Persahabatan Yang Tulus

Romance Completed 1318

“Kau?!” delik Jessy yang merasa harga dirinya dipermalukan apalagi posisinya sekarang mereka sedang ditonton teman sekampus.

Apalagi Jessy merasa kalau selama ini Renata tidak akan pernah melawan meskipun dia dihina atau di bully dengan berbagai cara.

“Kau boleh menghinaku apa saja, tapi jangan libatkan Regina dalam hal ini. Aku gak pernah memperdayai nya. Regina pun tahu hal itu!”

Kali ini Rena tidak akan diam saja. Dia sudah cukup mendapatkan ejekan juga penghinaan dari mereka.

“Dasar cewek kampungan kurang ajar. Berani sekali kamu menamparku?” Naik pitam Jessy dan dia tidak terima ditampar oleh Rena.

Dengan emosi yang tersulut dan dia juga merespon kembali tamparan Rena dengan membalasnya. Rena pun tidak kalah tinggal diam, ketika ditampar lagi, dia membalasnya.

Hingga emosi mereka benar-benar meluap. Semua barang juga tas yang dipegang berserakan di lantai.

Sekarang kedua tangan Rena maupun Jessy sudah berada di kepala. Mereka sedang aduk tarik menarik rambut.

Aku membekap mulutku. Begitu pun Alda yang tidak menyangka akan menyaksikan pertunjukan adu gulat pertama bestinya.

“Argh!! Dasar cewek kampungan gak tau diri, arghh!!” Jerit Jessy di setiap pergumulan mereka.

“Kau juga, cuma anak manja yang mengandalkan kekayaan orang tua, dasar anak manja yang bodoh, aagghh!!” Renata pun ikut memaki, mungkin dia juga melampiaskan semua emosi yang dipendam selama ini.

Mau mendekat tapi sedikit ekstrim. Sepertinya putaran tornado, siapapun yang masuk akan ikut terseret arus gelombangnya.

Dan pada akhirnya tubuh mereka berdua terhempas, tersungkur duduk berbarengan. Aku segera mendekati, “Rena, Rena, sudahlah!” Aku melerai Rena yang akan bangkit. Dia seperti banteng yang siap menyeruduk lawannya kembali.

“Jessy, Jessy, sudah. Jangan dilanjutkan. Lihat kamu sekarang. Kalau begini dandanan kamu jadi jelek kan?” Komentar Alda yang melihat rambut Jessy sudah seperti sarang singa dengan maskara dan lipstiknya yang luntur.

Masih saja Jessy dan Alda memperhatikan penampilan mereka.

“Ini semua karena dia. Dia cewek kampung murahan, berani sekali dia menamparku. Dia pikir, dia siapa, hah?! Dia bisa masuk ke kampus ini juga karena beasiswa. Lihat saja, aku akan buat beasiswa nya di cabut!” Ancam Jessy.

Dia merasa punya saham dalam kampus jadi seenaknya berbicara seperti itu.

“Iya, dasar cewek ganjen, gatel. Kalau kamu gak dapat beasiswa, mana mungkin kamu bisa masuk kampus elite kita,” tambah Alda yang membubuhi garam di pertikaian antara Jessy dan Renata.

Renata mengepalkan tangannya dan bersiap menyerang kembali. Namun, aku segera menghentikan.

“Sudah ga usah terpancing lagi. Kita tinggalkan saja!” bujukku dan membantu mengambil tas Renata yang sudah terpental ke salah satu sudut.

Aku segera menarik tangan Renata.

“Hei, mau kemana kalian, hah?! Apa kalian takut, kesini. Kalian maju berdua, aku juga gak takut,” decak Jessy semakin kesal dan melukai lagi harga dirinya.

Dia merasa kesal karena diabaikan oleh Renata.

Tidak berapa lama setelah kepergianku. Nick dan Minna datang.

“Ada apa ini? Kau habis adu gulat, Jess?” sindir Minna yang masih melihat Jessy acak-acakan dengan penampilannya.

“Semua ini salah kakakmu,” cetus Alda.

“Dia?! Kakakku? Kenapa lagi dia?” Minna dan Nick saling bertatapan.

“Dia membawa teman kampungan nya itu dan berani sekali dia menamparku,” ucap Jessy terlihat masih menggebu-gebu.

“Ditampar? Oleh siapa? Maksudmu si udik kampung dan jelek yang sering kita ejek itu?” Mata Minna seolah tidak percaya mendengar ucapan Jessy.

“Kau ga lihat. Ini perbuatan dia. Semenjak bergaul bersama dengan kakakmu, dia menjadi seperti ini. Dulu dia kan ga seperti ini,” keluh Jessy semakin kesal menjelaskannya ulang reka kejadian tadi.

“Kau dengar Nick, kakak bodohku sekarang berulah lagi. Dia di rumah belum puas, sekarang disini. Aku, Mama dan Papa juga sedang kesal dengannya. Kamu harus segera membujuknya. Kalau dia tetap seperti ini akan semakin sulit kita mengendalikan nya,” desak Minna yang tetap masih percaya Nick bisa meluluhkan diriku.

“Kamu mau ke toilet dulu. Nanti kita bertemu di kantin,” Jessy yang merasa harus merapikan kembali pakaian juga dandanannya.

Minna hanya mengangguk dan kembali serius dengan Nick.

“Sepertinya ini memang sudah gak dalam kontrol kita lagi, sayang. Kita harus segera membuatnya kembali,” Nick mengerat kan gigi juga tangannya di kepala kuat.

Dia sepertinya harus merencanakan sesuatu yang heroik untuk menarik perhatianku kembali.

“Kamu atur saja, aku juga ga mau kehilangan uang belanja ku. Kalau begini caranya aku ga bisa belanja dan makan enak lagi. Aku gak mau. Pokoknya kamu harus segera menaklukkan Kakak bodohku itu.”

“Aku sangat yakin dia masih mencintaimu. Dia pasti sedang mencari perhatian mu, Nick. Main tarik ulur supaya kamu lebih memperhatikannya,” kata Minna memperkuat kenyataan yang terlihat mulai semu agar Nick kembali mengatur rencananya.

“Tenang saja, kita akan membuat dia kembali lagi seperti dulu, sayang. Tenanglah. Kita akan jalankan rencana ini terlebih dulu. Yang terpenting dia kembali percaya dengan kita,” Nick yang sudah merencanakan sesuatu.

***

“Kamu gak apa-apa kan?” Aku sedang membantu Rena membersihkan luka di wajahnya dengan tisu basah.

“Tenanglah, aku gak apa-apa. Kamu gak usah khawatir!” kata Rena tersenyum padaku.

Aku merasa terharu dan langsung memeluk tubuhnya, “Terima kasih banyak, Renata, kamu benar-benar sahabat terbaikku. Aku sungguh takut sekali tadi kamu akan terluka,” kataku tulus.

Hatiku merasa sakit dan sedikit sesak. Ini pertama kalinya selain Axel yang datang menyelamatkanku di kehidupan lalu, sekarang ada Renata yang benar-benar ingin berteman denganku.

Dan dia yang pertama membela setelah aku terlahir kembali dan menjadi sahabat pertamaku.

“Bagaimana kalau ancaman beasiswa itu benar-benar akan mereka lakukan?” Aku menatap sekejap wajah Rena dan menggenggam erat tangannya.

“Tenanglah, itu gak akan terjadi. Aku memang masuk kesini karena jalur beasiswa, tapi itu semua bukan karena aku dan keluargaku miskin. Aku bisa ikut andil dalam olimpiade kampus dan mendapatkan nilai tertinggi. Jadi, kampus gak akan dengan mudah melakukannya.”

“Apalagi selama ini aku gak pernah buat onar. Aku tinggal menyangkal nya saja dan pura-pura bodoh seperti yang mereka tahu selama ini. Yang penting, aku ga suka kalau mereka mengejekmu, Regi,” Renata mengusap punggung tanganku.

Memberikanku arti persahabatan yang sesungguhnya.

“Kamu ga perlu takut juga, Rena. Kalau kampus mempermasalahkan, kamu bisa jadikan aku sebagai alat. Dan aku juga siap membela kamu. Aku juga akan ada di paling depan untuk membela kamu, Rena,” kataku tulus.

Rena tersenyum tulus.

“Terima kasih banyak, Regi. Kamu sudah benar-benar mau berteman denganku walaupun aku bukan anak orang kaya,” kata Rena sedikit terluka harga dirinya jika mengingat soal materi.

“Aku gak seperti itu, Rena. Percayalah, aku gak seperti itu,” kataku menyakinkan kembali kalau pertemanan yang aku ciptakan bukan karena aku ingin memperalat Renata dalam perang yang sedang aku lakukan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience