BAB 21

Romance Completed 26341

" Dya, pergi siap cepat " arah Arief.

" Nak pergi mana pulak ni ? " soal Widya.

" Mak minta tolong beli barang dapur dengan barang untuk kenduri nanti. Jom lah kita pergi pekan " .

" Okey. Sekejap saya pergi siap " Widya terus masuk ke bilik untuk bersiap.

Arief menunggu Widya di ruang tamu.

" Nak keluar ke ? " soal Afiq.

" Ha'ah. Achik nak ikut ke ? " .

" Taknak lah. Malas nak kacau alang dengan kak lang dating " Afiq ketawa kecil.

" Banyak lah achik punya dating. Kitorang nak pergi beli barang dapur " .

Afiq hanya mengangguk.

Setelah 15 minit Arief menunggu, Widya selesai bersiap.

" Jom " ajak Widya.

Arief memandang Widya dari atas hingga bawah. Widya memakai cardigan labuh berwarna merah dan dipadankan dengan skirt labuh berwarna hitam. Rambutnya diikat kuda.

" Kenapa ? " soal Widya.

" Kan cantik tutup aurat macam ni. Cuma tudung jer tak pakai lagi " .

" Saya memang cantik pun. Awak baru tahu ke ? Dah jom lah cepat " Widya menarik tangan Arief.

' Pantang kena puji sikit. Hish dia ni ' Arief mencebikkan bibirnya.

Mereka berdua masuk ke dalam pasaraya Tesco. Arief menolak troli.

" Nak pergi bahagian mana dulu ? " soal Widya.

" Bahagian sayur dulu lah " .

" Okey " Widya hanya menurut.

Sampai sahaja di bahagian sayur, Widya mengambil pelbagai jenis sayur lalu terus memasukkannya ke dalam troli.

" Eh Dya, banyaknya. Awak ingat kita semua ni kambing ke ? " Arief mengeluarkan kembali sayur-sayur itu.

" Lah apa salahnya. Ingat kambing jer ke boleh makan semua sayur-sayur ni ? " .

" Banyak sangat ni. Lepas tu awak bukan nak pilih dulu. Main amik jer, pilih lah dulu " .

" Buat apa nak pilih ? Beli sayur pun nak kena pilih ke ? Kan semua sama jer " .

" Dya, Dya mestilah kena pilih. Kena tengok sayur tu segar ke tak, takkan nak beli sayur layu pulak " Arief mencuit sedikit pipi Widya.

" Mana lah saya tahu " .

" Ni mesti tak pernah beli barang dapur kan ? Sebab tak tahu lah awak kena belajar " .

" Dah lah stop membebel. Pilih jer lah sayur tu " .

Arief terus memilih sayur sementara Widya asyik memerhati Arief.

Selesai mengambil semua barang dapur, Arief dan Widya membuat pembayaran di kaunter.

" Dya, awak ada RM 300 ? " soal Arief.

" Ada. Tapi cash takda lah " .

" Kalau takda, pakai seat belt tu " arah Arief.

Widya membuat muka tidak puas hati. Dia menarik seat belt itu banyak kali, tapi seat belt itu seakan tersekat.

" Hishh susahlah " keluh Widya.

Arief menggeleng kepalanya melihat gelagat Widya. Dia mendekati Widya, dengan tenang dia menarik tali pinggang itu tanpa sebarang masalah.

" Lain kali jangan kasar-kasar, cuba buat perlahan-lahan " .

Widya hanya diam sambil menjuihkan bibirnya.

Arief tiba-tiba memberhentikan keretanya di tepi jalan.

" Nak pergi mana ni ? " soal Widya.

" Tu " jawab Arief sambil menunjukkan ke arah pasar malam yang dibanjiri orang ramai.

" Tempat apa tu ? " soal Widya.

" Pasar malam. Tak tahu ke ? " .

" Tahulah. Cuma tak pernah pergi " .

" Kalau macam tu jom pergi " Arief terus turun dari kereta.

" Hishh dia ni kan, tak menyempat betul " bebel Widya lalu terus turun dari kereta.

Mereka berdua jalan beriringan. Sesekali bahu Widya dilanggar oleh orang. Mujur sahaja Widya memakai flat shoesjika pakai heels pasti sudah tergolek jatuh.

Lagak Arief tenang biarpun orang terlalu ramai, seolah sudah biasa. Widya sedikit rimas.

" Awak, awak nak cari apa kat sini ? " soal Widya. Suaranya agak tenggelam dek keriuhan pasar malam.

" Saya teringin nak makan ayam percik. Lama dah tak makan. Tu yang nak cari " jawab Arief. Dia masih lagi memerhatikan gerai-gerai yang ada.

" Haa jumpa pun " Arief terus singgah di gerai yang menjual ayam percik.

Namun di saat Widya ingin mengatur langkah mengikut Arief, seseorang telah menolaknya. Semakin lama, semakin jauh dia ke hadapan dan tenggelam dalam orang ramai.

Selesai membeli ayam percik, Arief mencari Widya.

" Mana Dya ni, tadi ada " Arief memerhati sekeliling namun tiada kelibat Widya.

Arief meneruskan pencariannya.

Widya seakan mahu menangis apabila dia kembali ke gerai yang menjual ayam percik tadi, Arief sudah tiada. Dia tercari-cari Arief.

" Mana Arief ni ? Maa Dya nak balik " Widya berhenti di tepi. Orang ramai masih lagi berpusu-pusu. Agak sukar untuk Widya mencari Arief.

Air mata Widya sudah pun mengalir. Dia tidak pernah mengalami situasi seperti ini seumur hidupnya.

Tiba-tiba bahunya ditepuk dari belakang. Widya berpaling untuk melihat orang yang menepuk bahunya itu.

" Arief ! " Widya terus memeluk Arief. Air matanya semakin deras mengalir.

" Dya are you okey ? " Arief mengusap bahunya perlahan.

" Saya takut. Saya nak balik " Widya melepaskan pelukannya.

" Okey okey kita balik " Arief mengesat air mata Widya.

" Dah tak mau nangis lagi. Malu orang pandang. Jangan takut, saya ada ni kat sebelah awak " Arief menggenggam erat tangan Widya.

" Jom " mereka berdua jalan beriringan. Widya mengeratkan lagi genggaman tangannya.

" Saya taknak pergi tempat tu lagi " ujar Widya.

Arief ketawa kecil. Lucu bila mengenangkan kejadian di pasar malam tadi. Lagak Widya seakan anak kecil.

" Kenapa pulak ? Takut hilang lagi ? " .

" Iyalah. Awak tak payah lah gelak-gelak. Tak kelakar ok " marah Widya.

" Baru jer saya hilang sekejap awak dah menangis, belum lagi kalau saya hilang terus " Arief ketawa di hujung katanya.

" Ishh mengada lah awak ni. Saya tumbuk baru tahu " Widya menunjukkan buku limanya.

" Saya tak takut pun lah. Nanti kalau awak tumbuk saya, siapa lagi awak nak peluk bila takut ? " Arief menyakat lagi.

Widya menjeling tajam ke arah Arief. Arief fokus pada pemanduannya, sesekali dia menjeling ke arah Widya.

" Dya " panggil Arief.

" Apa dia ? " .

" Awak takut tak kalau saya hilang ? " .

Widya hanya diam. Malas dia mahu melayan karenah Arief.

Sampai sahaja di rumah Widya terus masuk ke dalam bilik. Arief juga mengikutnya.

" Saya nak mandi lah " Widya mencapai tuala mandinya lalu mengatur langkah ke bilik air.

Arief hanya memerhati.

Selesai mandi Widya terus memakai baju tidur bercorak hello kitty berwarna pink. Arief mendapat idea untuk menyakatnya.

" Dya " Arief mendekati Widya.

" Apa ? " .

Arief semakin menghampiri Widya, wajahnya sengaja di dekatkan dengan wajah Widya.

Wajah Widya sudah mula berubah pucat. Arief menahan tawanya. Semakin lama wajah mereka berdua semakin dekat.
" Saya nak.. " .

" Awak nak apa ?! " Widya menguatkan sedikit suaranya.

" Saya nak.." .

" Arief ! Jangan main-main lah " marah Widya.

" Saya nak..ucap good night jer " Arief terus ketawa. Dia sedikit menjauh dari Widya.

Widya sudah memandangnya tajam.

" Kenapa pandang-pandang ? Tidurlah " .

" Suka hati lah " Widya sebal dengan sikap Arief. Suka benar lelaki itu menyakatnya.

Arief membentangkan narita di sebelah katil. Biliknya tidak mempunyai sofa, jadi Arief hanya tidur di atas narita manakala Widya tidur di atas katil.

Widya baring di atas katil lalu terus melelapkan matanya. Arief juga begitu.

Widya membuka matanya kembali. Dia meninjau ke arah Arief. Arief sudah lama dibuai mimpi. Ditatapnya sekejap wajah lelaki itu.

" Suka sangat buat aku marah, nasib baik kau tu suami aku. Arief, Arief kenapa lah suka sangat buat jantung aku macam nak tercabut tiap kali dengan kau " Widya tersenyum sendirian sambil memandang Arief.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience