir, aku sudah menyuruh orang-orang ku membawa mobil mu," kata Axel dan aku tersenyum.
Tentu saja itu mobilku yang dibawa oleh Minna dan selalu diklaim sebagai milik Nicholas.
"Rena, kamu baik-baik saja kan. Maafkan aku, pasti kamu tadi terkejut sekali," aku memalingkan wajah dan melihat Renata masih sedikit lemas duduk di depan.
"Emm, iya, aku syok. Tapi, aku udah nggak apa-apa, Regina. Kamu nggak perlu mengkhawatirkan ku," jawab Rena berusaha menenangkan diriku yang terlihat cemas padanya.
"Sudah sayang, istirahat dulu agar kita bisa segera sampai!" cetus Axel terlihat cemburu saat aku memberi perhatian pada Renata.
Axel menarik tubuhku dalam dekapan nya lagi.
Aku baru benar-benar bisa bernapas dan tanpa sadar sudah terlelap dalam dekapan Axel, begitupun dengan Renata.
Billy menyuruhnya untuk istirahat.
"Ah hmm shh!" lenguhku.
Apa aku sedang bermimpi. Aku membuka mataku perlahan.
Ternyata aku sudah berada di ranjang.
Kedua kakiku sedang dilebarkan dan, "Ahh!" kembali aku melenguh dengan panjang.
Tanganku meremas sprei.
Ada yang hangat dan menjalar di belahan bibir bawahku. Aku sangat merasakan nya.
"Ahh. Axel!" kataku spontan bangun dan melihat Axel sedang asik melakukan gerakan dengan lidahnya di belahan bibir bawahku.
"Kamu sudah bangun, sayang!" Axel mengangkat kepalanya sedikit sambil menjulurkan lidahnya, menjilati cairan yang tersisa di bibirnya.
"Aku masih lelah, Xel. Kamu memang mau melakukan nya sekarang! Kamu nggak kasihan padaku!" kataku, tubuhku memang sedikit sakit akibat obat lemah yang diberikan oleh Nick.
Tapi, wajah Axel malah terlihat seperti serigala yang jinak.
"Sayang, mana bisa aku nggak melakukan nya. Setidaknya kita main satu kali dulu ya," bujuk Axel, meski berkata, tapi tangannya tetap tidak melepaskan diriku.
Masih memutar di belahan bibir bawahku. Kataku yang terucap tadi seolah tidak sesuai dengan tubuhku.
Semakin gerakan itu memasuki, kakiku malah semakin melebar.
"Ahh Axel kamu benar-benar tega padaku, eegh!" lenguhku kembali semakin tinggi.
"Percayalah, bukan hanya aku yang tidak tahan. Aku yakin, sekarang temanmu itu juga pasti sedang berolahraga!" cetus Axel tanpa ragu.
"Nggak mungkin!" bantahku.
"Kalau kamu tidak percaya, hubungi saja, sekarang!" kata Axel penuh percaya diri, dan bersikap kembali akan memasukkan kembali kepalanya, "aku tidak boleh kalah dengan Billy, sayang. Dia sudah berencana akan bikin kesebelasan sepak bola!" mataku mendelik mendengar ucapan suamiku.
"Agh umm!" lenguhku lagi dan melirik ponsel di samping meja yang tidak jauh dari tanganku.
Aku mencoba menekan nomor Renata. Dua kali nada berdering kemudian, "Aghhh umm, Adah apah aaahhh, Regina! Ada apa? Mmm ahh pelan sedikit bodoh, aku sedang menerima telepon aaahh umm!"
Mataku mendelik saat mendengar suara rintihan langsung dari suara Renata.
Aku segera mematikan ponselku. Benar-benar tidak ingin mengganggu kenikmatan mereka juga.
"Aahh, Axel umm! Pelan sedikit, sayang, ahh. Hmm enak sekali, Xel!"
Aku pun meracau seperti kehilangan kendali. Semua yang aku alami, hal buruk itu sudah terganti.
Kini yang ada hanya masa depanku yang tenang juga indah bersama Axel ku.
***Tamat***
Share this novel