Rena masih terdiam. Dia mana mungkin tega melakukannya.
"Kenapa kau diam, cepat siram bahan bakar itu pada mereka. Aku akan memberikan pelajaran pada laki-laki bR3 n9 53k yang sudah berani mengambil istriku," ucap Nick penuh penekanan.
"Apalagi dia sudah berani menyentuh istriku. Istriku, Regina hanya bisa menjadi milikku," ucap Nick terdengar penuh kemurkaan.
Dia terlihat seperti benar-benar mencintaiku.
Kalau ini di kehidupan lalu, mungkin saja aku sudah benar-benar tertipu.
Aku harus bisa membujuk dan meredakan emosinya.
Tidak boleh ada hal yang buruk lagi yang menimpa Axel ku.
"I--ini gila, ini melanggar hukum. Ini nggak boleh dilakukan!" spontan Rena menolak dan memberanikan diri menjawab.
Langkah cepat dari Nick dan tamparan sudah melayang di wajah Renata.
Seperti dugaanku dia benar-benar tidak mempunyai perasaan.
Dia iblis yang berbalut tubuh manusia.
Harusnya aku menyadari itu. Kalau Minna dulu tidak menyembah aku, mungkin saja hal seperti ini bisa aku hindari.
Tubuh Renata tersungkur setelah menerima tamparan dari Nick.
Dia memegangi pipinya yang kesakitan.
Billy menjadi emosi dan ingin melangkah maju.
Namun, Axel mencegahnya.
Dia harus mempertimbangkan semua kondisi.
Jangan sampai dia terjebak atau terpancing emosi oleh orang yang tidak berpikiran waras seperti Nick.
"Lepaskan aku, Xel. Dia, dia akan kubunuh dengan tanganku. Berani sekali melukai istriku!" ucap Billy geram.
Dan aku juga terkejut kalau hal seperti itu malah menimpa Renata.
Sepertinya semua akan menjadi sasaran.
"Tahan emosimu, jangan terpancing. Ini tidak boleh!" ucap Axel mencoba menahan eratan tangan Billy yang sudah siap dengan tinju besarnya.
"Kau tidak lihat, dia pasti sudah melakukan hal buruk pada istriku!"
Axel mencoba memberitahukan kondisiku yang tidak bisa banyak bergerak selayaknya manusia normal.
Billy hanya melirik dan dia pun menyadari nya.
Dia tidak boleh bersikap gegabah.
"Tenanglah, Bill, akupun ingin melakukan hal yang sama!" tegas Axel dengan sorot mata penuh ancaman.
"Argh!" Renata menjerit kembali saat rambutnya di tarik kasar dan kembali Nick menghujaninya dengan tamparan.
"Nick, aku benar-benar kehausan!" erangku dengan suara lirih.
Kondisiku tergeletak.
Meski tidak melihat dengan jelas dengan posisi itu, tapi aku tahu dia sedang memperlakukan Rena dengan buruk.
Nick menghentikan aksi pukul memukulnya.
Dia melirik ke arahku yang terbaring tak berdaya.
Berjalan menghampiri, "Tunggu sebentar lagi, sayang. Aku akan membereskan semua orang disini dan kita baru bisa kembali seperti semula," katanya dengan tatapan penuh keyakinan.
Dia seolah sedang membujukku.
Aku tidak boleh kalah. Harus lebih mendalam untuk sandiwara ini.
Aku harus bisa membuatnya lengah dan memberikan kesempatan pada Axel.
"Tapi, kerongkongan ku kering sekali, Nick. Aku sudah nggak kuat lagi," ucapku mengiba, sampai meneteskan air mata agar terlihat sungguhan.
Sandiwara ku harus maksimal.
Nick terlihat menghawatirkan kondisiku.
Aku harus berhasil membuatnya mengambil sesuatu sampai reaksi obat dalam tubuhku benar-benar menghilang atau efeknya berkurang.
Kemudian, Nick menatap garang pada Axel dan Billy.
"Kalian berlututlah!" teriak Nick kembali.
"Dan, kau, cepat siram bahan bakar itu keseluruhan tubuhnya!" Nick mengulanginya perintah pada Rena, "lalu setelah mereka, kau siram tubuhmu. Atau aku akan membunuh nya disini!" Ancam Nick.
Axel kembali mengamati sekitar dan dia melihat ada dua balok di sudut yang tidak jauh darinya.
Tapi, sebelum itu dia memberikan kode mata pada Billy agar dia menyadari situasinya.
Renata menatap kembali wajah Axel dan tentu saja wajah suami yang baru saja menikahinya.
Rena terlihat putus asa.
Dia menyadari kalau seluruh isi gudang sudah disiram bahan bakar.
Andaipun bisa selamat, hal terburuk ledakan gudang tidak bisa dihindarkan.
Bukan hanya nyawanya yang menjadi taruhan. Tapi, mereka pun menjadi taruhan.
"Apa kau tuli, hah. Atau aku harus menamparmu lagi!" decak Nick penuh ancaman.
Saat sudah mendapatkan kode anggukan kepala dari Axel, Renata mulai melangkahkan kaki.
Aku sedikit frustasi.
Mataku membulat saat bahan bakar itu mulai menyirami tubuh Axel sedikit demi sedikit.
Aku benar-benar tidak boleh kehilangan Axel lagi.
Sialnya tubuhku benar-benar belum bisa dapat digerakkan.
Apa ini hukuman? Kenapa sampai saat ini Tuhan pun masih bersikap tidak adil.
Aku hanya ingin bahagia. Apakah salah jika aku memilih kebahagiaan lain.
Aku pun ingin merasakan ketulusan cinta dan hidup tenang.
Tapi, sepertinya Tuhan tetap membalikkan karmaku pada kematian.
Apakah kali ini aku tidak bisa menghindarinya?
Atau masih ada kesempatan dari Tuhan yang akan membelaku.
Nicholas benar-benar sudah gila.
Kegilaannya ini akibat penolakanku.
Apa jika dari awal aku tidak menolaknya dan merubah membuatnya lebih baik, kejadian ini tidak mungkin terjadi?
Atau tetap saja meskipun sudah diperbaiki. Sifat alami Nicholas tidak mungkin diubah.
Axel, Billy, dan Renata kini sudah tersiram dengan bahan bakar.
"Nick, agh, tolonglah. Aku benar-benar kesakitan. Aku haus sekali, Nick!" rengek ku dalam ketidak berdayakan.
Semoga dia masih bisa terjebak dengan ucapanku.
"Tenanglah, Regina, sayang. Setelah ini kita akan keluar. Kamu bisa minum sepuasnya," bujuk Nick sambil mengusap wajahku yang terlihat di matanya sudah pucat.
"Agh!" Kembali Nick mengeram.
"Kau, kau, kau, cepat berpencar!" perintah Nick tanpa disadari itu adalah kesempatan yang bisa diambil oleh Nick ataupun Billy.
"Eh, tidak, tidak!" kata Nick terlihat plin plan saat melihat Axel, Billy dan Renata akan saling menjauh
"Kau disini. Kau disana. Lalu kau disitu!" tunjuk Nick sembarangan.
Aku terlihat seperti akan pingsan karena kehausan.
Setidaknya dia bisa terkecoh dan aku berhasil menjebaknya.
"Axel, aku mohon, kau baik-baik saja dan bisa menghindari ini!" bisikku dalam hati.
"Kau itu hanya pecundang yang tidak layak bersama dengan Reginaku. Akulah yang pantas bersamanya!" decak Nick.
Dia mengeluarkan pematik dari sakunya dan mulai bergerak dengan waspada.
Nicholas menyerahkan lebih dulu api-api di sudut-sudut ruangan.
Sehingga dengan cepat kami semua terkepung oleh api.
Aku terkejut saat tubuhku diangkat kembali oleh Nicholas.
Dia sudah terlihat ingin mengambil ancang-ancang keluar dari gudang dan membawaku.
"Aku nggak mau mati disini, tolong! Tolong aku! Hhhhhhhh!"
Renata berteriak semakin histeris karena kobaran api sudah mulai menyala di sekitar dirinya dan bertambah besar.
Disaat seperti itu, Nick merasa dirinya sudah menang dan merasa semua yang di dalam gudang akan mati.
“Kau lihat, dia ini hanya bisa menjadi milikku. Selamanya hanya milikku. Kalian semua mati saja! Hahahaha!”
Teriak Nick seperti mendapatkan kemenangan.
“Kau!” Axel ingin melangkah maju.
“Sebaiknya kau selamat dirimu dulu baru berteriak padaku. Dasar pecundang!!” ejek Nick dengan senyuman smirk memuakkan.
Nick berjalan membelakangi mereka dengan kupalan api yang semakin besar.
Axel saat pundakku berhasil melewati, dia bergegas mengambil balok yang hampir terbakar.
Tanpa ragu memukul punggung Nick hingga dia tersungkur dengan diriku.
Share this novel