bab 46

Drama Completed 256

Pagi itu, halaman depan beberapa koran lokal memuat berita mengejutkan: “Ketua Koperasi Sumberjati Diduga Terlibat Penggelapan Dana Bantuan”. Artikel itu memuat foto lama Arga saat menerima bantuan pemerintah, disertai narasi bahwa sebagian dana “tidak sampai ke petani”.

Sekar membaca keras-keras di balai desa, wajahnya merah. “Ini fitnah. Dana itu kita laporkan lengkap, bahkan ada auditnya!”

Laras segera menelusuri sumber berita. Ternyata, informasi itu berasal dari “laporan warga” yang tidak jelas identitasnya, tapi disebarkan oleh akun-akun media sosial yang sebelumnya sering mempromosikan narasi PT Graha Pangan Nusantara.

Tak berhenti di situ, sebuah video singkat mulai beredar di WhatsApp grup desa-desa sekitar. Dalam video itu, Arga terlihat berbicara dengan seorang pengusaha di pasar. Potongan video dibuat seolah-olah Arga sedang menerima amplop. Padahal, rekaman utuhnya menunjukkan amplop itu berisi dokumen kontrak pembelian beras.

Maya menatap layar ponselnya. “Mereka sedang memainkan character assassination. Tujuannya jelas: membuat publik ragu sebelum sidang dan pemeriksaan KPK.”

Arga menghela napas panjang. “Kalau kita hanya membantah, mereka akan bilang kita defensif. Kita harus jawab dengan bukti dan transparansi penuh.”

Keputusan diambil:
- Konferensi pers darurat di balai desa, mengundang media untuk melihat langsung arsip audit dana bantuan dan rekaman utuh video pasar.
- Kampanye warga: setiap anggota koperasi akan menyebarkan klarifikasi ke jaringan desa masing-masing, memastikan narasi fitnah tidak berkembang.
- Langkah hukum: laporan resmi ke polisi tentang penyebaran berita bohong dan manipulasi video.

Sore itu, konferensi pers berlangsung. Arga memutar video utuh di depan wartawan, menunjukkan amplop berisi dokumen, lalu menyerahkan salinan audit dana bantuan yang sudah diverifikasi oleh dinas terkait.

Beberapa media langsung memuat berita klarifikasi itu, tapi Arga tahu, sebagian kerusakan sudah terjadi. Di dunia politik dan opini publik, fitnah sering meninggalkan jejak meski sudah dibantah.

Malamnya, Rudi datang membawa kabar: “Aku dapat info, serangan ini dikoordinasi langsung oleh tim komunikasi internal perusahaan. Mereka panik karena kasus di KPK makin menguat.”

Arga menatap Rudi. “Kalau begitu, kita pastikan serangan ini jadi bumerang. Kita akan tunjukkan ke publik siapa yang sebenarnya bermain kotor.”

Konferensi pers darurat yang digelar di balai desa ternyata menjadi titik balik. Rekaman utuh video pasar dan salinan audit dana bantuan yang ditunjukkan Arga tersebar cepat di media sosial. Banyak warga desa lain yang sebelumnya ragu mulai mengirim pesan dukungan, bahkan beberapa mengunggah foto mereka bersama beras produksi Sumberjati sebagai bentuk solidaritas.

Media nasional menulis tajuk: “Fitnah Terbantahkan, Koperasi Sumberjati Tunjukkan Transparansi”. Di talkshow malam, seorang pakar komunikasi publik mengatakan bahwa serangan terhadap Arga justru memperkuat citra Sumberjati sebagai pihak yang berani dan bersih.

Di sisi lain, pihak lawan mulai kehilangan kendali atas narasi. Akun-akun yang sebelumnya gencar menyebarkan tuduhan mendadak sepi, sebagian bahkan menghapus postingan lama. Laras mendapat kabar dari jaringan jurnalis bahwa beberapa staf tim komunikasi internal perusahaan dipanggil untuk “klarifikasi” oleh manajemen, karena dianggap gagal mengendalikan opini publik.

Namun, kemenangan ini membawa konsekuensi: sorotan media semakin tajam. Wartawan mulai menggali lebih dalam, bukan hanya soal konflik beras, tapi juga sejarah koperasi, kehidupan pribadi pengurus, dan hubungan mereka dengan jaringan petani di provinsi lain. Arga menyadari, setiap langkah kini akan direkam dan dianalisis.

Sekar mengusulkan agar koperasi membentuk Tim Media Warga — sekelompok anggota yang dilatih untuk menjawab pertanyaan wartawan, mengelola informasi di media sosial, dan memastikan pesan yang keluar konsisten. “Kita tidak bisa lagi hanya bereaksi. Kita harus memimpin narasi,” katanya.

Malam itu, di balai desa, warga berkumpul bukan untuk membicarakan ancaman, tapi untuk merencanakan masa depan. Ada rasa percaya diri baru di udara — keyakinan bahwa mereka bukan lagi korban, melainkan pemain utama dalam pertarungan ini.

Di luar, langit Tambelang cerah, bintang-bintang terlihat jelas. Arga menatapnya lama, sadar bahwa meski badai belum sepenuhnya reda, arah angin kini mulai berpihak pada mereka.

Sejak klarifikasi publik membalikkan serangan fitnah, telepon di balai desa nyaris tak berhenti berdering. Koperasi dari berbagai daerah — mulai dari Jawa Tengah hingga Sumatera Barat — menghubungi Sumberjati, menawarkan kerja sama distribusi, pertukaran teknologi penggilingan, bahkan rencana pembentukan jaringan koperasi nasional.

Sekar mencatat setiap tawaran di papan tulis besar. “Kalau kita gabungkan kekuatan ini, kita bisa punya jalur distribusi sendiri tanpa bergantung pada perusahaan logistik mereka,” ujarnya penuh semangat.

Namun Maya mengingatkan, “Semakin besar jaringan, semakin besar pula risiko. Pihak lawan bisa menyusup lewat koperasi yang berpura-pura mendukung.”

Kekhawatiran itu terbukti tak lama kemudian. Rudi, yang memeriksa latar belakang salah satu koperasi baru yang menghubungi, menemukan bahwa ketuanya pernah menjadi kontraktor untuk PT Graha Pangan Nusantara. Lebih mencurigakan lagi, koperasi itu menawarkan “investasi awal” dalam jumlah besar tanpa meminta laporan rinci.

Arga memutuskan untuk membentuk Tim Verifikasi Sekutu — kelompok kecil yang bertugas memeriksa latar belakang setiap calon mitra, memverifikasi riwayat transaksi, dan memastikan tidak ada hubungan tersembunyi dengan jaringan kartel.

Di tengah proses itu, Laras mendapat kabar dari jurnalis investigasi: ada rumor bahwa pihak lawan sedang menyiapkan “operasi penyamaran” dengan mengirim orang ke desa sebagai relawan atau pembeli besar, untuk mengumpulkan informasi internal.

Malamnya, Arga berbicara di depan warga:
> “Kita bersyukur atas dukungan yang datang, tapi kita tidak boleh lengah. Sekutu sejati akan terbukti lewat tindakan, bukan hanya kata-kata. Kita akan sambut semua yang ingin membantu, tapi pintu kita tidak akan terbuka untuk mereka yang datang dengan niat tersembunyi.”

Di luar, angin malam membawa aroma padi yang mulai menguning. Di dalam, warga Sumberjati mulai memahami bahwa kemenangan bukan hanya soal mengalahkan lawan di pengadilan — tapi juga menjaga agar perjuangan mereka tidak direbut oleh tangan-tangan yang berpura-pura membantu.

Awal Oktober, truk-truk berlogo gabungan Sumberjati–Koperasi Tunas Padi mulai meluncur dari gudang desa menuju pasar-pasar di kota kabupaten. Jalur distribusi ini adalah hasil kerja sama yang direncanakan selama berminggu-minggu, dengan tujuan memotong ketergantungan pada perusahaan logistik lawan.

Peluncuran resmi dilakukan di halaman gudang Tunas Padi. Media lokal hadir, wartawan memotret tumpukan karung beras dengan label gabungan, dan warga setempat menyambut antusias. Arga dan Ketua Tunas Padi, Pak Hasan, berjabat tangan di depan kamera.

Namun, di hari ketiga pengiriman, masalah muncul. Salah satu truk yang membawa beras Sumberjati ke pasar kota tiba dengan muatan yang berkurang hampir seperempat dari daftar pengiriman. Sopir truk, yang direkrut oleh Tunas Padi, mengaku “terpaksa berhenti” di pinggir jalan karena ada pemeriksaan mendadak oleh orang yang mengaku petugas dinas perdagangan.

Sekar segera memeriksa dokumen pemeriksaan itu — ternyata palsu. Lebih buruk lagi, beberapa karung yang hilang ditemukan dijual di kios kecil yang diketahui punya hubungan dengan jaringan lawan.

Pak Hasan terlihat gelisah. “Sopir itu orang baru, kami belum sempat memeriksa latar belakangnya. Saya khawatir ada yang menyusup lewat jalur kami.”

Arga menahan amarah. “Kita tidak bisa membiarkan ini merusak kepercayaan. Mulai sekarang, setiap pengiriman akan diawasi oleh tim gabungan dari kedua koperasi. Dan semua sopir harus melalui verifikasi ketat.”

Maya menambahkan, “Kita juga harus melaporkan insiden ini ke polisi dan KPK. Kalau mereka mengaku petugas, itu sudah masuk kategori penipuan dan perampasan.”

Malam itu, di pos jaga gudang, tim gabungan mulai menyusun daftar sopir, rute, dan titik rawan. Meski insiden ini mengguncang, hubungan Sumberjati dan Tunas Padi justru semakin erat — mereka tahu, jalur baru ini akan terus diganggu, tapi setiap gangguan adalah bukti bahwa mereka sedang menyentuh kepentingan besar yang selama ini tak tersentuh.

Di luar, lampu-lampu truk yang baru kembali dari pengiriman memantul di jalan basah. Di dalam, Arga dan Pak Hasan menandatangani kesepakatan tambahan: kepercayaan dijaga bukan hanya dengan janji, tapi dengan pengawasan bersama.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience