Diseruduk Banteng Kelaparan

Romance Completed 1318

“Terluka? Lalu dimana Nick? Dia nggak mengantarmu?” Minna tidak boleh ceroboh.

“Mmm, diantar Ma, cuma tadi Nick ada urusan jadi nggak mampir,” Minna berbohong. Dia tidak ingin Martha tahu kalau Nick sudah memukuli nya.

“Markus, Mana kotak obatnya!” Teriak Minna dan seorang pelayan lain membawakannya.

“Dimana yang sakit? Mama mau bantu?” Martha mengambil kotak obat tadi, ingin membantu anak kesayangannya.

“Ga usah, Ma. Hanya luka ringan kok. Biar dia yang membantuku saja,” ucap Minna memberi perintah agar pelayan tadi mengikutinya ke kamar.

“Baiklah kalau seperti itu, Mama mau istirahat. Sepertinya malam ini papamu juga lembur,” kata Martha dan segera pergi ke kamarnya.

“Cepat bantu Aku!” Kata Minna meminta pelayan yang membawa kotak obat tadi memapahnya ke kamar.

Minna membuka resleting belakangnya. Itu sudah sangat terasa perih. Nick pandai sekali kalau soal melukai.

Dia tidak mengincar wajah atau bagian tubuh yang terlihat.

“Bantu oleskan salep ini dan tutup mulutmu!” Ancam Minna dan pelayan mengangguk. Segera mengoleskan dan keluar dari kamar Minna.

Minna melihat punggung belakangnya sudah penuh dengan bercak gesper.

“51 4l kenapa Nick jadi semarah itu padaku. Apa yang sebenarnya terjadi. Nick gak bilang apa-apa. Kenapa jadi dia melampiaskan kemarahannya padaku,” oceh Minna kesal. Dia mengepalkan tangan.

Tadinya dia berniat aka menghajarku. Tapi, dia nggak menemukan ku saat pulang.

“Kemana dia? Kenapa nggak ada di rumah. Dia benar-benar bukan seperti kakak bodohku. Sebenarnya apa yang sebenarnya terjadi?”

“Aku nggak boleh membiarkan. Luka hari ini, dia harus mendapatkan dua kali lipat,” eratan gigi Minna terdengar.

Dia ingin merebahkan tubuhnya, “AWW! Sshh!!” Jeritnya. Sakit.

***

Aku membuka mataku. Sedikit terkejut ternyata Axel sudah lebih dulu bangun.

Dia sedang membenarkan anak rambut dan memandangi wajahku yang tertidur.

“Selamat pagi, sayang. Kamu tidur nyenyak semalam?” ucap Axel menyambut pagi ku dengan senyuman dan kecupan di kening.

“Mmm, pinggangku sakit. Sepertinya Aku nggak bisa bangun,” ucapku. Pertama kali melakukan, membuat ku teringat kalau Axel malam begitu per ka 54.

Axel membenarkan posisiku. Membantu bangun.

“Lalu dimana bajumu? Pagi-pagi mau pamer padaku?” desisku saat Axel tidak mengenakan baju hanya memakai celana saja.

“Apa salahnya. Toh mau pakai atau nggak. Kamu sudah tahu dan merasakan. Apa itu masih kurang?” Axel memberikan aku gaun tidur agar tidak menggoda matanya.

“Aku lapar!” cetusku. Tiba-tiba saja perutku berbunyi.

“Tunggu sebentar lagi ya. Billy sedang membelikan sarapan,” kata Axel, suaranya lembut dan memapahku berdiri.

Suara pintu berbunyi dan terbuka. Saat kulihat Billy masuk dengan 2 kantong besar paperbag.

Harum makanan sudah menggoda perutku. Billy menatapku yang dipapah duduk.

“Kenapa denganmu, Nona? Apa kamu terjatuh?” sedikit penasaran karena Billy merasa ada yang salah.

Apalagi semalam aku baik-baik saja.

Billy meletakkan paperbag tadi dan mengambil dua piring dan gelas. Dia meletakkannya di meja makan.

“Jangan banyak tanya. Aku semalam diseruduk banteng kelaparan!” cetusku manyun.

Spontan Billy menatap tuannya. Tuannya pura-pura tidak mendengar.

“Xel, ambilkan ponselku yang ada di dalam tas. Sepertinya masih di kamar,” ucapku terdengar seperti perintah pada tuannya.

Dan, tanpa banyak berkata setelah membantuku duduk. Axel kembali ke kamar untuk menuruti permintaanku.

“Apa aku nggak salah lihat? Bagaimana bisa? Tuan seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Dia benar-benar mengikuti perintah Nona Regina!” Lirik Billy, tuannya sepertinya sudah sangat patuh mendengar perintahku.

Dia sampai mengucek kedua matanya. Tuannya benar-benar patuh.

“Buka makanannya. Aku sudah kelaparan,” kataku lagi.

Kembali Axel membuka dengan patuh dua kantong paper bag tadi.

Ada aroma kopi. Sepertinya ada dua cup. Aku ga terlalu suka kopi. Dan aku mencium aroma susu almond coklat panas.

“Aku mau itu!” Menunjuk susu almond tadi. Dengan sigap Axel mengambil cup tadi dan meminumkan nya untukku.

Lalu ada kentang goreng, ayam goreng, salad buah dan makanan berat lainnya.

Billy duduk dan mengambil yang dipesannya untuk sarapan. Kopi dan beberapa makanan ringan.

Dia juga butuh asupan tinggi. Melihat tuannya sudah seperti boneka yang dikendalikan. Dia merasa masa depannya juga terancam.

Bukan hanya melayani minum, bahkan menyuapiku makan.

Billy semakin geleng-geleng melihat tuannya yang sudah seperti budak cinta.

“Apa Tuan benar-benar menjadi bodoh. Aku nggak tahu mana yang lebih baik. Apa Tuan yang dulu ataus sekarang!” Komentar Billy di dalam hati. Dia yang bingung menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Aku mau mandi cuma bajuku sudah robek!” Seketika Billy tersedak. Mendengar ucapanku. Dia mengerti banteng kelaparan yang dimaksud.

“Kamu bisa pakai bajuku dulu,” ucap Axel, tatapan matanya begitu hangat dan terus tersenyum.

“Yang benar saja. Aku kan mau ke kampus. Aku sudah mengirim pesan pada Rena. Aku mau pinjam baju Rena saja. Jadi, suruh si ikan julung-julung untuk menjemput,” ucapku langsung melirik Billy.

“Apa aku bilang, untungnya aku sudah antisipasi membeli sarapan untukku tadi,” Billy membatin kembali.

“Pergilah!” tanpa protes, Axel memberikan perintah.

“Rena bilang, akan menunggumu di halte bus dekat rumahnya,” kataku saat Billy beranjak dari duduk.

Tidak ada sahutan Billy langsung keluar dari apartemen tuannya setelah dia dengan cepat menghabiskan sarapannya.

“Kita mandi bersama ya!” ucap Axel saat menggendong tubuhku ala pengantin baru.

“Ga mau. Aku takut telat ke kampus. Hari ini hanya 1 mata pelajaran. Kalau aku telat, absenku mengurangi nilai.”

Axel berwajah kecut.

Aku bukan ingin menolaknya. Tapi, kalau aku setuju, Axel pasti meminta yang lebih.

“Ini nggak akan lama kok sayang, lagian itu mu harus sering aku masukin supaya terbiasa dan nggak sakit lagi!” Axel mencari kesempatan yang tidak akan dilewatkan lagi.

“Alasan!” dengusku.

“Aku janji hanya sebentar. Aku yakin, sebelum Billy kembali kita sudah selesai,” kata Axel menurunkan aku perlahan di bak mandi

Sepertinya Axel sudah mengatur suhu air bathtub.

“Nggak ah Xel!” Sudah terlambat. Axel sudah melepaskan celana yang dipakainya dan masuk ke dalam bathtub.

***

Suara klakson mobil Billy berbunyi. Dia tidak ingin turun dari mobil. Jadi, dia menghentikan mobil di halte yang sudah di instruksi kan ku.

Rena baru saja membuka pintu mobil belakang, “Kau pikir, aku supirmu!” dengus Billy terdengar kesal.

Rena tidak menjawab, tapi dia ragu membuka pintu depan. Sepertinya ada yang ditutupi.

Dia terlihat tidak enak dan nyaman saat berduaan dengan Billy.

Menghela napas sesaat, akhirnya Rena membuka pintu depan dan duduk perlahan.

Diliriknya, Rena membawa satu paperbag.

Tapi, ada yang aneh dari Rena hari ini. Dia memakai kerah sedikit menutupi leher dan topi.

Billy meliriknya.

“Cuaca panas seperti ini, kau memakai baju yang sangat tebal. Apa nggak salah!” dengusnya seperti ingin ikut campur dalam sesuatu yang ingin diketahuinya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience