BAB 23

Romance Completed 26341

Widya dan Intan hanya tunduk. Tidak berani menatap wajah Puan Fatimah.

" Kenapa dengan korang berdua ni ? " soal Puan Fatimah. Jelas wajah seriusnya.

" Intan tiba-tiba tolak Dya dulu " jawab Widya pantas.

" Tak mak ngah. Perempuan ni yang serang Intan. Mak ngah tengok ni " Intan menunjukkan luka di pipinya sambil berpura-pura menangis.

" Kau jangan tipulah " marah Widya.

" Kau tu yang penipu ! " .

" Kau lah. Kau yang reka cerita. Mintak simpati orang " .

" Kau lah perempuan tak guna ! " .

" Kau ! " .

" Kau lah ! " .

" Sudah ! " tengking Puan Fatimah.

Terhincut bahu Widya mendengar suara lantang Puan Widya. Tidak disangka ibu mertuanya itu sangat garang. Widya tidak berani memandang wajah bengis Puan Fatimah.

" Ada apa ni ? " Arief yang baru pulang terkejut mendengar suara Puan Fatimah dari luar lagi.

Aishah hanya diam. Puan Fatimah terus berlalu.

Arief memandang Aishah seolah meminta penjelasan. Aishah mengangkat bahu tanda tidak tahu. Dia terus berlalu mengikut langkah Puan Fatimah.

" Abang, tengok ni " Intan dekati Arief sambil menunjukkan pipinya yang luka.

" Kenapa ni ? " .

Widya hanya menjeling tajam. Sesekali dia menggosok sikunya yang masih lagi sakit.

" Bini abang lah. Tiba-tiba jer serang Intan sebab Intan datang sini. Macam-macam dia buat kat Intan tadi " tipu Intan.

" Kau jangan nak menipu lah perempuan. Kau yang tiba-tiba tolak aku dulu " Widya membela dirinya.

" Heyy, kau yang buat aku dulu ! Abang tengok lah bini abnah ni " Intan merengek seperti anak kecil sambil memegang lengan Arief.

" Apa kecoh-kecoh ni ? " soal Ayu yang baru sahaja pulang.

Widya terus berlalu masuk bilik. Dia tahu apabila kakak iparnya itu masuk campur pasti dia akan diherdik dan dipersalahkan.

" Dya " panggil Arief lalu terus berlalu mengejar Widya.

" Abang, sini lah " panggil Intan.

Widya menyelak lengan bajunya ke atas. Sikunya yang terhentak tadi sudah pun merah. Air matanya berjurai.

" Dya " Arief duduk di sebelahnya.

" Dya apa yang jadi sebenarnya " Arief menarik tangan kanan Widya. Namun pantas ditepis oleh Widya.

" Saya nak balik ! Saya taknak duduk sini lagi " tangisannya semakin kuat.

" Dya, kita boleh bincang kan " pujuk Arief.

" Taknak. Saya tak kira, saya nak balik. Saya nak balik ! Awak faham tak ?! " .

Arief menarik Widya ke dalam pelukannya dan mengusap - ngusap belakang Widya.

Widya menghamburkan tangisannya di dada Arief. Dia menangis sepuas - puasnya.

" Dya, saya tahu awak tak salah. Saya percaya awak " .

Widya melepaskan pelukan Arief.

" Perempuan tu yang tolak saya dulu " tangisannya semakin reda.

Arief mengelap sisa air matanya.

" Ya Dya saya percaya awak. Selagi saya tak nampak dengan mata saya sendiri, saya takkan percaya dengan apa orang cakap. Dah jangan nangis lagi. Baru sekejap saya tinggalkan awak, dah jadi macam ni. Lepas ni 24 jam awak berkepit dengan saya je lah " .

Widya ketawa kecil.

" Habis baju saya basah kena air mata awak, ni kalau perah mahunya satu baldi penuh " sakat Arief.

" Awak ni " Widya menampar perlahan dada Arief.

" Kan cantik senyum macam ni. Jangan nangis lagi lepas ni " .

" Mak " .

" Kenapa dengan mak ? " .

" Mak marah sangat tadi. Saya tak sangka mak berubah sekelip mata jer jadi garang " .

Arief ketawa.

" Haa tau awak takut " .

" Arief, saya serius " .

" Jangan risau lah Dya, mak penyayang sebenarnya. Cuma dia paling pantang orang bergaduh. Tu yang dia marah " .

" Betul ni ? " .

" Betul lah sayang oii. Saya ni dah 25 tahun hidup dengan dia. Saya tahulah perangai mak macam mana " .

Widya mengangguk perlahan.

" Intan bengang betul lah dengan perempuan tu " Intan mendengus kasar.

" Akak pun. Makin lama dia ada kat sini, makin sakit hati akak " Ayu mengetap giginya.

" Akak takda plan ke nak hancurkan hubungan diorang ? Intan dah tak sanggup lagi nak tengok dia dengan abang Arief tu " .

" Sabar. Kita biarkan dia bergembira dulu bila sampai masanya nanti, tahu lah nasib dia " Ayu tersenyum sinis.

Tok tok. Widya mengetuk perlahan pintu bilik Puan Fatimah.

" Masuk " jawab Puan Fatimah.

Widya menguak perlahan pintu bilik Puan Fatimah.

" Dya, mari lah sini " jemput Puan Fatimah.

Widya berjalan perlahan mendekati Puan Fatimah. Puan Fatimah menepuk perlahan tilam di sebelahnya.

Widya duduk di sebelah Puan Fatimah.

" Mak, Dya minta maaf dengan apa yang jadi tengahari tadi " Widya memegang tangan Puan Fatimah.

" Takpa lah Dya. Sepatutnya mak yang patut minta maaf dekat Dya. Mak tak patut marah macam tu. Mak minta maaf ya. Mak harap sangat Dya tak kecil hati dengan mak " sayu sahaja suaranya.

" Mak, Dya faham. Dya tak sepatutnya bergaduh. Abang dah cerita pasal mak. Mak paling tak suka bila ada orang bergaduh kan. Lagi-lagi bila ada talian persaudaraan " .

Puan Fatimah tersenyum kecil.

" Mak sayang Dya sangat-sangat " Puan Fatimah menarik Widya ke dalam pelukannya.

" Dya pun sayang mak " Widya tidak teragak-agak untuk membalas pelukan ibu mertuanya itu.

Arief tersenyum di hadapan pintu melihat hubungan Widya dan ibunya semakin baik.

" Mak, Dya nak buat apa ? " soal Widya.

Rumah itu sudah penuh dengan jiran tetangga yang membantu mereka sekeluarga menyiapkan persiapan kenduri esok.

" Dya potong bawang ni " Puan Fatimah menghulur seguni bawang merah kepada Widya.

" Ok mak " Widya terus menyambut hulurannya.

" Dya jom " Arief tiba - tiba menarik Widya masuk ke dapur. Memandangkan tiada orang di dapur. Kerana semuanya membuat kerja di khemah.

" Apa awak ni ? Saya nak potong bawang lah " Widya menunjukkan seguni bawang di tangannya.

" Alaa kita buat kat dapur jer lah. Saya tolong awak " .

Mereka berdua duduk di meja makan. Arief menghulurkan Widya sebilah pisau.

" Awak tau tak Arief, seumur hidup saya kan tak pernah saya buat semua ni " .

" Baguslah tu. Awak boleh rasa apa yang awak tak pernah rasa selama ni " .

" Tu lah. Kadang-kadang seronok jugak kan " Widya teruja bercerita.

Arief hanya senyum melihat Widya.

" Dya " .

" Hmm " Widya membuka guni bawang itu.

" Awak jangan lah panggil saya Arief lagi " .

" Kenapa pulak ? Nama awak memang Arief kan. Takkan lah saya nak panggil awak Muthu pulak " .

Arief ketawa kecil.

" Memanglah nama saya Arief. Tapi saya kan suami awak, kena lah panggil yang special sikit " .

" Taknak lah. Panggil Arief pun dah cukup " .

" Ni mak yang suruh. Mak cakap bila panggil suami dengan panggilan nama jer, macam tak hormat suami " tipu Arief.

' Takpa tipu sunat jer. Hehe ' Arief tersenyum kecil.

" Mak ? " Widya sudah telan air liur. Dia mula membayangkan wajah bengis Puan Fatimah.

" Ok lah kalau macam tuh. Awak nak saya panggil awak apa lepas ni ? " .

' Yes ! Lepas ni ugut Dya dengan nama mak jer lah. Mesti dia takut. Maaf yer mak ' .

" Saya tak kisah. Saya bagi awak pilihan. Awak boleh panggil saya darling, baby, abang, sweetheart, honey. Haa awak boleh pilih salah satu " .

Widya sudah membuat muka menyampah.

" Ermm saya pilih abang jer lah " .

" Ok set. Lepas ni panggil abang jer tau. Jangan panggil Arief lagi " Arief rasa ingin melonjak sahaja disitu. Rancangannya untuk mengenakan Widya berjaya.

" Yelah orang tahu " wajahnya masam sahaja.

" Orang tahu apa ? " .
" Yelah orang tahu abang " Widya sengaja menekankan perkataan ' abang ' .

" Haa bagus isteri solehah abang ni " Arief mengusap - ngusap kepala Widya.

Widya memandang tajam ke arah Arief.

' Sengaja betul lah mamat ni. Sekeh kepala baru tahu ' .

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience